Pemanfaatan Lahan Gambut di Pontianak Utara Bisa Jadi Contoh Solusi Permanen Cegah Karhutla

KalbarOnline, Pontianak – Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Sutarmidji membagikan kisah sukses pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian yang dikelola tanpa membakar. Hal tersebut menurutnya bisa ditemukan di daerah Kelurahan Siantan, Pontianak Utara. Serta bisa menjadi solusi permanen mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

“Saya (ketika wali kota) pernah didatangi NGO dari Hongkong, dan lainnya, mereka sudah melakukan pembinaan masyarakat jangan sampai membuka lahan (dengan) membakar. Kita di Pontianak waktu saya wali kota ada 800 hektare lahan terminal agribisnis, tidak boleh ada bangunan, tidak boleh apa, harus tanaman,” ujarnya.

Hal itu disampaikan Sutarmidji saat menghadiri kegiatan sosialisasi perdagangan karbon sektor kehutanan lingkup Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), baru-baru ini.

Lebih lanjut Sutarmidji mencontohkan, untuk tanaman sawi misalnya, dari lahan per satu hektare di sana bisa menghasilkan sampai 18 ton sawi. Lahan yang digunakan tidak perlu dibakar, melainkan cukup diatapi dengan jaring-jaring hitam. Kemudian untuk tanaman talas, per sate hektare di sana, dikatakan Midji bisa menghasilkan antara 20 ton sampai 25 ton talas.

Baca Juga :  6 Lembaga Kembangkan Vaksin Covid-19, Siapa Saja ?

“Di Singkawang lebih besar lagi (hasil talas di lahan gambut). Talas paling bagus (dibilang) dari Bogor, itu tidak ada apa-apanya, di Kalbar lebih bagus, talas itu kita sebut talas bentul di Malaysia, pasarnya tidak terbatas asal di bawah 1,5 kilogram, di Singkawang itu bisa lima sampai tujuh kilogram, kita mengembangkan itu bagus,” paparnya.

Hanya saja, orang nomor satu di Kalbar itu menilai, harus ada pabrik pengolahan yang dibangun. Itu agar hasil dari pertanian talas yang besar bisa tertampung untuk diolah, dan ditingkatkan nilai tambahnya.

“Harus upayakan pabrik untuk tepung (dibangun), jangan sampai masyarakat sudah tanam, setelah panen, tidak tahu mau diapakan,” jelasnya.

Selain sawi dan talas, menurut Sutarmidji di sana juga merupakan sentra tanaman lidah buaya (aloevera). Aloevera Pontianak dikatakan cukup terkenal, dengan berat satu pelepahnya bisa sampai dua kilogram.

Baca Juga :  Edi : Jadikan Olahraga sebagai Gaya Hidup

“Ini (aloevera) sudah dikembangkan dengan kultur jaringan, kalau ditanam di Bogor paling besar setengah kilogram saja, paling besar kalau di Pontianak Utara bisa sampai dua kilogram bahkan 2,5 kilogram,” katanya.

Untuk lidah buaya dia menyebutkan, pasaran ekspornya bisa ke negara Jepang. Hanya saja, lidah buaya Pontianak dinilai kurang kompetitif karena faktor tidak adanya air bersih untuk pengolahannya.

“Kalah dengan Jepang karena airnya bersih. Kita harus bawa ini (aloevera) ke Jawa Barat, nanti pembersihan di sana, baru itu (diekspor). Saya bilang ngapain bawa ke Jawa Barat, bawa saja ke Bengkayang, kan sumber air bersihnya bagus, pH-nya sudah tujuh sampai delapan,” pungkasnya. (Jau)

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Comment