Lebih dari 1000 Peneliti China Melarikan Diri dari AS, Aksi Spionase Terbongkar?

KalbarOnline.com – Kepala Divisi Keamanan Nasional Departemen Kehakiman AS, John Demers mengatakan lebih dari 1.000 peneliti China telah meninggalkan Amerika Serikat. Dugaan sementara, eksodus besar-besaran itu karena aksi spionase yang mereka lakukan selama ini terbongkar setelah FBI turun tangan menyelidiki hal ini.

Menurut informasi pejabat keamanan AS yang disampaikan Rabu, (2/12/2020, bahwa agen-agen China ini menargetkan pemerintahan Biden nantinya. Mereka ini adalah kelompok berbeda dari yang disebutkan oleh Departemen Luar Negeri pada bulan September lalu.

Dimana pada saat itu dikatakan Amerika Serikat telah mencabut visa untuk lebih dari 1.000 warga negara China di bawah keputusan Presiden Donald Trump, yang menolak masuknya siswa dan peneliti yang dianggap berisiko terhadap keamanan.

Sementara pada bulan Juli, Departemen Kehakiman mengumumkan dakwaan terhadap enam orang China yang dituduh menyembunyikan hubungan mereka dengan militer China. Seseorang mencoba melarikan diri dari penangkapan dengan mencari perlindungan di Konsulat China di San Francisco.

Seorang peneliti yang ditangkap mengaku diperintahkan untuk mempelajari tata letak yang tepat dari laboratorium medis untuk mereplikasinya di China, kata agen federal. Motif lainnya juga mencuri perangkat lunak yang telah dikembangkan oleh penasihatnya di Universitas Virginia selama dua dekade.

Penangkapan itu, ditambah dengan penutupan Konsulat China di Houston pada Juli, yang menurut para pejabat AS berfungsi sebagai simpul komando dan kendali untuk mengarahkan operasi mata-mata, mengirim sinyal ke Beijing.

Baca Juga :  Waduh…Pemuda Desa di Pinrang Nyaris Diperkosa Pria di Lorong Sempit

“Mereka mengizinkan kami untuk mengirim pesan kepada pemerintah China: Jika Anda akan mengirim individu ke sini, Anda harus melakukannya dengan jujur dan Anda tidak dapat menyembunyikan afiliasi mereka dengan pemerintah China dan militer China,” kata Asisten Jaksa Agung, John Demers, yang mengungkapkan angka 1.000-plus di Aspen Cyber Summit pada Rabu, 2 Desember 2020.

Para peneliti yang dimaksud Demers, kata pejabat keamanan AS itu, yakni mereka yang diyakini pihak berwenang AS berafiliasi dengan Tentara Pembebasan Rakyat China, melarikan diri dari Amerika Serikat setelah FBI melakukan wawancara di lebih dari 20 kota dan Departemen Luar Negeri menutup konsulat China di Houston pada Juli.

Kepala cabang kontra-intelijen dari kantor Direktur Intelijen Nasional AS, William Evanina mengatakan pada peristiwa yang sama bahwa agen China telah menargetkan personel dari pemerintahan Presiden terpilih Joe Biden yang akan datang, serta “orang-orang yang dekat” dengan Tim Biden. Namun dia tidak menjelaskan lebih lanjut terkait hal ini.

Sementara tim transisi Presiden Joe Biden menolak berkomentar. Tim kampanyenya mengatakan selama musim panas bahwa pihaknya mengharapkan serangan dunia maya dan bersiap untuk menghadapinya.

Evanina mengatakan peneliti China di Amerika Serikat yang berada di bawah pengawasan badan-badan AS “semua datang ke AS atas perintah pemerintah China”.

Sementara menurut James Mulvenon, seorang ahli spionase China yang meneliti sejauh mana infiltrasi China di lembaga penelitian AS, mengatakan FBI sejak Juni telah mewawancarai 50 hingga 60 peneliti di 30 kota yang diyakini berafiliasi dengan militer China.

Baca Juga :  Berantas Tindak Pencucian Uang, Pemerintah Eratkan Sinergi dan Koordinasi

Setelah pemerintah China mengetahui minat FBI pada individu-individu ini, diplomat China dengan cepat memperingatkan para peneliti China tentang penyelidikan FBI dan mendesak mereka untuk membersihkan perangkat elektronik dan percakapan di media sosial mereka.

Tindakan semacam itu membuat FBI curiga bahwa skala aktivitas China lebih besar dari perkiraan semula.

“Kemudian terjadi penangkapan, penutupan konsulat dan pemanggilan duta besar Tiongkok. Duta besar, Cui Tiankai, tercengang,” kata pejabat itu.

Mulvenon tidak terlalu yakin ada 1.000 peneliti aktif yang terkait dengan militer China di Amerika Serikat, tapi mungkin saja banyak peneliti yang berafiliasi dengan lembaga negara dan universitas di China, tapi itu lebih karena mereka khawatir akan kehilangan beasiswa.

Holden Triplett, mantan atase hukum FBI di Beijing, mengatakan keanggotaan aktif PLA bukanlah poin terpenting.

“Para pelajar atau peneliti ini semuanya rentan terhadap eksploitasi oleh pemerintah, berafiliasi dengan PLA atau tidak,” katanya. “Apakah mereka datang ke sini dengan maksud untuk memata-matai atau tidak, mereka dapat ditekan untuk melakukannya,” katanya.

Tiongkok menolak berkomentar lebih jauh soal tuduhan AS. Mereka menggambarkan langkah tersebut sebagai persekusi politik “telanjang” dan diskriminasi rasial yang melanggar hak asasi manusia. [ind]

Sumber: south china morning post dan Washington Post

Comment