Wacana Ketatanegaraan Dalam Konteks Negara Hukum Indonesia

Oleh : Nehru Asyikin

Mahasiswa Pascasarjana Program Magister Ilmu Hukum UII Yogyakarta

KalbarOnline, Opini – Konferensi Nasional Hukum Tata Negara (KNHTN) yang digelar di Batusangkar, Sumatera Barat (Sumbar) mulai 9-12 November 2018 telah memberikan masukan dalam penyelenggaraan negara terhadap para pengabdi hukum di tanah air.

Dalam bidang hukum, Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara pun tidak lepas dari pengaruh dari luar yaitu jika ditelusuri sebuah negara berdasarkan hukum sebetulnya telah di perkenalkan oleh Plato, tetapi di Indonesia sedikit banyaknya mengadaptasi pada Montesquieu dalam Bukunya L’Esprit de lois (Semangat Hukum).

Para ahli hukum di Indonesia sedikit banyaknya sepakat bahwa asas-asas Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara tidak berubah meskipun pandangan hidup masyarakat yang berbeda-beda dan salah satu dari asas yang muncul setelah Amandemen 1999 adalah asas negara hukum yang telah di norma-kan di dalam konstitusi.

Staatrecht dan administratief recht atau istilah ini di kenal sebagai Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara, salah satu kajian hukum yang dikenal oleh pelajar hukum sejak di bangku kuliah.

Perkenalan terhadap bahan kajian hukum ini cukup kompleks, sebab ilmu hukum tata negara dan administrasi negara yang keduanya sama-sama menjalankan fungsi negara. Atau adigium hubungan keduanya adalah Hukum tata negara menggambarkan negara dalam keadaan diam, sedangkan Hukum Administrasi Negara menggambarkan Negara dalam keadan bergerak.

Hal ini dapat di lihat pada Pasal 1 Ayat (3) UUD Negara RI 1945 Negara Indonesia adalah negara hukum. Tetapi, sedikit yang tahu bahwa sebenarnya dalam konteks Negara Hukum itu tersimpan sebuah cita-cita untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

Dalam pengertian yang umum, setiap warga negara memiliki peran untuk mengawasi perbuatan hukum dan kebijakan pemerintah dan setiap tindakan hukumnya dalam hal menggalakkan perekonomian demi kemakmuran setiap warga negara.

Ayat ini muncul bukan tanpa alasan, konsep Negara Indonesia adalah Negara Hukum, bahwa hukum tertulis adalah kebutuhan mendasar dalam menjalankan negara, dan hukum tertulis sebagai pengawal agar setiap tindakan yang dilakukan oleh pemerintah senyatanya tidak bertindak sewenang-wenang.

Tidak hanya masyarakat yang harus tunduk dengan hukum, tetapi Penguasa atau pun setiap pejabat, organ pemerintahan, badan hukum, baik yang di amanahkan oleh UUD 1945, oleh Undang-Undang maupun peraturan perundang-undangan dibawahnya harus tunduk pula dan mengikuti setiap aturan hukum (Rule of law) yang berlaku. Sehingga meskipun penguasa, pejabat, organ pemerintahan atau badan hukum berganti tetapi fungsi pemerintahan tetap berjalan dengan tetap berdasarkan hukum.

Baca Juga :  Pemkot Pontianak Beri Bantuan 10 Orang Tua Balita Stunting di Posyandu Kemuning

Tidak dapat dipungkiri, di sisi lain hukum telah menjadi kebutuhan masyarakat terutama tentang keadilan dan memberi kepastian hukum, sehingga dalam penegakannya apabila keadilan dan kepastian hukum tidak berpihak pada rakyat, maka tidak menutup kemungkinan akan timbul pandangan sinis yang akhirnya malah pesimis dengan negaranya sendiri.

Sebagaimana dijelaskan di berbagai literatur tentang Negara hukum, bahwa perkembangan negara hukum menjadi negara hukum modern bertujuan demi mewujudkan negara kesejahteraan (walfare state) atau negara memberi pelayanan kepada masyarakat (social service state), atau negara melakukan tugas servis publik.

Menurut istilah Lemaire, disebut bestuurszorg (negara berfungsi menyelenggarakan kesejahteraan umum) dan membagi tugas negara menjadi lima jenis, yaitu perundang-undangan, pembuatan aturan-aturan hukum dan dilaksanakan oleh penguasa itu sendiri, pemerintahan, kepolisian dan pengadilan.

Dalam menjalankan fungsi negara hukum itu, masyarakat harus diberikan kepuasan hidup di Indonesia. Misalnya, puas mendapat pelayanan hukum yang baik, puas mendapat keadilan yang diharapkan, kepuasaan karna memperoleh rasa aman, puas karna sejahtera.

