Gunduli Puluhan Hektare Hutan Kalbar, PT Mayawana Persada Dituding Tak Kantongi Sertifikat FSC

KalbarOnline, Ketapang – Organisasi kampanye lingkungan, Satya Bumi, menuding bahwa satu dari empat usaha perkayuan yang dijalankan oleh Alas Kusuma Group tidak memiliki sertifikat Forest Stewardship Council (FSC).

Perusahan yang dimaksud yakni PT Mayawana Persada, yang beroperasi di Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara, Provinsi Kalbar.

Direktur Eksekutif Satya Bumi, Andi Muttaqien menjelaskan, sertifikasi FSC adalah skema sukarela dalam industri perkayuan yang bertujuan untuk memastikan bahwa kayu bersumber secara berkelanjutan di seluruh rantai pasokan.

FSC lanjut dia, mengeluarkan tiga jenis sertifikasi, yang masing-masing disesuaikan dengan berbagai tahapan produksi kayu.

“PT Mayawana Persada tidak memiliki sertifikasi FSC itu,” kata dia.

Bahkan berdasarkan penelusuran Satya Bumi, PT Mayawana Persada telah menebangi sekitar kurang lebih 20 ribu hektare hutan sepanjang 2016 hingga 2022. Tak hanya itu, selama Januari dan Agustus 2023 saja, lanjut Andi, PT Mayawana Persada telah menebangi 14 ribu hektare hutan.

“Pada Oktober 2023, mereka membuka hutan tambahan seluas 2.567 hektare. Dengan demikian, sejak 2016, PT Mayawana Persada telah menebangi hutan seluas lebih dari 35 ribu hektar,” bebernya.

Andi mengungkapkan, pada tahun 2016, lebih dari separuh wilayah konsesi PT Mayawana Persada yang membentang dari Kabupaten Ketapang hingga Kabupaten Kayong Utara itu masih tertutup hutan. Namun setelah dirambah, kini lahan yang seharusnya menjadi bagian penting bagi habitat orang utan itu menjadi kritis.

Andi juga menyatakan, kalau antara tahun 2016 hingga 2022 itu, terdapat peningkatan signifikan dalam deforestasi, yang sebagian besar terjadi di habitat orang utan dan lahan gambut. Bahkan di tahun 2022, deforestasi di dalam areal kerja PT Mayawana Persada meningkat hingga empat kali lipat dari tahun 2021.

Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalbar, Nikodemus Alle mengatakan, kalau pihaknya juga sudah melakukan monitoring langsung di konsesi PT Mayawana Persada di lima lokasi yang terindikasi terjadi pembukaan lahan.

Baca Juga :  Lagi Sakit Gigi, Pria Ini Bacok Istrinya Hingga Tewas Karena Risih Tak Mau Berhenti Bernyanyi

Ia menerangkan, lima titik pemantauan itu secara administrasi berada di Desa Sungai Sepeti, Durian Sebatang dan Banyu Abang, Kecamatan Seponti, Kabupaten Kayong Utara.

“Berdasarkan peta kawasan hidrologis gambut (KHG), konsesi PT Mayawana Persada berada pada KHG Sungai Durian – Sungai Kualan,” kata Nikodemus, saat menjadi pemateri media briefing dengan tema “Ugal-ugalan Ekspansi Hutan Tanaman Industri di Kalimantan Barat”, di Hotel Aston, Senin (11/12/2023). 

Dia menjelaskan, KHG tersebut memiliki indikatif fungsi lindung ekosistem gambut dan indikatif fungsi budidaya ekosistem gambut. Pada kelima lokasi pemantauan, kesemuanya berada pada ekosistem gambut dengan fungsi lindung.

“Temuan kami menunjukkan bahwa telah terjadi pembukaan lahan yang sebelumnya memiliki tegakan kayu alam. Selain terjadi pembukaan hutan, temuan lapangan juga memperlihatkan adanya pembukaan lahan gambut berupa pembuatan kanal-kanal (drainase),” terangnya.

Nikodemus menyatakan, temuan lapangan mereka menunjukan, kalau kegiatan pembabatan hutan alam masih berlangsung. Alat-alat berat (excavator) terus menebangi kayu alam dan ditemukannya tumpukan kayu tebangan yang disusun sepanjang kanal.

