Pakar Sebut Tak Ada yang Bisa Intervensi Dokter Soal Kematian Covid-19

KalbarOnline.com – Kementerian Kesehatan melempar isu ingin mengubah definisi kematian akibat Covid-19. Yakni pasien Covid-19 yang meninggal murni karena virus Korona, atau mereka yang disertai komorbid atau penyakit penyerta. Selama ini yang berhak menentukan vonis atau penyebab kematian pasien Covid-19 adalah DPJP atau Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) di rumah sakit.

Pakar Kesehatan dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dr. Hermawan Saputra mengatakan yang memiliki kewenangan atau clinical privilege (hak istimewa) yang menetapkan kematian, adalah DPJP. Dokter mengetahui persis prognosis pasien dari hari ke hari dan bagaimana perkembangan riwayatnya.

“Yang punya kewenangan itu bukan pemerintah, tapi adalah DPJP. Dokter penanggung jawab pelayanan. Jadi jangan sampai pemerintah mengambil alih fungsi DPJP dalam penegakan diagnostik. Itu paling utama, (termasuk keluarga),” tegasnya kepada KalbarOnline.com, Selasa (22/9).

Menurut dr. Hermawan, biarkan DPJP atau dokter di RS yang merawat pasien yang memahami betul prognosis dari pasien tersebut. Dokter akan menyimpulkannya apakah yang bersangkutan meninggal karena penyakit lain, atau termasuk penyakit Covid-19 di dalamnya.

“Misalnya gini, rata-rata orang kalau ditanya, apa sebab kematian seseorang? Misalnya serangan kematian jantung atau gagal napas atau diabetes. Meninggalnya itu karena fisiologis tubuh. Gagal napas misalnya, tapi kenapa gagal napas? Kenapa gagal jantung? Kenapa diabetes? Kenapa gangguan organ? Ya, karena ada Sars-Cov-2,” paparnya.

Baca Juga :  Pecah Rekor Drastis, Sehari Tambah 8.369 Kasus Covid-19

Berdasar itu, lanjutnya, semua rumpun penyakit yang disebabkan oleh virus penyakit di dalam tubuh seseorang, maka dia terkategori Covid-19. Jadi kesimpulannya, seseorang dalam Death with Covid-19 atau Death Cause of Covid-19 tidak terlalu penting untuk dibahas.

“Jadi pandangan saya memang Covid-19 ini adalah penyakit yang karena memang ada virus di dalamnya. Tapi kalau kaitannya dengan kematian, ya virus Korona menambah risiko kematian bagi komorbid,” katanya.

“Ada orang yang meninggal betul karena diabetesnya tanpa ada infeksi Covid-19. Lalu ada orang yang meninggal karena radang paru, gagal napas, pneumonia. Tapi kalau orang yang memang ada riwayat komorbid tetapi terbukti dia punya virus di dalam tubuhnya, maka cause-nya kemungkinan besar karena itu (Covid-19),” tutupnya.

Sebelumnya, dalam keterangan resmi Kemenkes pada 17 September 2020, menyebut adanya redefinisi kematian Covid-19. Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Kesehatan Kementerian Kesehatan, M Subuh saat menghadiri Rapat Koordinasi bersama Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa di Gedung Negara Grahadi Surabaya mengungkapkan pihaknya berupaya melakukan penurunan angka penularan, penurunan angka kematian, dan meningkatkan angka kesembuhan di wilayah Jawa Timur dalam waktu 2 minggu ke depan.

Baca Juga :  Kadiskes Kalbar Tegaskan Vaksinasi Covid Dilakukan Tanpa Paksaan

“Kita harus berusaha dalam 2 minggu ke depan terjadi penurunan angka penularan, peningkatan angka kesembuhan, penurunan angka kematian di 9 provinsi termasuk wilayah Jawa Timur,” kata M Subuh.

Ketiga poin tersebut dapat ditekan terkhusus pada penurunan angka kematian. Subuh menambahkan penurunan angka kematian harus dengan membuat definisi oprasional dengan benar.

“Meninggal karena Covid-19 atau karena adanya penyakit penyerta sesuai dengan panduan dari WHO, dan juga dukungan BPJS Kesehatan dalam pengajuan klaim biaya kematian pasien disertai Covid-19,” lanjut M Subuh.

Sedangkan dalam panduan WHO jelas tertulis soal definisi pada kematian akibat komorbid. Bahwa komorbid yang disebutkan seperti diabetes, gangguan paru, dan penyakit arteri koroner seperti jantung.

“Ada semakin banyak bukti bahwa orang dengan kondisi kronis atau kekebalan yang terganggu sistemnya karena kecacatan memiliki risiko kematian yang lebih tinggi karena Covid-19. Kondisi kronis mungkin penyakit tidak menular seperti penyakit arteri koroner, penyakit paru obstruktif kronik (COPD), dan diabetes atau kecacatan. Jika almarhum memiliki kondisi kronis seperti ini, mereka harus dilaporkan dalam Bagian 2 dari sertifikat medis penyebab kematian,” tegas WHO.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment