Vandalisme Saat Aksi Tolak UU Cipta Kerja Bukan Dilakukan Mahasiswa

KalbarOnline.com – Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, vandalisme dan aksi perusakan yang terjadi pada aksi Tolak UU Cipta Kerja bukan dilakukan oleh mahasiswa pada Kamis (8/10) di sekitar Jakarta Pusat.  Ia juga berharap, dalam melakukan aksi unjuk rasa mahasiswa agar tidak tertunggangi oleh pihak-pihak tertentu.

“Dalam beberapa hari ini ada kegiatan dari adik-adik kita, mahasiswa, yang bergerak di jalan. Kami melihat bahwa persoalan ini agar tidak tertunggangi dan tidak berubah menjadi aksi yang sifatnya anarkis. Kita juga berharap adik-adik kita dapat diberikan sosialisasi secara baik (UU Cipta kerja), bahwa ini adalah harapan bangsa ke depan, bagi adik-adik mahasiswa,” kata Airlangga dalam keterangan tertulis yang diterima KalbarOnline.com, Jumat (9/10).

Baca Juga :  Kembalikan Uang Rakyat, Pangeran Harry Resmi Mandiri Finansial

Selama ini di media sosial, Airlangga melihat ada banyak informasi tidak benar yang tersebar luas ke masyarakat. Banyak hal terkait hoax yang juga dikembangkan di masyarakat terhadap RUU Cipta Kerja, maka Airlangga berharap bahwa hoax ini bisa diperbaiki.

  • Baca Juga: Fahri Hamzah: RUU Cipta Kerja Ditolak Karena Dibahas Tak Terbuka

“Tentu kita ingin melihat kegiatan demo itu murni. Jika kegiatan unjuk rasa itu murni maka tidak ada vandalisme. Nah kegiatan vandalisme itu saya yakin bukan oleh tokoh-tokoh mahasiswa. Ini menjadi peringatan agar jangan ada yang menunggangi,” ungkapnya.

Airlangga juga menyatakan jika pemerintah menginginkan situasi yang kondusif, terutama dalam masa pandemi Covid-19 ini.

Baca Juga :  Berikan Insentif PPDS, Terawan: Ini Program Bapak Presiden

“Kita tidak ingin ada klaster baru (Covid-19) dari kegiatan massal atau unjuk rasa,” kata Airlangga.

Diketahui, Perihal RUU Cipta Kerja yang disahkan pada Senin (5/10/2020), Airlangga menyatakan itu adalah sebuah proses pembentukan hukum. Di dalam pembahasan atau pun persetujuan undang-undang, wajar jika ada yang setuju dan ada yang tidak setuju. Dan apabila ada proses lain yang bisa ditempuh yaitu proses judicial review.

“Judicial review ini dijamin oleh Undang-Undang sehingga itu bisa diproses melalui Mahkamah konstitusi, sehingga kita tidak perlu  untuk saling memaksakan pendapat apalagi ini sudah berproses di DPR,” pungkasnya.

Comment