Nikodemus juga mengungkapkan, dalam laporan kajian organisasi lingkungan hidup, World Resources Institute, setiap hektar gambut tropis yang dikeringkan untuk pengembangan perkebunan mengeluarkan rata-rata 55 metrik ton C02 setiap tahun, kurang lebih setara dengan membakar lebih dari enam ribu galon bensin.

“Jika perusahaan PT Mayawana Persada membuka dan mengeringkan lahan gambut selama periode 2022 – Oktober 2023 seluas 14.505 hektar, ini sama artinya mengeluarkan 797.775 metrik ton CO2 atau setara dengan 8.703.0000 galon bensin yang terbakar,” jelas Nikodemus.

“Sungguh sebuah angka yang menakutkan dan mengancam keberlanjutan dan keselamatan bumi,” katanya lagi.

Sementara itu, Ketua Lingkaran Advokasi dan Riset Borneo, Ahmad Syukri mengatakan, bahwa keseluruhan wilayah yang ditetapkan sebagai konsesi PT Mayawana Persada adalah wilayah pedesaan yang menjadi tempat hidup dan lingkungan hidup masyarakat adat dan petani skala kecil di pedesaan.

“Dari investigasi yang kami lakukan di kawasan konsesi PT Mayawana Persada, kebun warga seperti sawit, karet, durian, cempedak, jengkol dan kayu-kayu berkualitas bahkan ladang padi milik masyarakat digusur paksa dan dirampas kepemilikannya,” kata Syukri.

Baca Juga :  Walhi Kalbar Desak Kapolri dan Komnas HAM Usut Tuntas Kasus Penembakan Warga Sipil oleh Brimob di Ketapang

Dirinya mengungkapkan, selain kebun masyarakat yang digusur, kuburan, sumber air, situs adat pun tidak luput dari dari kerusakan. Syukri menyebut, semua tindakan itu dilakukan dengan cara memaksa dengan mengintimidasi, adu domba, teror bahkan kriminalisasi.

Syukri menyatakan, bahwa sebenarnya PT Mayawana Persada telah berulang kali berbuat kesalahan dan dikenai sanksi adat, namun pihak perusahaan tidak melaksanakannya dan diduga malah mempermainkan hukum adat. Selain itu, perusahaan dikabarkan juga membakar pondok lumbung padi, perusahaan menahan anak patih adat karena mencabut akasia yang ditanam di atas tanahnya.

“Bahkan perusahaan melakukan kriminalisasi terhadap warga dengan melaporkan tiga orang tokoh masyarakat Kualan Hilir yang memperjuangkan hak masyarakat adat,” ungkap Syukri.

Ia mengatakan, dari pendalaman yang dilakukan pihaknya, membuktikan bahwa PT Mayawana Persada telah secara nyata mengabaikan fakta bahwa tanah dan wilayah yang menjadi areal izin berusaha perusahaan merupakan wilayah, tanah, dan hutan yang telah dikuasai dan dimanfaatkan oleh masyarakat adat secara turun-temurun sebagai tempat hidup dan sumber penghidupan masyarakat.

Terpisah, Made selaku Humas PT Mayawana Persada di Jakarta yang dikonfirmasi terkait temuan di atas tidak berkenan memberikan komentar.

Melalui pesan chat WhatsApp, Made menyampaikan, bahwa akan ada perwakilan mereka di Pontianak yang akan menjelaskan perihal tudingan tersebut.

Berdasarkan arahan tersebut, awak media kemudian bertemu dengan salah seorang perwakilan PT Mayawana Persada, namun yang bersangkutan juga tidak  berkenan memberikan jawaban.

“Terkait pertanyaan-pertanyaan kawan-kawan, nanti akan saya sampaikan kepada pejabat di perusahaan yang memiliki kewenangan untuk memberikan jawaban,” kata perwakilan PT Mayawana Persada.

“Kalau bisa saya minta jangan dulu diterbitkan sebelum kami memberikan keterangan,” timpalnya. (Tim)

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Comment