Kepuasaan itu harus terasa di setiap lini kehidupan masyarakat, bukan hanya sebagai pengatur tingkah laku saja tetapi juga memberikan kesejahteraan agar tujuan hukum dapat tercapai, karna di dalam konsepsi negara hukum modern itu sendiri, peran negara di tempatkan pada posisi yang kuat dan besar sehingga hukum yang dibuat harus berdasarkan kehendak rakyat dan bukan hanya sebatas mengatur saja, itu pun demi kesejahteraan rakyat.

Namun yang ditekankan disini ialah, untuk mengawal setiap aturan hukum agar garis vertikal dari pemerintah (penguasa) ke warga negara, perlu kehadiran para mahasiswa hukum, sarjana hukum dan para ahli hukum yang bisa dikatakan sebagai seorang pengabdi hukum.

Dikatakan seperti itu, semisal hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun lembaga yang berwenang tentang suatu undang-undang atau peraturan perundang-undangan namun masyarakat merasa aturan hukum yang dikeluarkan masih membingungkan padahal hukumnya sudah tertulis dan dapat dibaca, tanpa ada pemahaman terhadap pasal-pasal yang dimaksud, tetap saja yang terjadi kebingungan dan akhirnya tidak memperdulikan hukum dan salahnya malah berupaya mencari solusi yang lain yang lebih cepat tanpa memikirkan apakah upaya dilakukan sudah berdasarkan hukum atau bahkan bertentangan dengan aturan hukum yang ada.

Maka kemudian hal ini dapat di istilahkan bahwa hukum tertulis itu adalah seperangkat aturan yang dituliskan saja, manusia lah yang mewujudkan hukum tersebut agar bisa diterapkan, meskipun ada istilah ‘semua orang tahu hukum (presumptio iures de iure)’ atau disebut ‘fictie hukum’ termasuk orang yang selama hidupnya tidak mengenyam pendidikan apapun.

Baca Juga :  Solusi Atasi Genangan Air Langganan di Kota Pontianak

Sebab hukum dikembalikan pada norma yang itu mengikat setiap orang, demikian juga di dalam konstitusi, dimana setiap kalimat yang tertulis harus dipatuhi.

Karna kebutuhan masyarakat itulah, meskipun negara sudah memberikan kepastian hukum dan mewujudkan keadilan tetapi tetap saja peran mahasiswa hukum, sarjana hukum, dan para ahli hukum tetap memberikan pendampingan agar apa yang dimaksud oleh hukum yang tertulis yang dituankan di dalam setiap peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah, dapat tersampaikan dengan baik dan menjelaskan agar setiap masyarakat faham hukum.

Tidak itu saja, dalam konteks yang lebih luas, negara hukum memiliki peranan yang cukup besar dalam masyarakat apalagi terjadi gejolak perubahan sosial yang tidak terkendali, tetap di kawal melalui hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sehingga perkembangan itu dapat meluruskan kembali pertentangan dengan negara hukum di Indonesia.

Jadi dapat dipahami bahwa hukum yang berarti mengatur kepentingan umum. Secara pengetahuan, para mahasiswa hukum dan sarjana hukum, wajib memahami maupun mempelajari ilmu-ilmu yang lain dalam perannya sebagai pengabdi hukum, terutama ilmu sosial paling tidak sebagai pandangan agarsensitif terhadap perkembangan kehidupan masyarakat dan kenyataan-kenyataan yang berada didalamnya.

Karena memang lagi-lagi masyarakat sering ditempatkan berada di posisi paling lemah, hal ini bisa dirasakan bahwa terdapat kebutuhan masyarakat dimana masyaraat yang tidak mengerti hukum (dalam arti luas), ditambah kemajemukan Indonesia yang beragaram, tentu peraturan yang begitu banyak dan membingungkan merupakan kendala terbesar yang diterima. Sebab, dalam setiap kehidupan masyarakat, hukum telah mengatur setiap hak maupun kewajibannya secara pribadi maupun tingkah lakunya sehari-hari.

Dengan demikian, para mahasiswa yang masih berada di bangku perkuliahan dapat memahami bahwa pendidikan hukum yang didapat sebenarnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan memberikan pelayanan hukum yang baik, meskipun belum menjadi seorang yang berprofesi hukum tetapi membantu menghadirkan keberadaan hukum itu untuk menjamin kegiatan masyarakat dapat berjalan sesuai dengan aturan hukum yang didasari pada pengetahuan/pemahaman hukum, keahlian hukum, tanggung jawab dan kejujuran adalah amanah keilmuan bagi para pengabdi hukum di Indonesia.

Comment