Categories: Nasional

Dri 838 Perkara Korupsi, Terdakwa Rata-Rata Hanya Dihukum 3 Tahun

KalbarOnline.com – Indonesia Corruption Watch (ICW) menyesalkan soal tren hukuman koruptor yang masih terbilang ringan. Kondisi itu terjadi dalam periode semester I pada 2020. Berdasarkan catatan ICW pada Januari-Juni 2020, terdakwa korupsi rata-rata hanya dihukum tiga tahun pidana penjara.

“Tentu ini ironis sekali karena masuk dalam kategori hukuman ringan berdasarkan penilaian kami,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam diskusi daring, Minggu (11/10).

Kurnia menjelaskan, kategori hukuman ringan berkisar pada 0 tahun pidana hingga 4 tahun pidana penajara. Sementara itu, hukuman sedang berkisar antara 4 tahun hingga 10 tahun dan hukuman berat di atas 10 tahun penjara.

ICW mencatat, sepanjang semester I, periode 2020, terdapat 1.008 perkara korupsi dengan 1.043 terdakwa yang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Menurutnya, pengadilan Tipikor atau pengadilan tingkat pertama menyidangkan 838 perkara korupsi dengan rata-rata hukuman yang dijatuhkan terhadap terdakwa korupsi 2 tahun 11 bulan.

  • Baca Juga: Vonis Koruptor Ringan, ICW: Ada Persoalan Serius di Pengadilan Tipikor

Pengadilan tinggi atau pengadilan tingkat banding mengadili 162 perkara dengan rata-rata hukuman 3 tahun 6 bulan, sedangkan Mahkamah Agung yang menangani kasasi dan Peninjauan Kembali mengadili delapan perkara dengan rata-rata hukuman 4 tahun 8 bulan.

Kendati demikian, Kurnia tak memungkiri rata-rata hukuman terdakwa korupsi pada semester I 2020 mengalami peningkatan dibanding rata-rata hukuman koruptor pada 2019 hanya 2 tahun 7 bulan. Namun, dengan rata-rata hukuman terdakwa korupsi pada semester I 2020 yang masih tergolong ringan, Kurnia pesimis hukuman tersebut menimbulkan efek jera terhadap pelaku korupsi

“Cita-cita untuk menciptakan Indonesia yang bebas dari korupsi pemberian efek jera yang maksimal rasanya masih sangat jauh akan bisa terealisasi kalau kita melihat data seperti ini,” ujar Kurnia.

Sementara itu, ICW juga mencatat pada semester I pada 2020, total kerugian negara sebesar Rp 39,2 triliun, sedangkan pidana tambahan uang pengganti hanya Rp 2,3 triliun. Jumlah uang pengganti tersebut, dinilai tidak sebanding dengan kerugian keuangan negara.

Oleh karena itu, Kurnia menyebut majelis hakim belum mempunyai visi yang sama dengan aparat penegak hukum dalam menjatuhkan hukuman terhadap pelaku korupsi.

“Hal ini menunjukkan, majelis hakim belum memaknai bahwa kejahatan korupsi juga mencakup sebagai financial crime, yang mana penjatuhan hukuman pun mesti juga berorientasi pada nilai ekonomi,” pungkasnya.

Redaksi KalbarOnline

Leave a Comment
Share
Published by
Redaksi KalbarOnline

Recent Posts

Bupati Kapuas Hulu Kunker ke Hulu Gurung, Buka Layanan Kesehatan Gratis Untuk Masyarakat

KalbarOnline, Kapuas Hulu - Bupati Kapuas Hulu, Fransiskus Diaan melaksanakan kunjungan kerja selama dua hari…

10 hours ago

10 Tahun Reforma Agraria Lampaui Target, Menteri AHY: On the Right Track!

KalbarOnline, Denpasar - Perjalanan reforma agraria telah mencapai 10 tahun. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala…

10 hours ago

DAK Kabupaten Kapuas Hulu 2024 Rp 89 M

KalbarOnline, Kapuas Hulu - Bupati Kapuas Hulu, Fransiskus Diaan menyampaikan, bantuan Dana Alokasi Khusus (DAK)…

12 hours ago

Sekda Kapuas Hulu Hadiri Reforma  Agraria Summit 2024 di Bali

KalbarOnline, Bali - Sekretaris Daerah Kabupaten Kapuas Hulu, Mohd Zaini menghadiri pertemuan Reforma Agraria Summit…

13 hours ago

Honda ADV 160: Pilihan Motor Petualang Tangguh dengan Mesin 160 cc

KalbarOnline - Honda ADV 160 menjadi pilihan menarik bagi para pecinta skuter di Indonesia. Dikenal…

15 hours ago

Honda PCX160: Motor Mewah dengan Performa Tangguh di Indonesia

KalbarOnline - Honda PCX160 kini hadir di Indonesia dengan pilihan mesin petrol yang menawarkan performa…

15 hours ago