Categories: Nasional

TII: Komitmen Pemberantasan Korupsi Pemerintah Masih di Atas Kertas

KalbarOnline.com – Pemerintah Presiden Joko Widodo- Wakil Presiden Ma’ruf Amin kembali dikritik terkait komitmennya terhadap pemberantasan korupsi. Menurut Transparency International Indonesia (TII), komitmen pemberantasan korupsi yang disampaikan pemerintah baru sebatas di atas kertas.

“Komitmen pemberantasan korupsi pemerintahan 2 periode ini patut dicatat ya masih komitmen di atas kertas karena faktanya data IPK (Indeks Persepsi Korupsi) tidak berubah banyak bahkan naiknya rata-rata tidak sampai 0,9 poin dan rata-rata di angka 37,” kata Manajer Riset TII Wawan Heru Suyatmiko dalam diskusi publik “Memaknai Anjloknya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2020” di Jakarta, Rabu (10/2) dikutip dari ANTARA.

Pada 28 Januari 2021 lalu TII merilis IPK Indonesia pada 2020 mengalami penurunan yaitu melorot 3 poin dari skor 40 pada 2019 menjadi 37 pada 2020. Peringkat Indonesia juga ikut menurun yaitu dari peringkat 85 pada 2019 menjadi 102 dari 180 negara yang ikut disurvei.

Skor IPK dari 0 berarti sangat korup dan 100 sangat bersih. IPK 2020 tersebut bersumber pada 9 survei global dan penilaian ahli serta para pelaku usaha terkemuka untuk mengukur korupsi di sektor publik di 180 negara dan teritori yang dilakukan pada periode Oktober 2019 – Oktober 2020.

“Yang perlu dicatat memang kemudahan berusaha dalam rezim pemerintahan Presiden Jokowi pada 6 tahun terakhir perlu diapresiasi, tetapi meninggalkan sektor penegakan hukum juga tidak bagus untuk upaya pemberantasan korupsi karena perbaikan iklim usaha harus diimbangi dengan situasi politik hukum yang kondusif,” tutur Wawan.

Dalam 25 tahun pencatatan IPK Indonesia diketahui bahwa pada 2008, skor IPK Indonesia adalah 26, selanjutnya 28 (2009), 30 (2010), 30 (2011), 32 (2012), 32 (2013), 34 (2014), 36 (2015), 37 (2016), 37 (2017), 38 (2018) dan 40 (2019).

“Skor IPK pada 2016 dan 2017 sama di angka 37 dan juga masih tahun yang sama pemerintahan Presiden Jokowi, dan selanjutnya naik 1 poin pada 2018 dan 2 poin pada 2019 yang dapat dilihat pada tahun-tahun tersebut upaya berbagai pihak dalam pemberantasan korupsi masih giat, UU KPK masih baik, proses pemilihan komisioner KPK belum dipengaruhi kepentingan besar,” ungkap Wawan.

Namun pada 2019, UU KPK berubah dan ditambah masa-masa pemilihan komisioner KPK tampak dalam uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR hanya kandidat komisioner yang menyetujui revisi UU KPK yang terpilih.

Baca juga: IPK Indonesia Merosot, ICW: Kebijakan Pemberantasan Korupsi Tak Jelas

“Artinya melihat 5-6 tahun belakangan kenaikan IPK tidak signifikan yaitu sejak 2015 berada di skor 36, lalu 2016 adalah 37, pada 2017 masih 37, pada 2018 adalah 38 dan pada 2019 naik ke 40 namun pada 2020 turun 37,” ucap Wawan.

Untuk meningkatkan skor IPK, menurut Wawan perlu ada perubahan signifikan yang cepat dan terukur.

“Dua hal yang menjadi catatan perubahan signifikan ini, misalnya, bagaimana pelaku usaha sebagai responden survei masih melihat korupsi di lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif kepolisian dan militer jadi perbaikan dengan reformasi birokrasi, penegakan hukum perbaikan demokrasi dan perbaikan parpol berpengaruh ke IPK,” ujar Wawan.

Cara selanjutnya adalah dengan memastikan peran serta warga negara dalam setiap pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan pemberantasan kroupsi.

“Berbagai upaya revisi undang-undang yang meninggalkan peran serta masyarakat juga memperburuk IPK, seperti terjadi dalam revisi UU KPK, UU Mahkamah Konstitusi, UU Minerba dan lainnya,” ungkap Wawan.

Tidak ketinggalan faktor pandemik COVID-19 dimana terjadi pelonggaran aturan tapi malah dapat menjadi bumerang, misalnya, dengan operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap mantan Menteri Sosial Juliari Batubara dalam suap pengadaan bantuan sosial pada akhir 2020.

“Korupsi bansos oleh Mensos jadi pukulan telak yang menunjukkan bahwa pelonggaran aturan dan menjauhkan partisipasi publik malah menciptakan korupsi. Pemerintah harus memastikan adanya akses warga secara partisipatif dalam upaya pemberantasan korupsi sepanjang pandemik, semua program pemulihan ekonomi harus dijamin bebas korupsi,” tutur Wawan menambahkan.

Di ASEAN, Singapura menjadi negara yang dinilai paling tidak korup (skor 85), diikuti Brunei Darussalam (60), Malaysia (51), Timor Leste (40). Namun Indonesia masih di atas Vietnam dan Thailand (skor 36), Filipina (34), Laos (29), Myanmar (28), Kamboja (21).

Saksikan video menarik berikut ini:

Redaksi KalbarOnline

Leave a Comment
Share
Published by
Redaksi KalbarOnline

Recent Posts

Pontianak Pamerkan Berbagai Kerajinan Khas di Expo Dekranas Solo

KalbarOnline, Solo - Berbagai kerajinan khas Kalimantan Barat (Kalbar) dipamerkan dalam Expo HUT ke-44 Dewan…

14 hours ago

Mengungkap Keindahan Danau Sentarum: Surga Tersembunyi di Kalimantan Barat

KalbarOnline, Kapuas Hulu - Kalimantan Barat, tanah yang kaya akan keindahan alam, menyimpan sebuah permata…

14 hours ago

Menikmati Keindahan Alam di Air Terjun Sarai Sawi, Kalimantan Barat

KalbarOnline, Sintang - Air Terjun Sarai Sawi mungkin belum begitu dikenal luas, namun keindahan alamnya…

14 hours ago

Keindahan Goa Beluan di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat

KalbarOnline, Kapuas Hulu - Goa Beluan, destinasi eksotis yang tersembunyi di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan…

14 hours ago

Jelajahi Keindahan Alam Kalimantan Barat: Lubuk Semah, Surga Snorkeling di Tengah Hutan

KalbarOnline, Kapuas Hulu - Apakah Anda bosan dengan destinasi snorkeling yang biasa-biasa saja? Kalimantan Barat…

14 hours ago

Mengungkap Keindahan Sungai Kapuas: Destinasi Wisata Ikonik di Kalimantan Barat

KalbarOnline, Pontianak - Sungai Kapuas, menjadi salah satu sungai terpanjang yang mengalir di Indonesia, bukan…

14 hours ago