BKSDA Kalbar Kembali Lepas Liarkan Satu Individu Orang Utan

KalbarOnline, Pontianak – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Kalimantan Barat bersama tim melakukan pelepasliaran 1 (satu) individu orang utan dewasa kembali ke habitatnya, pada Sabtu (15 April 2023).

Orang utan betina yang diperkirakan berusia ± 30 tahun ini merupakan orang utan hasil penyelamatan BKSDA Kalbar Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang bersama LPHD Pemangkat dan Yayasan IAR Indonesia akibat terkena jerat di kawasan hutan Dusun Penyekam Raya, Desa Pemangkat, Kecamatan Simpang Hilir, Kabupaten Kayong Utara pada tanggal 24 Februari 2023 silam.

Kepala BKSDA Kalbar, RM Wiwied Widodo dalam keterangan tertulisnya menyampaikan, bahwa timnya melihat orang utan dalam kondisi lemas dan kesulitan bergerak akibat luka jeratan pada pergelangan tangannya.

Dari situ, tim BKSDA Kalbar kemudian memutuskan untuk melakukan penyelamatan terhadap orang utan tersebut, dengan menitipkan sementara di tempat rehabilitasi Yayasan IAR Indonesia untuk dilakukan perawatan medis.

“Setelah dilakukan perawatan intensif selama lebih kurang 2 bulan di tempat rehabilitasi, kondisi orang utan  menunjukkan perkembangan yang baik dari hari ke hari,” kata Wiwied.

“Luka pergelangan pulih dan tangan bisa digunakan secara normal, di hingga akhirnya siap untuk dilepasliarkan kembali ke habitatnya,” sambungnya.

Baca Juga :  Perjalanan BKSDA Kalbar Selamatkan Bayi Orang Utan

Pelepasliaran kali ini dilakukan oleh BKSDA Kalbar Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang bersama dengan KPH Wilayah Kayong, LPHD Padu Banjar dan didukung oleh Yayasan IAR Indonesia di Kawasan Hutan Desa Nipah Kuning, di mana kawasan ini merupakan kawasan hutan terdekat dengan lokasi awal diselamatkannya orang utan dimaksud.

Kawasan hutan Nipah Kuning dianggap sesuai dengan tipe habitat orang utan karena banyak dijumpai pohon pakan yang masih melimpah. Kawasan ini juga masih dijumpai orang utan liar yang menjadikan hutan Nipah Kuning sebagai tempat hidupnya.

Tim melakukan perjalanan ke lokasi pelepasliaran orang utan. (Foto: BKSDA)
Tim melakukan perjalanan ke lokasi pelepasliaran orang utan. (Foto: BKSDA)

Selain dilihat dari kesesuaian tipe habitat bagi orangutan, lanjut Wiwied, kawasan hutan Nipah Kuning juga dianggap aman dari berbagai macam gangguan karena lokasinya jauh dari aktivitas manusia.

Perjalanan menuju kawasan hutan Nipah Kuning tepatnya di lokasi pelepasliaran menggunakan 2 (dua) tipe transportasi yaitu darat dan air. Perjalanan darat menggunakan kendaraan roda 4 (empat) ditempuh selama ± 4 (empat) jam, sampai di Desa Padu Banjar, Kecamatan Simpang Hilir, Kabupaten Kayong Utara. Desa ini merupakan desa terdekat dengan lokasi pelepasliaran.

Perjalanan kemudian dilanjutkan menggunakan perahu selama ± 4 (empat) jam, hal ini karena akses menuju lokasi pelepasliaran harus melewati sungai. Walaupun membutuhkan waktu yang relatif lama untuk sampai lokasi pelepasliaran, selama di perjalanan tim terus mengawasi dan memantau kondisi orang utan untuk memastikan kondisinya dalam keadaan baik serta menghindari terjadinya stres.

Baca Juga :  Kadin Ajak Para Investor yang Hadir di BIMP-EAGA untuk Berinvestasi di IKN

Sampai di lokasi pelepasliaran, tim terlebih dahulu melakukan pengecekan kondisi orang utan sebelum dilakukannya pelepasliaran. Ini ditujukan untuk memastikan kondisi orang utan dalam keadaan baik, sehat dan layak untuk dilepasliarkan.

Setelah kondisi orang utan dipastikan siap untuk dilepasliarkan, tim langsung melakukan pelepasliaran orang utan tersebut ke habitat barunya. Sebelum meninggalkan lokasi pelepasliaran, tim melakukan pemantauan terhadap orangutan untuk mengetahui kondisi pasca pelepasliaran.

Dari hasil pemantauan tim BKSDA Kalbar Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang, diketahui bahwa orang utan mampu beradaptasi dengan habitat barunya. Kondisi ini ditunjukkan dari perilaku orang utan yang langsung beraktivitas makan daun dari pohon yang ada di kawasan Hutan Nipah Kuning.

“Dengan dilakukan pelepasliaran orang utan ini kita dapat belajar bahwa sudah saatnya kita harus mulai hidup berdampingan dengan makhluk hidup khususnya satwa liar. Karena bagaimanapun, satwa liar juga memerlukan rumah sebagai tempat tinggal yang aman tanpa adanya gangguan,” terang Wiwied. (Jau)

Sumber: KLHK Jakarta/BKSDA Provinsi Kalbar.

Comment