Kudeta Militer, Myanmar Status Darurat Setahun

KalbarOnline.com – “Tolak kudeta militer.” Itu adalah sepenggal kalimat yang tertulis di surat milik Aung San Suu Kyi.

Dia meminta penduduk untuk melawan karena tindakan militer akan membawa negaranya kembali dalam kediktatoran.

Surat itu diunggah di akun Facebook pemimpin National League for Democracy (NLD) sebelum Suu Kyi ditahan.

Suu Kyi tahu situasi bakal memburuk sehingga dia menyiapkan surat tersebut. Politikus berusia 75 tahun itu tahu karena sebelum dirinya, Presiden Myanmar Win Myint, dan beberapa pemimpin NLD lainnya ditahan kemarin (1/2) dini hari waktu setempat, saluran televisi milik militer memang menyiarkan bahwa negara kini dikuasai Jenderal Militer Min Aung Hlaing.

’’Karena situasi saat ini harus diselesaikan menurut aturan perundang-undangan, status darurat diberlakukan,’’ bunyi pernyataan militer yang disiarkan lewat saluran televisi kemarin dini hari (1/2).

Status darurat berlaku selama 12 bulan ke depan. Jenderal Purnawirawan Myint Swe akan menjadi presiden sementara. Pemilu akan digelar setelah status darurat selesai.

Bersamaan dengan pengumuman itu, anggota militer menyebar mendatangi kediaman Suu Kyi dan pemimpin NLD yang lain. Satu per satu ditahan sebelum subuh.

Beredar kabar ada puluhan orang yang ditahan. Selain Suu Kyi yang berstatus penasihat negara, Presiden Win Myint, dan para tokoh NLD, ada sutradara, penulis, dan sejumlah aktivis mahasiswa.

Penahanan dilakukan hanya berselang beberapa jam sebelum rapat parlemen pertama pascapemilu digelar. Kudeta itu mengakhiri satu dekade kepemimpinan sipil di Myanmar.

Belum diketahui Suu Kyi akan benar-benar dipenjara ataukah menjalani tahanan rumah seperti sebelumnya. Suu Kyi sudah menghabiskan 15 tahun hidupnya sebagai tahanan rumah antara 1989–2010.

Baca Juga :  Fosil Mammoth Berusia 10 Ribu Tahun Ditemukan di Siberia

Kudeta tersebut juga membuat nasib etnis Rohingya tetap tidak jelas. Diperkirakan, sejuta lebih etnis paling terpersekusi menurut laporan PBB pada 2018 itu sudah meninggalkan Myanmar.

Jenderal Min Aung Hlaing dituding sebagai otak genosida Rohingya. Sementara itu, Suu Kyi juga dikecam karena sama sekali tak bersimpati kepada kaum Rohingya.

Repatriasi dari Bangladesh, negeri tetangga Myanmar yang paling banyak menampung pengungsi Rohingya, juga belum diketahui kelanjutannya. Meski, pemerintah Bangladesh memastikan langkah tersebut harus tetap berjalan.

Pemilu yang digelar 8 November lalu menjadi penyebab kudeta. Junta militer tak terima NLD menang telak. Dukungan untuk partai yang digawangi Suu Kyi itu bahkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan Pemilu 2015. Mereka menguasai 83 persen kursi parlemen yang diperebutkan. Union Solidarity and Development Party (USDP) yang didukung militer hanya memenangkan 33 di antara 476 kursi parlemen.

BERSETERU: Aung San Suu Kyi dan Aung Hlaing dalam sebuah acara pada 2016. (YE AUNG THU/AFP)

Militer menuding ada kecurangan besar-besaran setidaknya 10 juta suara pemilih. Mereka meminta komisi pemilihan umum untuk merilis daftar pemilih guna melakukan pengecekan silang. Situasi kian tegang ketika Jenderal Min Aung Hlaing berpidato dan menyatakan bahwa konstitusi negara bisa dicabut jika tuntutan mereka tidak dihormati. Pendukung militer juga beberapa kali turun ke jalan menuntut hasil pemilu.

Tak ada pertumpahan darah dalam kudeta tersebut. Sebab, junta militer bersiap jauh hari sebelumnya. Dilansir Agence France-Presse, mereka juga sudah menyebar personelnya untuk berjaga di Yangon, Naypyidaw, dan beberapa wilayah lainnya sejak sepekan lalu.

Kemarin mereka menutup seluruh jalan yang menjadi akses menuju ibu kota dengan pasukan bersenjata, truk, dan kendaraan militer. Helikopter militer juga terus-menerus terbang mengelilingi ibu kota. Balai Kota Yangon dikuasai militer sesaat sebelum pengumuman kudeta.

Baca Juga :  Junta Militer Bersih-bersih, Ajudan Senior Aung San Suu Kyi Ditangkap

Baca juga: Ditahan, Aung San Suu Kyi Minta Warga Myanmar Lawan Kudeta Militer

Militer mematikan semua saluran televisi, telepon, dan internet. Bank di berbagai penjuru negeri diminta tutup. Satu-satunya saluran televisi yang bisa diakses hanya milik militer, yaitu Myawaddy TV. Bandara internasional utama Myanmar juga diblokade. Myanmar sekali lagi mengisolasi diri dari dunia luar.

Kudeta tersebut memantik kecaman dari berbagai negara. Juru Bicara Gedung Putih AS Jen Psaki menegaskan bahwa negaranya menentang setiap upaya untuk mengubah hasil pemilu maupun usaha menghalangi transisi demokrasi di Myanmar. ’’Kami akan bertindak terhadap mereka yang bertanggung jawab jika langkah-langkah (kudeta, Red) ini tidak dibatalkan,’’ tegas Psaki.

Pemimpin kudeta Min Aung Hlaing disanksi AS sejak Desember 2019. Sanksi itu dijatuhkan atas perannya dalam pembantaian minoritas muslim Rohingya di Rakhine. Pelanggaran HAM besar-besaran dilakukan militer di wilayah tersebut.

Pernyataan senada dilontarkan Sekjen PBB Antonio Guterres, Uni Eropa, Inggris, dan Australia. PM Inggris Boris Johnson menegaskan bahwa pilihan rakyat harus dihormati serta para pemimpin sipil harus segera dilepaskan.

Tiongkok di lain pihak menolak untuk menyalahkan siapa pun. Mereka justru meminta kedua pihak menyelesaikan perbedaan yang dihadapi. Tiongkok selama ini memang menjadi salah satu sekutu Myanmar dan mereka lebih dekat dengan militer.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment