Rumah Adat Melayu di Pontianak akan Dilengkapi Museum

KalbarOnline, Pontianak – Chairil Effendy kembali terpilih sebagai Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Provinsi Kalimantan Barat untuk periode 2023 – 2028.

Ia mengucapkan terima kasih kepada Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Barat yang telah membantu MABM dan membantu dalam pembangunan Rumah Melayu yang ada di Kalbar.

“Saya juga berterima kasih kepada semua pihak yang selalu melibatkan dan menggandeng MABM Kalbar untuk melakukan hal baik dalam pembangunan Kalbar dan nasional,” ucapnya.

Hal itu disampaikan Chairil dalam acara Pengukuhan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat (DPP MABM KB) periode 2023 – 2028, di Pendopo Gubernur Kalimantan Barat, Minggu (13/08/2023) malam.

Baca Juga :  Wali Kota Edi Kamtono: Pers Jembatan Komunikasi Masyarakat dengan Pemerintah

Terkait pembangunan Rumah Melayu yang ada di Kalbar, Chairil menerangkan akan dilengkapi dengan museum.

“Rumah Melayu yang ada di Pontianak ini kita akan lengkapi dengan museum, tapi kan tentu tidak hanya di Rumah Melayu yang ada di Pontianak saja, tapi juga di daerah lain,” terangnya.

Saat ini, beberapa kabupaten kota yang sudah memiliki Rumah Adat Melayu adalah Kapuas Hulu, Sintang, Sanggau, Landak, Mempawah, Singkawang dan Sambas. Sementara Sekadau dan Melawi masih dalam proses pembangunan.

“Kita berharap nanti kedepannya juga di Ketapang dan Kayong Utara dibangun. Di Pontianak ini juga belum ada, yang ini kan punya provinsi. Jadi kita sedang melobi pemerintah dan pihak lainnya agar pembangunan Rumah Melayu itu bisa lebih banyak lagi,” ujarnya.

Baca Juga :  Pj Sekda Kalbar Pastikan Ketersediaan Bahan Pokok Jelang Nataru Tercukupi

Chairil menyebut, Rumah Melayu terbuka untuk siapa saja yang ingin beraktivitas. Namun, khusus bagian balairung sari yang biasa dijadikan tempat resepsi pernikahan, ada ketentuan tertentu.

“Rumah Melayu ada aktivitas latihan silat, latihan tari, restoran juga ada di situ. Terbuka untuk komunitas Melayu untuk memanfaatkannya, namun ada ketentuan-ketentuan tertentu. Khusus yang di balairung sari itu kan karena ada penggunaan air, listrik dan sebagainya, tentu harus ada kontribusi, tidak mungkin gratis semuanya,” tukasnya. (Indri)

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Comment