Maklumat Terkait Larangan Konten FPI Tuai Polemik, Begini Penjelasan Polri

KalbarOnline.com – Maklumat Kapolri berkenaan dengan pelarangan aktivitas Front Pembela Islam (FPI) berisi beberapa hal. Antara lain, Maklumat Kapolri juga berisi ancaman bagi siapapun yang melanggarnya.

Adapun fokus dari Maklumat Kapolri tersebut yaitu agar masyarakat tidak terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung serta memfasilitasi kegiatan serta menggunakan simbol dan atribut FPI.

“Masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial,” tulis poin 2(d) dalam Maklumat yang ditandatangani oleh Kapolri Jenderal Pol Idham Aziz pada Jumat (1/1/2021).

Kapolri pun meminta masyarakat segera melaporkan kepada aparat keamanan yang berwenang apabila menemukan kegiatan, simbol, dan atribut FPI serta tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum.

Selain itu, juga mengedepankan Satpol PP dengan didukung sepenuhnya oleh TNI–Polri untuk melakukan penertiban di lokasi-lokasi yang terpasang spanduk atau banner, atribut, pamflet, dan hal lainnya terkait FPI.

“Bahwa apabila ditemukan perbuatan yang bertentangan dengan maklumat ini, maka setiap anggota Polri wajib melakukan tindakan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ataupun diskresi Kepolisian,” sambungnya.

Maklumat Kapolri dengan nomor: Mak/1/I/2021 tersebut tentang kepatuhan terhadap larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI.

Sementara itu, Maklumat Kapolri ini dilakukan berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Nomor: 220-4780 Tahun 2020; M.HH 14.HH.05.05 Tahun 2020; 690 Tahun 2020; 264 Tahun 2020; KB/3/XII/2020; 320 Tahun 2020 tanggal 30 Desember 2020 tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam.

Baca Juga :  Rapid Test Corona Bakal Dilakukan Berbasis Wilayah

Respon Polri

Polri angkat bicara soal desakan Komunitas Pers yang meminta Kapolri Jenderal Idham Azis mencabut pasal 2d dalam maklumatnya tentang penyebarluasan ‘konten FPI’. Polri menyebut selama tidak mengandung berita bohong dan gangguan kamtibmas, pemberitaan soal FPI tidak dipermasalahkan.

“Hal tersebut telah disampaikan oleh Kadiv Humas Polri selama tidak mengandung berita bohong, gangguan kamtibmas, mengadu domba, ataupun perpecahan dan SARA, tidak dipermasalahkan,” kata Kabagpenum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan lewat keterangannya, Minggu (3/1/2021).

“Namun jika mengandung hal tersebut, tentunya tidak diperbolehkan apalagi sampai mengakses, mengupload, menyebarkan kembali sesuatu yang dilarang ataupun yang ada tindak pidananya karena dapat dikenakan UU ITE,” tambahnya.

Ramadhan menjelaskan soal maksud konten FPI yang dilarang. Menurutnya, konten yang dilarang adalah yang memuat provokasi, penghasutan, dan penyebaran hoax yang berpotensi mengganggu keamanan.

“Yang dimaksud konten yang dilarang adalah narasi-narasi di media sosial yang isinya membuat provokasi, menghasut, dan berita-berita bohong atau hoax yang meresahkan masyarakat sehingga berpotensi mengganggu kamtibmas,” jelasnya.

Baca Juga :  Usai Pengambilan Nomor Urut, Beredar Foto Enos Bersama Meilinda

Mengamputasi Pers

Tokoh pers nasional yang juga Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Ilham Bintang mengatakan, secara legalistik formal, Konstitusi jauh lebih tinggi derajatnya dibandingkan Maklumat Kapolri.

Maklumat Kapolri nomor Mak 1/I/2021 yang ditandatangani Kapolri Jenderal Idham Aziz, Jumat (1/1/2021), melarang masyarakat mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait  FPI.

Berbagai organisasi pers seperti Dewan Pers, PWI, AJI, IJTI, AMSI dan JMSI telah menyampaikan keberatan terhadap Maklumat Kapolri itu. “Masyarakat Pers tidak boleh hanya terganggu hanya pada waktu kebebasannya terganggu, tetapi juga mestinya menyuarakan juga perlindungan hak konstitusi kelompok masyarakat lain,” ujar Ilham Bintang lagi.

Ilham Bintang kemudian mengingatkan perusahaan media siber yang tergabung dalam berbagai organisasi seperi AMSI dan JMSI untuk melaksanakan fungsi kontrol terhadap penyelenggaraan negara, sesuai fungsi kemitraan yang dikembangkan selama ini.

“Jangan ada keraguan sedikit pun untuk melakukan investigasi terhadap suatu peristiwa demi kepentingan publik. Khususnya terkait keputusan pembubaran FPI,” ujar pemilik Cek N Ricek ini.

Di sisi lain, Ilham Bintang juga mengkritisi istilah “diskresi Kepolisian” yang juga digunakan di dalam Maklumat itu.

Istilah ini memiliki kelemahan karena diskresi adalah pengambilan keputusan berdasarkan penilaian subyektif.

“Padahal dalam konteks penegakan hukum , keputusan bersalah atau tidak, harus berdasarkan keputusan pengadilan. Selama belum menjadi keputusan pengadilan, maka berlaku azas praduga tidak bersalah,” demikian Ilham Bintang.

Comment