Tak Lagi Jadi Bandara Internasional, Kemenhub Resmi Ubah Status Supadio Kubu Raya Jadi Bandara Domestik, Ini Alasannya

KalbarOnline, Sungai Raya – Status bandar udara (bandara) Supadio Kabupaten Kubu Raya resmi berubah dari bandara internasional menjadi bandara domestik yang hanya melayani rute penerbangan dalam negeri.

Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri (KM) Perhubungan Republik Indonesia (RI) Nomor KM 31 Tahun 2024 tentang Penetapan Bandara Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi pada 2 April 2024.

Dalam KM 31 tersebut ditetapkan sebanyak 17 bandara internasional se-Indonesia, yang mana Bandara Supadio tidak termasuk salah satu di antaranya. Sehingga bandara yang tidak tercantum dalam KM 31, yang penggunaan sebelumnya merupakan bandara internasional, otomatis berubah menjadi bandara domestik. Termasuk Bandara Supadio.

“Dengan keluarnya KM 31 Tahun 2024 itu maka Bandara Supadio berubah status menjadi bandara domestik, tidak lagi melayani penerbangan internasional,” ungkap Penjabat (Pj) Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar), Harisson kepada awak media, Kamis (25/04/2024) siang.

Lebih lanjut Harisson menjelaskan, salah satu alasan yang dikemukakan pemerintah pusat, bahwa dengan banyaknya bandara internasional di tanah air, justru mempermudah masyarakat Indonesia ke luar negeri. Dan kebanyakan masyarakat yang ke luar negeri, tujuannya adalah berwisata, jalan-jalan, dan juga berbelanja. Sehingga kondisi itu dapat menghabiskan devisa, atau merugikan negara.

“Jadi dari data yang dihimpun, banyak warga negara kita (Indonesia) yang keluar negeri daripada orang luar negeri berkunjung ke Indonesia, melalui bandara-bandara internasional tersebut. Intinya ternyata rugi kalau banyak bandara internasional, justru devisa kita tergerus,” katanya.

Baca Juga :  Tanamkan Kesadaran Bela Negara dan Cinta Bahari

Dari alasan tersebut, Harisson menyatakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalbar tentu mendukung kebijakan pemerintah pusat. Dengan tujuan agar devisa negara tidak terus tergerus, karena mudahnya warga Indonesia berwisata ke luar negeri, ketika banyak terdapat bandara internasional.

“Kalau dari perhitungan bahwa dengan adanya bandara internasional devisa kita (Indonesia) tergerus, dan perhitungan ini betul, pemprov (pasti) mendukung (kebijakan pusat),” pungkasnya.

Menanggapi hal tersebut, salah satu warga Kota Pontianak Jefri (43 tahun) sangat menyayangkan perubahan status Bandara Supadio dari internasional menjadi domestik. Ia merasa kebijakan itu justru akan berdampak negatif cukup besar, terhadap perekonomian maupun pariwisata di Kalbar. Sehingga, mantan pengusaha tour dan travel itu menilai perubahan status bandara dari internasional menjadi domestik tidak relevan diberlakukan untuk Supadio, sebagai bandara terbesar di Kalbar.

 “Apakah ada jaminan dengan dijadikannya Bandara Supadio sebagai bandara domestik bisa menekan mobilisasi warga Indonesia ke luar negeri? Justru sebaliknya, orang luar negeri jadi berpikir untuk ke Pontianak, karena mereka harus transit lewat Jakarta atau kota lainnya,” ungkapnya.

Jepri menambahkan, dampak dari kebijakan itu, tentu akan membuat Kalbar kehilangan banyak potensi kunjungan wisatawan mancanegara. Karena kalau harus transit, otomatis memakan biaya yang besar, ditambah lagi harga tiket domestik cenderung lebih mahal.

Baca Juga :  Pj Gubernur Harisson Terima Audiensi Asosiasi Dosen Indonesia Kalimantan Barat

“Pontianak ini harusnya memiliki bandara internasional karena sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan berbagai negara (tetangga). Wajar kalau wisatawan (mancanegara) yang datang ke Pontianak menurun. Mestinya pemerintah kita memikirkan bagaimana menarik wisatawan untuk datang ke sini, bukan malah menutup diri,” tegasnya.

Pria yang hobi traveling itu lantas mengungkapkan alasan mengapa warga Indonesia lebih senang liburan ke luar negeri, terutama di wilayah Asia atau Asia Tenggara. Pertama kata dia, karena biaya tiket pesawat ke luar negeri jauh lebih murah ketimbang di dalam negeri. “Harga tiket pesawat yang (domestik) gila-gilaan (mahal), jika dibandingkan tiket ke luar negeri, malah bisa berlipat-lipat selisihnya,” ujarnya.

Lalu alasan yang kedua, menurut Jefri, biaya transportasi umum di luar negeri juga lebih terjangkau, serta banyak pilihan. Ia merasa tidak begitu sulit untuk menggunakan transportasi umum di luar negeri, atau negara tetangga. Harapannya, pemerintah Indonesia bisa mengevaluasi hal-hal tersebut, sehingga industri pariwisata di negara ini tidak kalah saing dengan luar negeri.

“Selain itu banyak tempat wisata yang tidak berbayar (di luar negeri), sehingga memberikan pilihan bagi pelancong yang memiliki budget minim,” pungkasnya. (Jau)

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Comment