Amnesty Kecam Tindakan Represif Kepolisian Hadapi Pendemo Omnibus Law

KalbarOnline.com – Amnesty International Indonesia mendesak aparat kepolisian untuk menghentikan penggunaan kekuatan berlebih dalam menghadapi para pengunjuk rasa. Pemerintah Indonesia harus memastikan terwujudnya penghormatan penuh atas meluasnya demonstrasi menyikapi pengesahan Undang-Undang Omnibus Law tentang Cipta Kerja.

Pernyataan ini menyusul laporan adanya insiden kekerasan dan penangkapan terhadap ratusan pengunjuk rasa di berbagai kota selama 6-8 Oktober 2020. Sebab berbagai elemen masyarakat menggelar aksi unjuk rasa sebagai protes pengesahan UU Cipta Kerja.

  • Baca juga: Mahkamah Konstitusi Tegaskan Tak Pernah Dukung Pembentukan Sebuah UU

“Demonstrasi adalah pelaksanaan hak asasi manusia atas kemerdekaan berekspresi dan berkumpul secara damai. Pihak berwenang harus memperbolehkan setiap warga masyarakat, baik buruh, petani maupun mahasiswa dan pelajar Indonesia untuk bisa berdemonstrasi secara bebas dan damai,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid dalam keterangannya, Kamis (8/10) malam.

“Aparat keamanan harus menahan diri untuk menggunakan kekuatan yang tidak perlu, berlebihan atau eksesif, apalagi jika sampai mengintimidasi demonstran,” sambungnya.

Catatan Amnesty, tak segan aparat melakukan tindakan represif kepada para pemgunjuk rasa, sedikitnya 180 pengunjuk rasa di Bandung terluka. Sementara di Serang, Banten 24 mahasiswa juga mengalami luka bahkan hingga gegar otak.

Baca Juga :  Gagal Menang, Ganda Putra Malaysia Tetap Senang

“Kenyataan bahwa gas air mata dan kekerasan seperti aksi memukul dan menendang digunakan terhadap pengunjuk rasa yang tak bersenjata sangatlah mengkhawatirkan,” ucap Usman.

Usman memandang, gas air mata dan senjata yang tidak mematikan lainnya seperti peluru karet, bisa menyebabkan cedera serius dan dalam beberapa kejadian, menyebabkan kematian. Menurutnya, ketika senjata semacam itu digunakan, harus sesuai dengan prinsip legalitas, prinsip keperluan dan prinsip proporsionalitas.

Berdasarkan laporan dari sejumlah lembaga bantuan hukum di berbagai kota, ratusan pengunjuk rasa ditangkap dan ditahan oleh aparat kepolisian. Serang, Banten 14 orang ditahan, Semarang, Jawa Tengah, 50 ditahan, Bandung, Jawa Barat, 75 orang ditahan. Sementara di Minahasa, Sulawesi Utara, 17 pengunjuk rasa juga sempat ditahan walau kini telah dibebaskan.

“Aparat keamanan berkewajiban untuk menghormati hak untuk mengemukakan pendapat secara damai dan, bahkan jika kekerasan terjadi, hanya sedikit kekuatan yang perlu digunakan untuk mengatasinya,” tegas Usman.

Baca Juga :  Masyarakat Diminta Tetap di Rumah Selama Libur Nataru

Bahkan, polisi juga dikabarkan mengintimidasi kelompok-kelompok yang bepergian dengan bus ke Jakarta. Memerintahkan berbagai elemen masyarakat untuk kembali ke rumah masing-masing dan tidak bergabung dengan massa lain di Jakarta.

“Mencegah orang bergabung dengan protes damai adalah pelanggaran terhadap hak asasi mereka. Setiap orang memiliki hak untuk bergabung dengan orang lain dan mengekspresikan pikiran mereka secara damai,” cetus Usman.

Selain itu, Amnesty International Indonesia juga mengingatkan pemerintah Indonesia untuk tidak melibatkan militer dalam penanganan demonstrasi. Karena mereka tidak dilatih atau tidak dipersiapkan untuk menangani situasi seperti itu yang benar-benar asing bagi mandat dan misi perjuangan tentara.

“Jika secara khusus tentara ditempatkan untuk tugas ini, maka mereka harus sepenuhnya dilatih dan diperlengkapi untuk memenuhi pekerjaan ini, sesuai dengan hukum dan standar hak asasi manusia, terutama prinsip melindungi kehidupan, tunduk pada aturan yang sama seperti polisi reguler dan harus ditempatkan di bawah pengawasan otoritas sipil,” pungkasnya.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment