Jadi Korban Ketidakadilan Hukum, Katharina Kirim Surat Terbuka ke Presiden Jokowi

KalbarOnline, Pontianak – Seorang ibu single parent beranak lima asal Kota Pontianak bernama Katharina, membuat surat terbuka kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, mengenai ketidakadilan hukum yang dialaminya.

Dalam surat tersebut, Katharina mengungkapkan bahwa ia dan anak-anaknya sedang menghadapi dugaan kasus pidana, yaitu Keterangan Palsu Diatas Sumpah yang dilakukan oleh mantan suami dan saudara-saudaranya dalam sidang pengadilan gugatan cerai (perdata).

Katharina yang juga seorang Guru Bahasa Mandarin dan Penterjemah Bahasa Mandarin dalam suratnya mengungkapkan, ada tiga unsur pidana yang muncul saat proses perkara cerai ia dan mantan suami di sidang di Pengadilan Negeri Pontianak.

Pertama, mantan suami memberikan keterangan palsu. Kedua, mantan suami juga mengajukan gugatan palsu diajukan ke PN Pontianak. Ketiga, mantan suami menelantarkan anak serta kekerasan kepada anak dibawah umur.

Katharina mengungkapkan, pada tahun 2021, kasus keterangan palsu di atas sumpah ini telah dilaporkannya pada Polresta Pontianak. Tetapi di tahun 2022, penyidik Polresta Pontianak secara mengejutkan telah mengeluarkan SP3 dengan alasan tidak cukup bukti dan bukan merupakan unsur tindak pidana.

Baca Juga :  Jokowi Minta Penerima Beasiswa LPDP Promosikan Wisata Indonesia

“Padahal jelas pasal 242 KUHP mengatur dengan tegas mengenai keterangan palsu diatas sumpah tersebut. Saya pada saat persidangan telah membantah dan menghadirkan saksi 3 orang dan menyertakan bukti-bukti tertulis yang telah di materai dan distempel oleh kantor pos kepada majelis hakim, tetapi semua diabaikan dan saat saya menanyakan kasus tersebut, hakim mengatakan bila ibu merasa itu palsu dan punya buktinya silahkan ke polisi dan oleh karena para saksi telah diambil sumpahnya maka hakim harus percaya,” ungkap Katharina.

Setelah itu, saat Katharina melapor ke Polresta Pontianak, penyidik mengatakan harusnya Katharina bantah di persidangan dengan begitu bisa diajukan banding.

“Sedangkan saat itu saya mau banding dikatakan panitera bahwa sudah hari ke 16, padahal baru 3 hari saya menerima salinan putusan sehingga saya tidak dapat melakukan upaya banding. Jadi akhirnya penyidik polresta memberikan SP3 pada tahun 2022 dan pada tahun 2023 saya baru mendapatkan surat arahan bantuan hukum dari pengadilan yang ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Negeri sehingga saya jadikan bukti baru untuk meminta dibuka kembali,” terangnya.

Baca Juga :  Atensi Gubernur, Edi Kamtono Komit Jalankan Tata Kelola Pemerintahan Dengan Transparan dan Akuntabel

“Tetapi Penyidik Polresta Pontianak tidak berkenan membuka kembali dengan alasan akan banyak pihak yang kena imbas (melalui komunikasi lisan), padahal Kapolresta Pontianak yang baru sudah open dan mengarahkan untuk membuat laporan baru, akan tetapi tertahan di pejabat dibawahnya Kapolresta Pontianak,” jelas Katharina lagi.

“Bapak Presiden, melalui surat ini, dengan tidak mengurangi rasa hormat saya kepada Bapak Presiden, dan dengan kerendahan hati, saya memohon bantu kepada Bapak Presiden, untuk membantu saya dalam memperjuangkan kasus hukum yang membelit saya dan anak-anak. Tolong saya dan anak-anak saya Bapak Presiden. Saat ini hidup saya dan anak saya sangat terancam oleh mantan suami dan keluarganya,” harapnya dalam surat tersebut. (Indri)

Comment