BP2MI Ajak Mahasiswa FISIP Untan Edukasi Masyarakat tentang Bahaya TPPO

KalbarOnline, Pontianak – Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) melakukan sosialisasi tentang bahaya serta penanganan dan pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) kepada mahasiswa FISIP Universitas Tanjungpura, Pontianak, Rabu (24/05/2023).

Kepala BP2MI, Benny Rhamdani mengatakan, perlu peran serta dari seluruh elemen masyarakat terlebih mahasiswa yang memiliki peran sebagai social control terhadap apa yang terjadi di lingkungan masyarakat.

“BP2MI tentu tidak bisa melakukannya sendiri. Kita perlu menggandeng semua kekuatan dari elemen masyarakat, baik pemerintah pusat dan daerah, kemudian lembaga perguruan tinggi, dan civitas akademika di setiap perguruan tinggi,” ucapnya.

Penanganan dan pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang semua ini dikendalikan oleh sindikat atau mafia, harus terus dilakukan. Terlebih para sindikat ini dibekingi oleh oknum tertentu.

Benny mengungkapkan, World Bank merilis tahun 2017 ada 9 juta orang Indonesia yang bekerja di luar negeri. Tapi sesungguhnya yang terdata hanya 4,6 juta, berarti 4,4 juta merupakan PMI ilegal yang merupakan korban dari TPPO.

Baca Juga :  Sentil Kayong Utara, Apresiasi Ketapang

“Ini menandakan TPPO sudah terjadi lama, berlangsung puluhan tahun. Yang dideportasi saja 94 ribu selama 3 tahun saya memimpin itu diberangkatkan dari 5 sampai 10 tahun yang lalu. Ya gimana mereka gak sakit, mereka gak meninggal, karena kalau yang resmi itu pasti ada medical check up oleh rumah sakit yang direkomendasikan Kementerian Kesehatan,” katanya.

“Psikologinya harus dites, kalau mereka mau berangkat resmi. Kemudian asuransi juga pasti diberikan. Kalau yang ilegal ini kan tidak ada asuransi, sakit sedikit tidak bisa berobat, ditahan terus akhirnya meninggal. Ini yang membuat kita miris,” sambung Benny.

Untuk itu, edukasi dan sosialisasi harus terus dilakukan, baik edukasi mengenai bagaimana cara bekerja di luar negeri secara resmi, apa yang harus dilakukan, apa yang harus disiapkan dan apa saja hak yang mereka dapatkan sebagai pekerja migran.

Dengan begitu diharapkan, mereka sebagai calon pekerja migran bisa tau bahwa pemerintah saat ini telah melakukan pembenahan dan perbaikan tata kelola penempatan dan pelindungan yang sangat progresif dan bahkan revolusioner terkait pekerja migran.

Baca Juga :  Dies Natalis Untan Pontianak ke-64, Sutarmidji Ajak Mahasiswa Kuasa Data

“Mereka (PMI) ditempatkan sebagai VVIP, mereka diberi label sebagai pahlawan devisa, pelayanan yang cepat mudah dan murah, dan berbagai fasilitas yang bisa mereka dapati. Saya yakin kalau ini sampe ke bawah pilihannya adalah pilihannya berangkat secara resmi,” jelasnya.

“Kedua mereka juga harus kita edukasi, jika berangkat tidak resmi resikonya berat. Mengalami kekerasan fisik, kekerasan seksual, tidak dibayar, diperjual belikan kepada majikan yang lain, kemudian eksploitasi jam kerja hingga belasan bahkan puluhan jam, bahkan tidak sedikit yang bekerja di atas kapal mengalami kekerasan dibuang jenazahnya ke tengah laut. Ini penting yaitu mengedukasi,” terang Benny.

BP2MI menawarkan empat hal yang harus dilakukan untuk mencegah TPPO, yaitu dengan sosialisasi yang aktif, diseminasi informasi yang masif, pencegahan yang progresif, dan penegakan hukum yang revolutif.

“Semoga ada langkah yang efektif yang dilakukan oleh negara untuk para PMI ini,” harapnya. (Indri)

Comment