Trauma Terenggutnya Nyawa Kakak Dulu

KalbarOnline.com – Trauma itu masih menggelayuti Marsiyam. Erupsi Merapi pada 1994 merenggut nyawa dua kakaknya.

“Kebetulan waktu itu ada hajatan pernikahan yang dihadiri masyarakat. Jadi, korban yang meninggal banyak,” kenangnya kepada Jawa Pos Radar Jogja saat ditemui di pengungsian Watuadeg, Sleman, Jogjakarta, kemarin (28/1).

Karena itu, walaupun jarak Padukuhan Turgo, Purwobinangun, Sleman, dengan puncak Merapi lebih dari 6 kilometer dan masih dalam kategori aman dari potensi ancaman erupsi Merapi, dia memilih mengungsi ketika Merapi meluncurkan guguran awan panas Selasa lalu (26/1).

Hingga kemarin, erupsi Gunung Merapi belum reda. Karena itu, warga di semua wilayah terdampak memilih bertahan di pusat-pusat pengungsian. Sampai kondisi benar-benar aman.

Misalnya yang berada di tempat evakuasi sementara (TES) Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Mereka akan menunggu sampai kondisi Merapi benar-benar aman.

’’Pengungsi belum ada penambahan yang signifikan. Jumlahnya masih 227 jiwa dengan 114 ekor sapi yang ditampung di kandang komunal,” jelas Kepala Urusan (Kaur) Perencanaan Desa Balerante Jainu kepada Jawa Pos Radar Solo kemarin (28/1).

Jainu membenarkan, pada 23 Januari lalu dilakukan diskusi bersama yang melibatkan pengungsi, Pemerintah Kecamatan Kemalang, dan BPBD Klaten. Hal itu terkait rencana kepulangan ke rumah masing-masing. Awalnya mereka akan pulang hari ini (29/1) setelah lebih dari sebulan bertahan di lokasi pengungsian.

Tetapi, setelah aktivitas Merapi terus meningkat, pengungsi memilih menunda kepulangan. Ada imbauan dari BPBD Klaten agar pengungsi bertahan sementara di TES. Meski, ancaman guguran awan panas mengarah ke barat daya, ke wilayah Magelang dan Sleman.

Baca Juga :  Jatuh di Bagian Kepala, Kapan Dilakukan CT Scan?

Jainu menjelaskan, awal mula pengungsi menginginkan pulang ke rumah karena mereka sudah bertahan di lokasi pengungsian selama tiga bulan. Mereka mengungsi setelah terjadi letusan pada November 2020. Selain itu, luncuran guguran awan panas selama ini tidak mengarah ke tenggara sehingga wilayah Klaten masih aman.

’’Apalagi, sebelumnya BPPTKG (Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi) Jogjakarta menetapkan di wilayah kami untuk bahaya erupsi Merapi pada radius 3 km dari puncak. Di tempat kami pada radius itu tidak ada permukiman warga,” tambahnya.

Salah seorang pengungsi TES Balerante dari Dusun Sambungrejo, Leginah, 70, mengatakan, sudah tiga hari ini dia belum pulang ke rumah. ’’Saya pilih tinggal di sini dulu sambil momong cucu. Kebetulan setiap harinya orang tuanya juga bekerja sehingga saya yang mengasuh,” ucap Leginah.

Baca juga: Merapi Luncurkan Awan Panas 36 Kali

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Klaten juga meminta warga di kawasan rawan bencana (KRB) III untuk mewaspadai potensi bahaya erupsi ke arah selatan maupun tenggara atau wilayah Klaten. Meski, luncuran guguran awan panas saat ini lebih cenderung mengarah ke barat.

’’Kalau potensi terjadinya hujan abu tetap masih ada. Begitu juga dengan luncuran guguran awan panas ke arah Klaten. Tapi, jarak luncuran maksimal dari prediksi BPPTKG Jogja sekitar 5 km,” ujar Kepala Pelaksana Harian BPBD Klaten Sip Anwar setelah koordinasi lewat zoom meeting dengan Kepala BPPTKG Jogja Hanik Humaida, Jumat (28/1).

Baca Juga :  Bukan Corona, Pasien yang Dirawat di RS Maspul Enrekang Ternyata Penderita TBC

Sip Anwar menjelaskan, pada Rabu lalu (27/1) terdapat luncuran guguran awan panas ke arah selatan. Jaraknya sekitar 800 meter. Tetapi masih radius aman karena kurang dari 5 km. Meski begitu, dia mengimbau warga tetap meningkatkan kewaspadaannya terhadap aktivitas Merapi.

Sip Anwar menambahkan, status tanggap darurat letusan Gunung Merapi dipastikan diperpanjang selama dua pekan mulai 29 Januari hingga 4 Februari 2021. Hal itu didasarkan pada penetapan BPPTKG Jogja terkait status Merapi yang masih siaga.

Sementara itu, Kepala Pelaksana Harian Unitlak Purwobinangun Nurhadi mengungkapkan, pengungsi didominasi warga RT 02, 03, dan 04 yang rumahnya dekat dengan aliran Sungai Boyong. Alasan mengungsi, mereka khawatir adanya aliran lahar dan awan panas di wilayah sungai. Hingga saat ini sudah ada 153 orang. Dengan perincian, 90 orang dewasa, 1 ibu hamil, 35 balita, dan 26 lansia. Sebagian pengungsi masih diperbolehkan pulang untuk mengurus ternak dan mengambil keperluan. Hanya, waktu dibatasi dan pengungsi harus kembali pada pukul 10.00. “Pulang ada yang diantar petugas, ada yang memakai kendaraan pribadi,” kata Nurhadi.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment