Miliaran APBD Terbuang Sia-sia, Ini Alasan Disparbud Ketapang Tak Lanjutkan Pembangunan Rumah Adat Melayu

KalbarOnline, Ketapang – Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Ketapang, Samson Nopen menjelaskan, kalau di tahun 2023 ini tak ada anggaran untuk melanjutkan pembangunan Rumah Adat Melayu Kabupaten Ketapang.

Hal itu berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Disparbud pada mata anggaran tahun 2023.

“Dari kita kan untuk penganggaran melalui persetujuan dari badan anggaran. Setelah kita cek di DPA kita tahun ini tidak ada anggarannya (Rumah Adat Melayu Kabupaten Ketapang, red),” kata Samson saat dikonfirmasi KalbarOnline, Rabu (29/03/2023).

Ia menjelaskan kalau pembangunan Rumah Adat Melayu Kabupaten Ketapang tak lagi dianggarkan akibat adanya surat permintaan dari Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Kabupaten Ketapang yang meminta agar Pemda Ketapang memindahkan lokasi pembangunan ke kawasan jalan lingkar kota.

“Kenapa itu belum ada penganggaran? Karena ada permohonan dari MABM kepengurusan baru yang Pak Rustami sebagai ketuanya sekarang. Pada waktu itu kadisnya masih Pak Yulianus, mereka menghadap pemda minta lokasi itu dipindah pembangunannya ke jalan lingkar kota di tempat yang strategis,” ungkapnya.

Baca Juga :  Perkuat Pengelolaan Keuangan Pusat dan Daerah, Kanwil DJPb Kalbar Teken MoU bersama Pemkot Pontianak

Saat disinggung mengenai perencanaan awal pembangunan, Samson mengatakan, kalau dirinya tidak mengetahui pasti karena pada saat itu belum menjabat di disparbud.

“Intinya kita dari dinas jika dari pimpinan sudah mengarahkan untuk sesuai permohonan MABM, ya kita proses,” ucapnya.

“Jadi kita dari dinas ini mulai dari nol lagi, seperti pengadaan tanah dan DED ( Detail Engineering Design, red) rumah adat Melayu itu,” sambungnya.

Selain itu, ia juga meminta agar pengurus MABM Ketapang dapat memberikan penjelasan soal tak lagi dilanjutkanya pembangun Rumah Adat Melayu Kabupaten Ketapang yang berada di Kelurahan Mulia Kerta, Kecamatan Benua Kayong kepada masyarakat.

“Saya minta dari pengurus MABM agar menjelaskan kepada semua Ormas yang ada di bawah naungan MABM Ketapang,” tutupnya.

Sebelumnya, seperti yang diulas media ini, bahwa proyek yang dimulai pada tahun 2019 itu telah menelan biaya sekitar Rp 2 miliar lebih yang bersumber dari APBD Kabupaten Ketapang.

Berdasarkan penelusuran melalui sistem elektronik pengadaan barang dan jasa pada laman LPSE Ketapang, proyek bangunan Rumah Adat Melayu Ketapang ini telah mendapat empat kali kucuran dana APBD Ketapang sejak pertama kali direncanakan melalui kajian arsitektur pada tahun 2014 senilai Rp 80 juta, kemudian di tahun 2018 sebesar Rp 491 juta untuk DED Rumah Adat Melayu Ketapang melalui Dinas PUPR.

Baca Juga :  Pandemi Covid-19 Membaik, Presiden Jokowi: Umat Muslim Bisa Salat Tarawih Berjamaah di Masjid

Kemudian dikucuran lagi dana untuk pembangunannya oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan pada tahun 2019 dengan APBD senilai Rp 1,4 miliar. Kemudian dilanjutkan lagi pada APBD Perubahan Ketapang di tahun 2020 senilai Rp 900 juta lebih.

Lantaran dibiarkan mangkrak, hasil penelusuran KalbarOnline baru-baru ini di lokasi proyek yang konon-kononnya akan menelan anggaran senilai Rp 50 miliar itu kondisinya cukup memprihatinkan. Pondasi yang dulu sempat dibangun kini telah menjadi hutan semak belukar. Bahkan jalan menuju lokasi sudah sulit untuk dilalui akibat tertutup tumbuhan liar.

Karena ditumbuhi rumput semak belukar, lokasi proyek Rumah Adat Melayu Ketapang ini dimanfaatkan warga untuk dijadikan tempat menggembala hewan ternak sapi. (Adi LC)

Comment