KPK Bakal Cermati Anggaran Pemerintah untuk Influencer

KalbarOnline.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bakal mengawasi anggaran pemerintah yang dikucurkan untuk influencer media sosial. KPK akan mendalami terlebih dahulu mengenai kebenaran atas anggaran untuk influencer tersebut.

“Kita sedang cermati ada tidaknya kebenaran tersedianya anggaran itu,” kata Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango saat dikonfirmasi, Senin (24/8).

  • Baca juga: Dana Influencer dan Dana Riset Covid-19 Tak Bisa Dibandingkan

Pimpinan KPK berlatar belakang hakim ini menyampaikan, sebagai lembaga antikorupsi, KPK berkewajiban mencermati setiap isu pemberantasan korupsi yang menjadi pembicaraan publik. Termasuk mengenai adanya keuangan negara untuk influencer.

Hanya saja, Nawawi berujar kerja KPK dalam mengawasi isu tersebut tidak disampaikan secara terbuka. Sebab, KPK memiliki kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Baca Juga :  Fenomena LGBT di Lingkungan TNI – Polri Makin Marak, ini Kata DPR

“Tentu saja cara kerja KPK menyikapi informasi tersebut tidak harus disampaikan secara terbuka,” pungkasnya.

Indonesia Coruption Watch (ICW) sebelumnya mengungkapkan, pemerintah telah menghabiskan Rp 90,45 miliar untuk aktivitas digital yang melibatkan jasa influencer. Hal ini diketahui berdasarkan hasil penelusuran ICW pada situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) sejumlah kementerian dan lembaga pada periode 2014-2018.

“Total anggaran belanja pemerintah pusat untuk aktivitas yang melibatkan influencer mencapai Rp 90,45 miliar,” kata peneliti ICW, Egi Primayogha dalam diskusi daring, Kamis (20/8).

Baca Juga :  Gonta-ganti Pelatih, AC Milan Dikritik Pemain Sendiri

Egi menyampaikan, terdapat 34 kementerian, 5 lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK), serta dua institusi penegak hukum yakni Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung yang ditelusuri. Menurutnya, pengadaan untuk aktivitas yang melibatkan influencer baru muncul pada 2017 dan terus berkembang hingga 2020 dengan total paket pengadaan sebanyak 40 sejak 2017-2020.

“Pada 2014, 2015 dan 2016 kami tidak menemukan kata kunci itu. Mulai ada penggunaannya pada 2017, hingga akhirnya meningkat pada tahun berikutnya,” tutup Egi.

Comment