Penularan Covid-19 Naik Drastis, Inggris Kembali Lockdown

KalbarOnline.com − Penularan virus SARS-CoV-2 varian baru, B.1.1.7, di Inggris kian tak terkendali. Pemerintah terpaksa kembali mengambil keputusan lockdown, Selasa (5/1). Itu disebabkan sistem kesehatan hampir ambruk karena banyaknya pasien Covid-19 yang dirawat. Itu adalah lockdown nasional ketiga yang diterapkan di Inggris.

’’Di Inggris, kami harus melakukan lockdwon nasional yang cukup berat demi menahan virus ini. Artinya, pemerintah sekali lagi menginstruksikan kalian untuk tinggal di rumah saja,’’ terang Perdana Menteri Boris Johnson Senin (4/1) seperti dikutip CNN.

Skotlandia yang masuk dalam kekuasaan Inggris memberlakukan hal serupa. Sementara itu, Wales dan Irlandia Utara melakukannya lebih dulu. Kebijakan lockdown tersebut berlaku selama enam pekan. Pada 15 Februari, pemerintah akan mengevaluasi apakah sudah cukup atau malah perlu diperpanjang.

  • Baca juga: Peneliti Inggris Temukan Terapi Netralkan Covid-19 pada Pasien OTG

Penduduk Inggris kini hanya bisa keluar untuk belanja kebutuhan penting, olahraga, dan pengobatan. Semua sekolah kini ditutup dan belajar dilakukan secara online. Ujian akhir tahun juga ditiadakan. Pemerintah akan mencari alternatif untuk pengganti tes masuk ke jenjang yang lebih tinggi.

Baca Juga :  Sudah 2 Kali Vaksin, Penumpang Pesawat di Bandara Rahadi Oesman Ketapang Tak Perlu Antigen dan PCR

Di pihak lain, Menteri Sekretariat Kabinet Michael Gove menegaskan bahwa dirinya tidak bisa memperkirakan kapan lockdown dicabut. Namun, dia memperkirakan bahwa kelonggaran akan dilakukan memasuki Maret, tetapi tidak dihapus sepenuhnya.

Perkiraan Gove itu bukan tanpa alasan. Saat ini Inggris sudah memvaksinasi lebih dari satu juta penduduk. Maret nanti vaksin tersebut mulai efektif. Jumlah penduduk yang divaksinasi juga bakal bertambah. Sebab, pemerintah Inggris tidak hanya memakai vaksin buatan Pfizer-BioNTech, tapi juga menggunakan milik Oxford University-AstraZeneca.

Inggris berencana membuat kebijakan baru yang lebih ketat untuk pengunjung dari luar negeri. Saat ini mereka hanya menerapkan kebijakan karantina, tapi tidak ada uji virus. Gove memastikan telah membahas hal tersebut dengan para pemimpin Inggris.

Inggris menjadi salah satu negara yang terdampak Covid-19 paling parah. Total ada 2,7 juta kasus dan 75.431 kematian. Pada Senin (4/1), bahkan ada 58.784 kasus baru.

Baca Juga :  Respons WHO Terkait Bayi di Singapura Miliki Antibodi Covid-19

Situasi serupa dialami negara-negara Eropa lainnya. Italia memberlakukan aturan ketat hingga 15 Januari nanti. Penduduk hanya boleh mengunjungi temannya satu kali sehari dan maksimal dua orang dewasa. Perjalanan antarwilayah dilarang kecuali untuk urusan yang sangat penting. Semua restoran dan bar juga hanya boleh melayani takeaway.

Pemerintah Yunani juga memberlakukan lockdown pada 3−11 Januari. Di Jerman, Kanselir Angela Merkel akan menggelar rapat untuk membahas wacana perpanjangan lockdown. Seharusnya, lockdown berakhir pada 9 Januari, tapi Merkel ingin diperpanjang hingga akhir bulan.

Dari Asia Tenggara, pemerintah Singapura menyatakan bahwa polisi bisa menggunakan data pelacakan kasus Covid-19 untuk penyelidikan tindak kriminal. Sekitar 80 persen dari 5,7 juta penduduk Singapura menggunakan aplikasi TraceTogether. Aplikasi itu wajib dimiliki jika ingin masuk ke pusat perbelanjaan dan tempat-tempat umum lainnya.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment