Aliansi Mahasiswa Ampera Kalbar Sebut Gubernur Sutarmidji Inkonsisten Soal Omnibus Law

Aliansi Mahasiswa Ampera Kalbar Sebut Gubernur Sutarmidji Inkonsisten Soal Omnibus Law

KalbarOnline, Pontianak – Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa untuk Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera) Kalbar kembali menggelar aksi tolak Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja, di depan Kantor Gubernur Kalbar, Selasa (10/11/2020). Mereka menuntut keberpihakan Gubernur Kalbar, Sutarmidji yang dinilai inkonsisten. Namun setibanya di depan Kantor Gubernur, mereka mendapati informasi bahwa Gubernur sedang tidak di tempat. Lantas mereka menuju ke Pendopo Gubernur, tempat Gubernur Sutarmidji dikabarkan berada.

“Kami menagih statement Pak Gubernur yang pertama. Di mana pada aksi tanggal 9 Oktober, Gubernur Kalbar sudah mengeluarkan statement bahkan bersurat secara resmi kepada Presiden menolak Omnibus Law secara kelembagaan, yaitu Gubernur Kalbar menolak adanya Omnibus Law. Tapi kemudian selanjutnya Pak Gubernur mengeluarkan statement bahwa Omnibus Law cocok untuk diterapkan di Kalbar, artinya tidak ada konsitensi dari Pak Gubernur,” ujar Jero Hariono, Korlap Aliansi Mahasiswa Ampera Kalbar kepada wartawan.

Namun sayang, pada saat mereka tiba di lokasi aksi sekitar pukul 09.30 WIB, Gubernur Sutarmidji dikabarkan sedang tidak di tempat, melainkan di Pendopo Gubernur Kalbar.

“Setelah itu kami datangi juga Pendopo Gubernur, ternyata Pak Gubernur tidak ada. Kami merasa dibohongi, padahal kami melaksanakan aksi damai, tapi keberadaan Pak Gubernur selalu dirahasiakan,” tegasnya.

“Jujur, tujuan kami adalah Gubernur, dan pada hari ini Gubernur tidak bisa menemui kami, jujur kami dari mahasiswa yang ingin menyampaikan aspirasi saja sangat kecewa,” timpalnya.

Sedikitnya ada tiga tuntutan yang disampaikan aliansi mahasiswa Ampera dalam aksi kali ini yakni menolak diberlakukannya Undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Indonesia. Kemudian menuntut Gubernur Kalbar untuk menolak dan menentang diberlakukannya Undang-undang 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Kalbar serta menuntut Gubernur agar membuka ruang selebar-lebarnya untuk mengkritisi segala Undang-undang termasuk Omnibus Law.

Baca Juga :  Edi Optimis Pembangunan Jalan Paralel Sungai Jawi Berjalan Lancar

Jero menegaskan bahwa pihaknya sebagai bagian dari mahasiswa, pemuda dan rakyat berkomitmen untuk menolak Omnibus Law. Untuk itu, ia memastikan akan ada eskalasi perjuangan berikutnya untuk menolak Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja ini.

“Kami akan melakukan diskusi terlebih dahulu dengan massa aksi yang tergabung dalam aliansi dan sebagainya, kita akan melaksanakan aksi selanjutnya, bagaimana pun caranya kita akan lakukan perjuangan eskalasi aksi ini selanjutnya, karena ini bentuk kekecewaan dan keresahan kita,” tegasnya.

Sebelumnya dalam aksi demo yang dilakukan aliansi mahasiswa Ampera Kalbar di depan Kantor Gubernur Kalbar pada 9 Oktober 2020 lalu, Gubernur Sutarmidji menyatakan menolak diberlakukannya Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja dan meminta Presiden mengeluarkan Perppu untuk mencabut UU Omnibus Law Cipta Kerja.

“Saya Gubernur Provinsi Kalimantan Barat, bersama elemen masyarakat Kalbar, BEM (badan ekesekutif mahasiswa) se-Kalbar serta para organisasi pekerja dengan ini menyatakan menolak untuk diberlakukannya UU Cipta Kerja Omnibus Law dan meminta Presiden mengeluarkan Perpu untuk pencabutan UU Omnibus Law Cipta Kerja,” ujar Sutarmidji di hadapan massa, pada 9 Oktober lalu.

Bahkan di hadapan massa, Midji mengaku bahwa dirinya telah mengikuti rapat koordinasi secara tertutup yang dilangsungkan secara virtual bersama Presiden, Wakil Presiden, Menteri terkait dan Gubernur seluruh Indonesia. Di mana dalam rapat tersebut, Midji merupakan satu di antara lima Gubernur yang diberikan kesempatan berbicara untuk menyampaikan aspirasi masyarakat Kalbar.

Baca Juga :  Sutarmidji Harap Anggota Paskibra Kalbar Jadi Pemersatu Keberagaman

“Dalam kesempatan itu saya sampaikan bahwa berdasarkan aspirasi yang ada di masyarakat, BEM se-Kalbar dan elemen buruh atau pekerja, karena Undang-undang ini sudah disahkan, maka pilihannya ada dua menurut aturan. Yaitu judicial review atau (menerbitkan.red) Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang). Aspirasi yang berkembang di Kalimantan Barat adalah pilihan Perppu. Dan saya sampaikan kepada Presiden, aspirasi itu akan saya sampaikan dalam bentuk surat dan Presiden siap menerima surat itu. Itu yang sudah saya sampaikan, jadi aspirasi mahasiswa sudah saya sampaikan,” tegasnya.

Namun belakangan Gubernur menunjukkan sikap berbeda. Di mana pada saat apel peringatan Hari Jadi Pontianak ke-249 di Kantor Wali Kota Pontianak, Midji menyebut Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja sangat bagus jika diberlakukan di Kota Pontianak sebagai kota jasa dan perdagangan.

“Pontianak, sebagai kota jasa dan perdagangan harus betul-betul mencermati Omnibus Law, apa langkah yang harus diambil. Sebenarnya kalau kota jasa dan perdagangan, Omnibus Law bagus, bagus benar,” ujar Midji saat diwawancarai usai apel Harjad Pontianak ke-249, Jumat (23/10/2020).

Pernyataan itu disampaikan Midji dengan beragam alasan. Di mana, kata Midji, di dalam Omnibus Law ada satu percepatan-percepatan yang harus dimanfaatkan Kota Pontianak.

“Karena di situ ada kemudahan berusaha, kemudahan berinvestasi, kemudahan orang untuk membuat badan hukum usaha, kemudian tidak ada batasan modal minimal dan sebagainya, semuanya bagus. Ada percepatan-percepatan, sekarang siap tidak kita melakukan percepatan itu dan siap tidak kita berinovasi untuk mengambil satu nilai tambah bagi kota ini dari percepatan-percepatan itu, kalau percepatan itu hanya kita tonton saja dan hanya lewat saja, kita rugi,” tandasnya.

Comment