ICW Kecam MA yang Tolak PK KPK dalam Perkara SKL BLBI

KalbarOnline.com – Indonesia Corruption Watch (ICW) sangat menyayangkan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak permohonan peninjauan kembali (PK) oleh Jaksa KPK, terkait putusan lepas mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung (SAT). Permohonan PK itu untuk menyoal putusan lepas pada tingkat kasasi.

“Pasal 263 ayat (3) KUHAP pada dasarnya membuka celah bagi Jaksa untuk melakukan upaya hukum luar biasa tersebut. Mestinya MA mempertimbangkan ketentuan itu, bukan justru langsung menolak begitu saja permohonan Jaksa KPK,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa (11/8).

Terlebih lagi, lanjut Kurnia, banyak kejanggalan dalam putusan kasasi yang akhirnya melepas SAT. Kejanggalan itu berupa penjatuhan sanksi non palu selama enam bulan terhadap Hakim Syamsu Rakan Chaniago, karena bertemu dengan kuasa hukum SAT.

Harusnya dapat dinilai bahwa memang ada kejanggalan dalam putusan kasasi tersebut. Sehingga atas dasar terkuaknya praktik pertemuan tersebut, maka menjadi wajar jika publik menduga ada kesepakatan antara Hakim dengan kuasa hukum SAT sebelum pada akhirnya memutuskan tindakan SAT bukan masuk pada ranah pidana,” sesal Kurnia.

Kurnia pun menegaskan, putusan kasasi yang menyebutkan bahwa perkara tersebut bukan termasuk perbuatan pidana merupakan kekeliruan mendasar. Menurutnya, SAT selaku Kepala BPPN pada dasarnya telah mengetahui bahwa aset yang dijaminkan oleh Samsul Nursalim tidak bernilai sebagaimana tertuang dalam Master Settlement Acquisition Agreement (misrepresentasi).

Baca Juga :  Kakak Penyuap Nurhadi Ubah Keterangan saat Pemeriksaan di KPK

“Hal tersebut terbukti saat tahun 2007, aset yang seolah-olah dikatakan bernilai Rp 4,8 triliun ternyata setelah dilakukan pelelangan oleh Kementerian Keuangan ternyata hanya senilai Rp 220 miliar. Lagi pun, perdebatan terkait ranah pidana atau bukan semestinya sudah selesai saat permohonan praperadilan SAT ditolak,” tegasnya.

Sebelumnya, MA menolak permohonan upaya hukum peninjauan kembali (PK) yang dilayangkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap mantan Kepala BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT). Permohonan PK itu ditempuh KPK lantaran MA memutus lepas Syafruddin pada tingkat kasasi dalam kasus SKL BLBI.

Baca juga: MA Tolak PK KPK, Eks Kepala BPPN Syafruddin Temenggung Tetap Lepas

“Setelah diteliti oleh hakim penelaah dan berdasarkan memorandum Kasubdit perkara PK dan Grasi pidana khusus pada MA, ternyata permohonan PK tersebut tidak memenuhi persyaratan formil sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP, putusan MK No.33/PUU-XIV/2016 dan SEMA No.04/2014,” kata juru bicara MA, Andi Samsan Nganro dikonfirmasi, Senin (3/8).

Baca Juga :  Seminar Nasional Perlindungan Hukum Terhadap TKI dan Pelantikan IMMIH 2018-2019

“Berdasarkan hal tersebut maka berkas perkara permohonan PK atas nama Syafruddin Arsyad Temenggung dikirim kembali ke PN Jakarta Pusat. Surat pengantar pengiriman berkas permohonan PK tersebut bertanggal 16 Juli 2020,” sambungnya.

Untuk diketahui, putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) melepas semua jeratan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung. Putusan itu menggugurkan putusan Pengadilan Tinggi DKI yang menambah hukuman Syafruddin menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan.

Namun, putusan lepas terhadap Syafruddin diwarnai perbedaan pendapat (dissenting opinion) antar majelis hakim. Hakim Ketua Salman Luthan menyatakan sependapat dengan putusan Pengadilan Tinggi DKI yang menambah hukuman Syafruddin menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan.

Sementara, Hakim Anggota Syamsul Rakan Chaniago berpendapat perbuatan Syafruddin merupakan perbuatan hukum perdata. Sedangkan Hakim Anggota M. Askin menyatakan perbuatan Syafruddin merupakan perbuatan hukum administrasi.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment