KalbarOnline.com – Direvisinya Pasal 59 Ayat (2) Undang-undang (UU) Mahkamah Konstitusi sempat membuat sejumlah pihak khawatir. Karena dikhawatirkan putusan MK tidak lagi bersifat final dan mengikat. Namun, MK membantah hal tersebut.
Juru Bicara MK, Fajar Laksono menegaskan, setiap putusan MK tetap bersifat final dan mengikat sesuai dengan ketentuan UUD 1945. Sehingga, meskipun norma dalam Pasal 59 Ayat (2) UU MK tidak ada atau dihapus, hal tersebut tidak memengaruhi putusan MK.

“Walaupun tidak ada norma itu atau norma itu dihapus, UUD 1945 tegas menyatakan MK itu peradilan tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat mengikat,” kata Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri MK Fajar Laksono dikonfirmasi, Rabu (14/10).
Perlu diketahui, Pasal 59 Ayat (2) yang dihapus pasca revisi UU MK berbunyi “Jika diperlukan perubahan terhadap undang-undang yang telah diuji, DPR atau Presiden segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Menurut Fajar, bunyi frasa di atas bukan dihapus saat UU MK direvisi baru-baru ini. Melainkan sudah dihapus sejak 2011 lalu. Hal ini berdasarkan putusan MK Nomor 49/2011 tentang pengujian UU MK. Melalui putusan itu, norma dalam pasal Pasal 59 Ayat (2) dinyatakan inkonstitusional oleh MK.
Menurut Fajar, frasa tersebut mengandung ketidakpastian. Dia menyebut, norma tersebut dihapus bisa memunculkan putusan yang perlu atau tidak perlu.
“Norma ini mengandung ketidakpastian, kekeliruan, dan mereduksi sifat final dan mengikat putusan MK. Padahal, semua putusan MK, terutama yang memuat legal policy baru, wajib untuk ditindaklanjuti oleh adressat putusan, termasuk pembentuk undang-undang,” tandas Fajar.
sebelumnya, sejumlah akademisi merasa khawatir jika UU Omnibus Law tentang Cipta Kerja dibawa ke MK akan sia-sia. Sebab, pasal yang mengatur soal pengajuan judicial review di UU MK telah direvisi.
“Jadi percuma kita judicial review ke MK karena pasal 59 ayat 2 telah dihapus,” ujar Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira, Selasa (13/10)
Dihapusnya pasal tersebut membuat Bhima mengajak sejumlah ahli hukum untuk mendesak agar Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu. Hal ini dilakukan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan Omnibus Law Cipta Kerja.
“Alternatifnya mendorong terus agar presiden keluarkan Perppu dengan desakan yang lebih besar karena itu jalan yang paling jangka pendek dan sangat rasional,” tandas Bhima.
Saksikan video menarik berikut ini:
KalbarOnline, Pontianak - Ikatan Keluarga Alumni Universitas Hasanuddin (IKA Unhas) Provinsi Kalimantan Barat bakal menggelar…
KalbarOnline, Kapuas Hulu - Bupati Kapuas Hulu, Fransiskus Diaan menyampaikan, dari 278 desa dan 4…
KalbarOnline, Landak - Tingginya intensitas hujan di Kabupaten Landak dalam beberapa hari terakhir ini telah…
KalbarOnline, Pontianak - Jajaran pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Kalimantan Barat melakukan kunjungan kehormatan…
KalbarOnline, Kayong Utara - Sebuah motor air milik seorang nelayan karam di perairan muara Teluk…
KalbarOnline, Pontianak – Pj Wali Kota Pontianak, Ani Sofian menuturkan bahwa Indeks Reformasi Birokrasi (RB)…
Leave a Comment