Categories: Nasional

TNI Diminta Belajar dari Kasus Pembantaian 39 Warga Sipil Afganistan

KalbarOnline.com – Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf menyatakan, pembunuhan terhadap 39 warga sipil Afganistan yang diduga oleh tentara Australia harus menjadi pelajaran bagi Indonesia dalam menyikapi dugaan pelanggaran HAM. Khususnya bagi prajurit TNI di dalam negeri.

“Warga sipil adalah bagian dari Non-Kombatan yang harus dilindungi dan tidak boleh menjadi sasaran sengketa bersenjata. Pembunuhan terhadap 39 warga sipil Afganistan oleh tentara Australia adalah pelanggaran HAM internasional,” kata Al Araf dalam keterangannya, Minggu (6/12).

Al Araf mengharapkan, peristiwa tersebut harus menjadi pelajaran bagi TNI. Seperti yang terjadi belakangan ini di Papua. “Salah satunya kasus penembakan Pendeta Yeremia di Kabupaten Intan Jaya,” ujar Al Araf.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI Tubagus Hasanudin mengatakan, pengiriman pasukan asing ke suatu negara bermaksud untuk melindungi HAM warga setempat. Meski pada prakteknya bisa terjadi pelanggaran di tingkat lapangan.

“Kasus pembunuhan 39 warga Afganistan tersebut merupakan salah satu bentuk kejahatan,” ujar politikus PDIP itu.

  • Baca Juga: Gatot Nurmantyo Sebut TNI Sekarang Seperti Masa Orde Baru

Menurutnya, pasukan yang harusnya melindungi HAM warga sipil justru melanggar, ada ketimpangan ketika negara maju mengirimkan pasukan ke negara berkembang atau negara miskin, berulangkali terjadi pelanggaran dengan korban rakyat sipil di negara berkembang atau negara miskin.

Diketahui, kasus pembunuhan terhadap 39 warga sipil Afganistan yang diduga terjadi pada 27 November 2020 menjelaskan, kasus pembunuhan terjadi dalam kurun 2009 – 2013 melibatkan 13 anggota Pasukan Khusus – Special Air Service yang ditempatkan di Afganistan.

TB Hasanudin lantas mencontohkan, peristiwa pembantaian lebih dari 300 warga Vietnam di Desa My Lai oleh tentara Amerika Serikat. Komandan pasukan Amerika tersebut kemudian dibebaskan oleh Mahkamah Militer di Amerika Serikat.

“Sepertinya nyawa manusia di negara miskin atau berkembang tidak ada artinya dengan perlakuan istimewa yang diterima oknum prajurit asal negara maju. Seperti ada standar ganda dalam menerapkan Hak Asasi Manusia,” ungkap Hasanudin.

Dia memandang, dalih melindungi HAM kerap digunakan oleh suatu negara maju untuk menekan negara lain. Semisal kasus invasi militer Amerika Serikat ke Irak dengan dalih adanya senjata pemusnah massal (Weapon of Mass Destruction – WMD) di Irak yang ternyata hingga akhir perang tidak ditemukan adanya senjata tersebut.

“Padahal Irak terlanjur hancur, dan begitu banyak rakyat Irak menjadi korban dari serbuan militer koalisi pimpinan Amerika Serikat tersebut,” pungkasnya.

Redaksi KalbarOnline

Leave a Comment
Share
Published by
Redaksi KalbarOnline

Recent Posts

Pj Gubernur Harisson Terima Kunjungan Pengurus PWI Kalbar 

KalbarOnline, Pontianak – Penjabat Gubernur Kalimantan Barat, Harisson menerima audiensi dari Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia…

1 hour ago

Kamaruzaman Ajak Lanjutkan Gerakan Merdeka Belajar

KalbarOnline, Pontianak - Pj Bupati Kubu Raya, Syarif Kamaruzaman mengajak semua pihak untuk terus menjaga…

2 hours ago

Capai Indonesia Emas 2024 dengan Transformasi Digital

KalbarOnline, Kubu Raya - Pj Bupati Kubu Raya, Syarif Kamaruzaman menilai bonus demografi yang dimiliki…

2 hours ago

Pemkab Kubu Raya Serahkan Dana Hibah Pengamanan Pilkada kepada Polres dan Kodim

KalbarOnline, Kubu Raya - Pemerintah Kabupaten Kubu Raya memberikan dana hibah kepada Polres Kubu Raya…

2 hours ago

Remaja di Landak Bunuh Diri Karena Tak Diizinkan Pergi Memancing

KalbarOnline, Landak - Seorang remaja (16 tahun) di Kecamatan Kuala Behe, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat…

5 hours ago

Pj Gubernur Kalbar Dorong Pekan Gawai Dayak Bisa Masuk Kalender Event Nasional

KalbarOnline, Pontianak - Penjabat Gubernur Provinsi Kalimantan Barat, Harisson menyampaikan, bahwa sejak tahun 2016 lalu,…

5 hours ago