Kematian Rendah, Singapura Ungkap Rahasia Pengobatan Pasien Covid-19

KalbarOnline.com – Singapura merupakan salah satu negara pertama di Asia yang menemukan kasus Covid-19 pada Januari 2020, ketika masih sangat sedikit yang diketahui tentang penyakit tersebut. Dan kasus itu bahkan terjadi di salah satu tempat pertama di mana komunitas menyebar. Namun, Singapura justru berhasil mengendalikan wabah dengan jumlah kasus lokal di bawah 5 orang sehari. Apa rahasianya?

Singapura telah mencatat lebih dari 57 ribu kasus Covid-19. Sejauh ini, 28 orang meninggal karena Covid-19 di Singapura dan salah satu tingkat kematian terendah di dunia.

  • Baca juga: Singapura Temukan Antibodi Monoklonal untuk Pengobatan Pasien Covid-19

Tiga dokter konsultan National Center for Infectious Diseases (NCID) mengatakan kepada Channel News Asia bagaimana pengobatan virus Korona di Singapura dan NCID menjaga jumlah kasus kritis tetap rendah. Kini Singapura nyaris lepas dari pandemi.

“Tahap awal wabah penuh dengan ketidakpastian,” kata seorang konsultan penyakit menular di Rumah Sakit Tan Tock Seng dan NCID, Dr Ray Lin Junhao, 37, seperti dilansir dari Channel News Asia.

Dia terlibat dalam perawatan langsung pasien Covid-19, termasuk mereka yang sakit kritis. Dr Lin juga menjadi rekan peneliti dalam beberapa uji klinis yang mengevaluasi terapi untuk penyakit tersebut.

“Dengan kemajuan dalam penelitian selama beberapa bulan terakhir, kami sekarang memiliki gagasan yang lebih baik tentang pengobatan apa yang berhasil dan apa yang tidak. Meski kemanjuran pengobatan yang tersedia saat ini sederhana, setidaknya kami tidak lagi meraba-raba dalam kegelapan,” kata Dr Lin.

Baca Juga :  Tolak Kabar Biden Menang, Tim Kampanye Trump: Pemilu Belum Final!

Perjuangan Tenaga Medis

Salah satu perbedaan antara pandemi Covid-19 dan wabah sebelumnya adalah banyaknya informasi tentang virus Korona di internet dan media sosial yang tersedia untuk dokter dan masyarakat umum. Kondisi ini telah mempengaruhi jalannya pandemi saat ini.

Pada awal wabah, laporan pengobatan potensial untuk Covid-19 membuatnya tergoda untuk menggunakannya pada pasien yang paling parah. Berbagai upaya uji coba dilakukan.

“Sebagai seorang dokter, sudah menjadi sifat kami untuk ingin memberikan beberapa bentuk pengobatan kepada pasien, bahkan jika tidak terbukti, daripada hanya berdiri dengan pasif dan berharap yang terbaik. Ini adalah perjuangan terus-menerus di fase awal wabah,” ungkapnya.

Hanya saja, potensi bahaya dari terapi yang belum terbukti itu nyata, seperti dalam kasus hydroxychloroquine misalnya. Obat anti-malaria yang didukung oleh Presiden AS Donald Trump pada awal pandemi, dikatakan dalam penelitian kecil sebagai pengobatan potensial tetapi terbukti selama uji klinis hanya memiliki sedikit manfaat. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak saat itu menghentikan uji coba obat tersebut.

Sementara pakar lainnya, Dr Mucheli Sharavan Sadasiv, 37, mengatakan bahwa ada perasaan tidak berdaya di masa-masa awal karena ketidakpastian. Kelelahan pun dialami tenaga medis.

“Saya pikir wajar untuk merasa seperti itu. Kelelahan secara fisik dan mental juga tidak membantu. Seiring berjalannya waktu, kami telah belajar lebih banyak tentang penyakit ini dan itu membantu kami dalam pekerjaan kami dalam merawat pasien,” kata Mucheli, dokter penyakit menular yang telah terlibat dalam pelaksanaan program plasma pemulihan Covid-19 di Singapura itu.

Baca Juga :  Kudeta Militer, Myanmar Status Darurat Setahun

Cara Tangani Pasien Kritis

Salah satu cara paling efektif untuk menjaga pasien tetap hidup di masa-masa awal adalah membalikkan tubuh agar tengkurap. Kemudian dalam posisi tengkurap bukan telentang saat menggunakan ventilator.

“Ventilator posisi tengkurap adalah salah satu dari sedikit langkah awal yang secara signifikan membantu pasien di unit perawatan intensif (ICU),” kata Dr Lin.

“Pasien-pasien tersebut sangat terpengaruh oleh Covid-19. Bahkan dengan dukungan maksimal dari ventilator, kami tidak dapat mencapai oksigenasi yang memadai,” jelasnya.

Akan tetapi manuver sederhana membantu pasien bernapas lebih mudah dan menyerap oksigen lebih baik. Mengulur waktu bagi tubuh untuk pulih karena tidak ada terapi yang efektif pada saat itu untuk wabah.

Tim dokter juga membuat pedoman pengobatan yang dipimpin oleh Dr Shawn Vasoo sebagai Direktur Klinis NCID. Wakil ketua Chapter of Infectious Disease Physicians, College of Physicians Singapura, Dr Lee memberikan komentar selama penyusunan pedoman pengobatan sementara. Dia juga merawat pasien Covid-19, membuat draf alur kerja klinis, dan menjadi rekan peneliti di beberapa publikasi penelitian.

Dr Lee mengatakan bahwa diagnosis dini dan identifikasi pasien yang berisiko terkena penyakit parah adalah beberapa faktor terpenting yang membantu pasien. Untuk kasus yang parah, obat-obatan seperti dexamethasone terbukti efektif. Dexamethasone adalah kortikosteroid yang umum digunakan membantu meredakan peradangan agar pasien tak lebih parah karena infeksi virus.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment