Sutarmidji Sebut Ada Dua Kemungkinan Soal 69 PMI yang Positif Covid

Sutarmidji Sebut Ada Dua Kemungkinan Soal 69 PMI yang Positif Covid

KalbarOnline, Pontianak – Spekulasi terhadap 69 Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang positif Covid-19 terus bergulir. Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji menduga mereka terjangkit baru-baru ini meski hasil pemeriksaan mereka yang dikeluarkan oleh Pegawai Perubatan Klinik Kesehatan Batu Kawah dua bulan lalu negatif.

Namun Midji mengaku pihaknya belum melakukan investigasi lebih jauh terhadap temuan tersebut.

“Ada dua, mungkin benar ketika mereka (Klinik Kesehatan Batu Kawah) mengeluarkan hasil swab-nya, negatif. Tapi dalam masa tunggu dua bulan itu, 69 orang ini terjangkit. Atau bisa juga, apakah yang bersangkutan (PMI) di-swab atau tidak, tapi saya belum investigasi. Tapi faktanya, ini (mereka positif), hasil swab-nya itu, per tanggal 12 Maret yang positif itu dengan viral load, ada yang jutaan, sampai ratusan juta,” ujar Sutarmidji kepada wartawan, Senin (15/3/2021).

Seperti diketahui, ada sebanyak 77 Pekerja Migran Indonesia (PMI) dideportasi Malaysia melalui PLBN Entikong pada 11 Maret lalu. Setibanya di Indonesia, para PMI tersebut langsung dibawa ke shelter milik Dinas Sosial Provinsi Kalbar untuk dilakukan pemeriksaan swab PCR. Hasilnya sangat mengejutkan, di mana, terdapat 69 orang yang dinyatakan positif Covid-19 bahkan memiliki kandungan virus atau viral load yang sangat tinggi, ada yang mencapai ratusan juta.

Sementara surat negatif PCR para PMI tersebut yang dikeluarkan oleh Pegawai Perubatan Klinik Kesehatan Batu Kawah itu tercantum bahwa keputusan swab tes PCR Covid-19 itu dimuat tanggal 9 Januari tahun 2021. Sedangkan deportasi yang dilakukan Pemerintah Malaysia terhadap para PMI itu baru dilakukan pada 11 Maret 2021 kemarin.

Indonesia sendiri melalui Satgas Penanganan Covid-19 Nasional sudah mengeluarkan aturan tentang protokol kesehatan perjalanan Internasional pada masa pandemi Covid-19 yang tertuang dalam Surat Edaran nomor 8 tahun 2021. Di mana, pada poin F 3b menyebutkan bahwa setiap orang yang datang dari luar negeri baik WNI maupun WNA itu harus menunjukkan PCR negatif sebelum masuk ke Indonesia dan pemeriksaannya harus 3 kali 24 jam. Hal ini untuk memastikan bahwa orang dari luar negeri baik WNI dan WNA termasuk PMI, masuk ke Indonesia harus benar-benar dalam keadaan negatif Covid-19.

Dalam SE itu juga dijelaskan bahwa sesampainya di Indonesia, WNI dan WNA yang masuk ini harus dilakukan pemeriksaan ulang. Dan aturan itu, sudah dijalankan Pemerintah Provinsi Kalbar. Di mana, setibanya shelter milik Dinas Sosial Provinsi Kalbar, para PMI yang dideportasi itu dilakukan pemeriksaan swab PCR.

“Ternyata ada 69 orang yang positif, rata-rata viral load-nya (kandungan virus) tinggi. Jutaan, puluhan juta bahkan ratusan juta. Itu sangat membahayakan,” kata Midji.

Baca Juga :  Pontianak Selangkah Lebih Maju di Bidang Kesehatan

Dikarenakan negatif (merujuk pada surat negatif PCR yang dikeluarkan Klinik Kesehatan Batu Kawah), sementara pemeriksaan swab yang dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar terhadap para PMI tersebut juga belum keluar hasilnya, Dinas Sosial Provinsi Kalbar lantas mengembalikan para PMI tersebut ke daerah masing-masing.

“Ternyata dokumen yang menyatakan para PMI ini negatif itu dokumen dua bulan lalu (9 Januari 2021), tapi Konsulat (KJRI) bilang itu dokumen baru, hanya salah tanggal. Saya bilang tak bisa begitu, ini bukan main-main. Jadi Konsul tak benar, Pemerintah Malaysia juga ndak benar,” tegasnya.

Pandemi yang melanda dunia ini, ditegaskan Midji, tak bisa ditangani sembarangan. Apalagi kalau sampai menyalahi aturan yang ada.

“Tidak boleh mengembalikan orang sebelum mereka negatif, itu menyalahi, saya mau klaim dari Malaysia tapi Malaysia juga mengeluarkan surat bahwa mereka negatif sekitar dua bulan lalu, tapi kenapa baru dipulangkan sekarang? padahal PCR itu paling bagus satu minggu saja bahkan kita hanya tiga hari saja, ini kan sudah hampir tiga bulan,” tegasnya lagi.

“Sekarang beberapa sudah kita isolasi di Upelkes, sebagian sedang ditelusuri keberadaannya. Tracing semua. Kita khawatir mereka sudah kembali ke rumah masing-masing, lalu menularkan Covid-19 ke keluarganya. Kerja berat lagi kita, harus tracing keluarganya juga. Soal dokumennya ini yang salah siapa, saya sudah minta Pak Harisson genahkan, karena Malaysia mengeluarkan hasil swab-nya itu 9 Januari 2021, tapi para PMI ini pulang tanggal 11 yang lalu, tentu tidak berlaku lagi, harusnya di-swab lagi, baru dikembalikan. Itu ratusan juta kandungan virusnya, bahaya,” tandasnya.

KJRI Disebut Kaki Tangan Pemerintah Malaysia

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, Harisson mempertanyakan kinerja Konsulat Jenderal RI di Kuching Malaysia. Harisson bahkan menyebut KJRI hanya menjadi kaki tangan Pemerintah Malaysia.

Pernyataan ini disampaikan Harisson lantaran terdapat 69 dari 77 orang Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang dideportasi Malaysia melalui PLBN Entikong pada 11 Maret kemarin, dinyatakan positif Covid-19. Hasilnya bahkan mengejutkan, rata-rata dari mereka memiliki kandungan virus (Viral Load) yang tinggi, ada yang mencapai 243 juta copies virus.

“Jadi pada tanggal 12 Maret tahun 2021, kami melakukan pemeriksaan terhadap 77 orang PMI yang baru saja dideportasi dari Malaysia. Dari 77 orang ini ternyata dari hasil pemeriksaan swab-nya itu 69 orang dinyatakan positif,” kata Harisson kepada wartawan, Senin (15/3/2021).

Di mana, lanjut Harisson, 23 orang antaranya merupakan PMI dari luar wilayah Kalbar. Sedangkan 46 orang di antaranya merupakan warga asal Kalbar.

“Dan mereka kami periksa di Shelter milik Dinas Sosial Provinsi Kalbar. Kalau kita melihat hasil pemeriksaaan swab PCR, di mana 69 orang yang positif ini ternyata viral load-nya sangat tinggi atau Cycle Threshold-nya rendah. Jadi ada CT yang 13 dengan viral load sampai 243 Juta. Ini sangat membahayakan bagi penduduk Kalimantan Barat,” tegas Harisson.

Baca Juga :  Update Covid-19 di Kalbar, 13 PDP Dinyatakan Negatif, ODP Bertambah Jadi 3146 Orang

Tak hanya membahayakan, masuknya PMI yang positif Covid-19 ini juga, ditegaskan Harisson, akan sangat berpengaruh pada perkembangan Covid-19 di Kalimantan Barat.

“Sebenarnya, yang patut kita pertanyakan adalah kinerja Konsulat Jenderal RI di Kuching. Kan sebenarnya kita sudah punya peraturan yang tertuang pada Surat Edaran dari Satgas Penanganan Covid-19 Nasional. Di mana dalam SE nomor 8 tahun 2021 tentang protokol kesehatan perjalanan Internasional pada masa pandemi Covid-19, disebutkan bahwa setiap orang yang datang dari luar negeri baik WNI maupun WNA itu harus menunjukkan PCR negatif sebelum dia masuk ke Indonesia dan pemerisaannya harus 3 kali 24 jam. Ini untuk memastikan bahwa orang dari luar negeri baik WNI dan WNA dalam hal ini PMI, masuk ke Indonesia harus benar-benar dalam keadaan negatif. Jangan sampai mereka membawa covid-19 lalu menularkan masyarakat di Kalbar,” beber Harisson.

“Dalam SE itu juga dijelaskan bahwa sesampainya di Indonesia, WNI dan WNA yang masuk ini harus dilakukan tes ulang. Itu yang kami lakukan. Kami tes ulang. KJRI di Kuching ini kelihatannya tidak memperhatikan itu dan percaya-percaya saja dengan Pemerintah Malaysia. Mereka diminta oleh Pemerintah Malaysia untuk mendopertasi PMI ke Indonesia lewat Kalbar mereka langsung ACC saja, mereka nggak lihat hasil pemeriksaanya,” timpal Harisson.

“Kalau kita perhatikan hasil pemeriksaan ini, hasil pemeriksaan ini tercantum bahwa keputusan swab tes PCR Covid-19 itu dimuat tanggal 9 Januari tahun 2021, sementara surat KJRI itu tanggal 10 Maret 2021, bahwa PMI yang dipulangkan ini hasilnya negatif semua, itu kan artinya tiga bulan yang lalu. Padahal syarat masuk Indonesia ini harus PCR negatif 3 kali 24 Jam. Nah jadi bagaimana KJRI itu? Seakan-akan KJRI ini hanya menjadi kaki tangan pemerintah Malaysia untuk mempermudah memulangkan PMI ke sini,” timpalnya lagi.

Menurut Harisson, KJRI tak memperhatikan bahwa PMI yang dideportasi dalam kondisi positif Covid-19 ini justru akan membahayakan masyarakat Kalbar.

“Mereka tidak memperhatikan bahwa nanti PMI yang bermasalah dengan membawa Covid-19 ini justru akan membahayakan masyarakat di Kalimantan Barat. Ini yang saya sesalkan, agar ke depan KJRI ini benar-benar teliti dalam menyeleksi atau memulangkan PMI ini. Kami juga harus melakukan koordinasi kembali terhadap penanganan PMI yang baru dideportasi dari Malaysia ini agar mereka tidak menjadi sumber penularan Covid-19 di Kalimantan Barat,” pungkasnya.

 

Comment