Selain Data by Name by Addres, Sutarmidji Sebut Sejumlah Indikator Kemiskinan Harus Dirombak

KalbarOnline, Pontianak – Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar), Sutarmidji kembali menekankan pentingnya pendataan warga miskin secara detail hingga per nama dan per alamat atau by name by address, guna memudahkan pemerintah dalam melakukan intervensi melalui kebijakan nan strategis.

“Data kemiskinan itu yang paling bagus kalau by name by address, kalau ini (sekarang) tidak, hanya secara umum saja berdasarkan kriteria ini-itu, sehingga penanganannya lebih sulit. Tapi kalau by name by address itu akan lebih gampang,” katanya.

Hal itu disampaikan Sutarmidji saat memberikan keterangan pers kepada awak media seusai memberikan arahan pada Rapat Koordinasi (Rakor) Penanggulangan Kemiskinan dan Lokakarya Penyusunan Dokumen Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2023 di Hotel Mercure, Senin (15/05/2023).

Selain data yang memang harus beres, terdapat beberapa indikator kemiskinan yang ada saat ini dipandang Sutarmidji perlu mendapat penyesuaian atau perombakan. Pada kategori kemiskinan berdasarkan rumah tinggal misalnya–di mana dulunya, rumah berdinding papan masuk dalam indikator miskin, padahal saat ini menurut dia, harga dinding papan tidak lebih murah dibandingkan dinding beton.

Baca Juga :  DPR Didesak Lakukan Legislative Review Batalkan UU Cipta Kerja

Begitu pula dengan atap rumbia. Sutarmidji menyebut, kalau dulu rumah dengan atap rumbia dianggap miskin, sementara jika dilihat dari harga dan efektifitas bahan, justru lebih murah jika menggunakan atap seng.

“Harusnya kriteria itu diubah lagi, lalu atap rumbia dianggap miskin padahal rumbia itu lebih mahal dari seng. Kalau seng misalnya tahan 10 tahun, lalu atap rumbia setiap tahun harus diganti. Kalau ukuran rumah enam kali delapan (meter persegi), maka harus keluar biaya Rp 800 ribu per tahun (untuk atap saja),” jelasnya.

Sejalan dengan itu, ia berharap agar pemerintah pusat dapat memperhatikan indikator-indikator sebagai tolak ukur kemiskinan ini di setiap daerah. Karena Sutarmidji menilai, antara satu daerah dengan daerah lainnya tentu ada perbedaan.

“Terutama terkait indikator rumah sehat, saya pernah tolak Kementerian PUPR mau buat rusun (rusun) tipe 21. Saya bilang kenapa tipe 21, paling kurang rusun itu tipe 32,” katanya.

Baca Juga :  Pemprov Kalbar Apresiasi Saran dan Tanggapan DPRD Terhadap Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2022

“Karena orang (masa sekarang), baru tidak dianggap miskin kalau tinggal di ruang minimal delapan meter persegi. Jadi program pusat itu harus selaras kalau memang mau mengentaskan kemiskinan,” sambungnya.

Sebelumnya, Sutarmidji juga mengharapkan agar program pengentasan kemiskinan ini juga dapat disinergikan dengan program Indeks Desa Membangun (IDM). Sutarmidji melihat, sinergitas kedua program tersebut sangat relevan karena indikator kemiskinan juga ada di dalam IDM, terutama pada dimensi sosial ekonomi.

Pada program bedah rumah warga tidak mampu contohnya, sedikitnya mampu menghilangkan 6 hingga 7 item atau indikator dari kemiskinan.

“Karena 6 hingga 7 item kemiskinan itu adanya di rumah. Misalnya dulu rumah mau masang listrik, tetapi tidak boleh karena kondisinya, lalu begitu diganti (bedah rumah) lalu bisa masang listrik (maka indikator listrik terpenuhi),” terangnya. (Jau)

Comment