Pengamat Nilai Mahfud MD Paling “Berisi” di Debat Kedua Pilpres 2024

KalbarOnline, Nasional – Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 3, Mahfud MD tampil cemerlang di debat kedua pilpres 2024, yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Jumat (22/12/2023).

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai, argumentasi-argumentasi Mahfud dalam debat jauh lebih bernas ketimbang calon-calon lainnya.

“Pak Mahfud tampil lebih menguasai panggung debat dari sisi narasi, pikiran, wawasan, dan kecerdasannya. Kalau dilihat dari itu, dia memenangi panggung debat kali ini,” kata Pangi, Sabtu (23/12/2023).

Debat ketiga itu mempertemukan tiga cawapres, yakni Mahfud MD, Gibran Rakabuming Raka dan Muhaimin Iskandar alias Gus Imin. Tema yang disiapkan KPU ialah ekonomi kerakyatan, ekonomi digital, keuangan, investasi pajak, perdagangan, pengelolaan APBN-APBD, infrastruktur, dan perkotaan.

Berbasis tema, menurut Pangi, Gibran yang paling diuntungkan. Pasalnya, Gibran saat ini masih menjabat sebagai Wali Kota Surakarta. Putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu tentu jauh lebih familiar dengan urusan perkotaan dan pengelolaan APBD.

“Betul-betul debat ini hanya untuk menjadikan panggung bagi Gibran untuk menunjukkan Gibran ini pandai debat, bahwa Gibran itu tidak seperti dibayangkan. Hanya itu saja maksud KPU menyelenggarakan debat ini. Sangat disayangkan jauh dari harapan,” sebut Pangi.

Terkait substansi, Pangi menilai argumentasi-argumentasi Gibran juga kurang berisi. Gibran terlihat jauh lebih sibuk “mendegradasi” kompetitor dengan pertanyaan-pertanyaan jebakan.

Baca Juga :  Kongres AS Sahkan Kemenangan Biden Beberapa Jam usai Serangan Capitol

Dalam salah satu momen debat, misalnya, Gibran memberikan pertanyaan singkat mengenai isu pengelolaan karbon kepada Mahfud. Ia menanyakan soal regulasi carbon capture and storage. Isu itu seharusnya menjadi bagian dari tema debat keempat terkait lingkungan. Mahfud menjawab dengan menguliahi Gibran mengenai tata cara membuat regulasi.

Pada momen lain, Gibran menanyakan pandangan Cak Imin terkait SGIE. Namun, Gibran tak merinci kepanjangan dari SGIE, yakni State of Global Islamic Economy. Meskipun kepanjangannya dalam bahasa Inggris, Gibran melafalkan SGIE menggunakan penuturan bahasa Indonesia. Cak Imin yang kebingungan bahkan harus bertanya ulang kepada Gibran apa istilah SGIE dan membuang waktunya untuk menjawab.

“Semestinya memberikan pertanyaan itu substansi harus jelas, singkatan itu apa, disebutkan. Jadi, bukan terkesan untuk menjatuhkan lawan politik, strategi dengan menyiapkan pertanyaan yang tidak familiar dan tidak dibacakan singkatannya,” ujar Pangi.

Senada, analis politik dari Citra Institute Yusak Farchan menilai, Mahfud MD tampil memukau jika bicara soal substansi debat. Mahfud terutama terlihat sangat fasih ketika bicara soal penegakan hukum untuk kepastian mendongkrak investasi.

Saat membahas pemberantasan korupsi di sektor investasi dan pertumbuhan ekonomi, menurut Yusak, Mahfud juga piawai menyelipkan isu mengenai distribusi keadilan.

Baca Juga :  157.859 Orang Terpapar Covid-19, Jakarta Masih Sumbang Kasus Terbanyak

“Sebagai Menkopolhukam saya kira Pak Mahfud mengerti persoalan dengan baik dan bagaimana solusinya untuk memberikan solusi terhadap permasalahan ekonomi dan investasi. Memang kepastian hukum itu yang cukup penting,” kata Yusak.

Dalam salah satu sesi, Cak Imin menyinggung soal distribusi lahan yang tidak adil. Menurut dia, negara mengeksploitasi lahan yang luas tanpa memperhatikan kebutuhan rakyat akan tanah. Ia menanyakan langkah Mahfud untuk memastikan mayoritas lahan tidak dikuasai segelintir orang.

Mahfud mengakui distribusi lahan saat ini timpang. Ia menjelaskan ketimpangan itu terjadi lantaran penegakan hukum terkait kepemilikan lahan sesuai UU Pokok Agraria tahun 1960 tak pernah serius dijalankan oleh pemerintah.

Pada kesempatan itu, Mahfud juga menceritakan pengalamannya ketika dikritik soal distribusi lahan tertentu oleh masyarakat. Mahfud pun menanyakan daftar-daftar lahan ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ia mendapati banyak lahan dikuasai individu dan perusahaan karena kolusi.

“Oh, ini (izin pengelolaan lahan) dibuat sekian-sekian. Ini tahun sekian, tahun sekian. Saya tahu di mana masalahnya dan siapa yang buat ini. Ini yang harus ditertibkan. Apalagi, sekarang lahan-lahan ini tiba-tiba diduduki orang sampai puluhan tahun, negara diam saja,” ujar Mahfud. (Indri)

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Comment