Sutarmidji Minta Uber Pelaku Karhutla dan Perusahaan yang Tak Kantongi HGU

KalbarOnline, Pontianak – Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat (Pemprov Kalbar) kembali menggelar rapat koordinasi terkait penanggulangan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Kalimantan Barat, di Ruang Data Analytic Room, Kantor Gubernur Kalbar, Selasa (04/07/2023).

Rakor tersebut tampak dihadiri oleh Gubernur Kalbar, Sutarmidji, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Supriyanto, jajaran Forkopimda Provinsi Kalbar, Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove Republik Indonesia, kepala OPD terkait di lingkungan Pemprov Kalbar serta para kepala balai terkait pengelolaan kawasan hutan dan taman nasional.

Usai rakor tersebut, Gubernur Sutarmidji mengutarakan, bahwa dalam penanggulangan karhutla hendaknya dapat disesuaikan dengan 6 poin arahan Presiden RI, Joko Widodo, di mana dirinya menitikberatkan pada 2 poin paling penting, yaitu pertama tentang solusi permanen atau yang sudah baku dan poin yang kedua adalah penegakan hukum.

Dijelaskannya, untuk solusi permanen ini bisa menjadi percontohan-percontohan bagi daerah yang lain, sedangkan penegakan hukum harus diberikan regulasi khusus agar tidak terjadi kesalahan dalam mengambil langkah hukum.

“Nah, saya memberikan gambaran seperti ini. Di Kalbar ini banyak terdapat konsesi lahan untuk HTI (Hutan Tanaman Industri), dari total keseluruhan paling  hanya sekitar 15 persen dan dari 70 hanya 11 yang menanam sisanya tidak ada yang menanam,” ujarnya.

Baca Juga :  Midji Tunggu Ketentuan Pusat Terkait Imlek dan Cap Go Meh 2022

“Yang jadi persoalan lagi, sebagian besar ada di lahan Gambut, kayunya sudah ditebang, lahannya menjadi terbuka dan rawan kebakaran terus yang mau tanggung jawab siapa,” lanjut Gubernur Kalbar.

Dirinya meminta, langkah penegakan hukum bagi pelaku karhutla harus menjadi perhatian, agar kedepannya tidak lagi terjadi pengrusakan lahan yang lebih luas.

“Saya menyarankan agar dibalut saja izinnya dan dijadikan perhutanan sosial lalu diserahkan ke masyarakat untuk dimanfaatkan. Kalau diberikan 2 hektar untuk penghidupannya baik dijadikan pertanian dan sebagainya dan 2 hektar lagi dia harus cadangkan untuk tanaman-tanaman keras sehingga bisa menghasilkan dan namanya nanti hasil dari hutan bukan kayu,” jelas Sutarmidji.

Perusahaan Tak Kantongi HGU

Tak hanya itu, dirinya menambahkan bahwasanya indikasi terberat dari penegakan hukum adalah perusahan yang hampir tidak memiliki sertifikat HGU atas penguasaan lahannya.

“Kenapa mereka tidak mau mengurus HGU karena ingin menghindar dari pembayaran Biaya Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB). Ini yang sangat disayangkan, mestinya Pemerintah Kabupaten harus kejar terus, inikan sumber PAD mereka,” terangnya.

“Bayangkan saja ada satu Kabupaten yang mengklaim lahan konsesi perkebunan ada 27, yang ada sertifikat hanya 4 artinya, dan 23 tidak ada HGU. Dan potensi BPHTB dari lahan tersebut bisa mencapai 400 hingga 500 miliar, kalau saya jadi Bupatinya akan saya kejar itu,” papar Sutarmidji.

Baca Juga :  10 Daerah di Kalbar Masuk Zona Kuning Penyebaran Covid-19, Singkawang Zona Oranye

Sementara itu, Bambang Supriyanto mengharapkan, agar semua pihak secara bersama, baik seluruh jajaran dari TNI/Polri, Brin, serta didukung stakeholder lainnya seperti BMKG untuk meneruskan langkah atau kebijakan yang sudah berjalan baik selama ini.

“Tadi kita sudah berkunjung ke satgas untuk memastikan untuk hotspot jangan sampai menjadi api, dan api jangan sampai menjadi asap, termasuk di area bandara karena bisa mengganggu sistem perekonomian,” tutur Bambang.

Ia menjelaskan, kegiatan monitoring yang dilakukan hari ini yaitu dalam rangka mengedukasi dan mengelola informasi terkait penanganan jika ternampak titik hotspot.

“Sehingga ketika adanya titik api yang muncul diharapkan bisa segera tindakan untuk dipadamkan. Selain edukasi yang kita berikan ada juga sosialisasi dengan membuka lahan tidak dengan cara membakar, dan kalau pun masih menggunakan cara membakar harus disertakan dengan kesiapan memadamkan api sedini mungkin,” kata Bambang.

Ia mengungkapkan, bahwa dengan hasil pertemuan hari ini setidaknya ada dua catatan yang menurutnya penting untuk dijaga bersama, pertama terkait penegakan hukum, dan kedua solusi jangka panjang.

“Kalau misalkan dari sisi penegakan hukum terjadi pelanggaran dari perusahan segera kita ambil langkah hukum dan kalau terjadi di lahan masyarakat segera disadarkan supaya hal itu tidak terjadi kembali,” tutup Bambang. (Jau)

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Comment