Sutarmidji: Antrean BBM di SPBU Sudah Dari Dulu

KalbarOnline, Pontianak – Gubernur Kalbar, Sutarmidji menyatakan bahwa fenomena antrean BBM di SPBU bukan hanya berlaku pada hari-hari belakangan ini saja, namun sudah sejak dulu. Namun mirisnya, antrean itu justru didominasi oleh bukan masyarakat yang membutuhkan, melainkan para spekulan untuk dijual kembali.

“Biasa saya ke daerah itu, saya lihat SPBU banyak yang ngantre, yang ngantre justru bukan yang membutuhkan, tapi yang untuk jual kembali,” kata Sutarmidji, Selasa (06/09/2022).

Menurut Sutarmidji, hal itu terjadi lantaran tingginya disparitas harga antara BBM subsidi dan non subsidi kala itu.

“Karena disparitasnya terlalu jauh (antara BBM subsidi dan non subsidi), lebih dari Rp 9 ribu waktu itu, solar bahkan Rp 10-an ribu. Kalau mereka antri dapat 100 liter, kemudian dijual dengan keuntungan Rp 5 – Rp 6 ribu saja, sudah berapa?” katanya.

“Yang butuh ini yang kasihan. Sepanjang disparitas harga itu masih tetap jauh, tetap akan ada masalah di SPBU,” tambahnya.

Maka itu, Sutarmidji pun setuju, jika subsidi yang diberikan terhadap BBM mengacu pada patokan angka rupiah. Sehingga, berapapun angka fluktuasi yang terjadi di pasaran global, pemerintah tidak harus menyesuaikannya lagi.

“Sehingga waktu itu saya berpikir kenapa subsidi itu tidak bicara pada patokan angka. Misalnya solar, subsidinya Rp 5 ribu, ya sudah, berapapun harga pasar fluktuatif, tidak perlu sesuaikan harga ini-itu,” katanya.

“Cuma masyarakat kita siap tidak menerima itu? Ini supaya yang betul-betul membutuhkan bisa dapat. Sekarang ini yang membutuhkan susah dapat, mereka bilang lebih bagus harga seperti ini disesuaikan sekarang ini, tapi mudah dapatnya, dari pada mereka ngantre satu hari satu malam, belum tentu dapat,” sambunya.

“Akhirnya beli juga ke pengecer yang harganya kadang beda sedikit saja dari yang non subsidi, makanya yang non subsidi harus tetap tersedia betul, sehingga ada pilihan,” terang Sutarmidji lagi.

Baca Juga :  KSOP Pontianak Bantah Lakukan Tindakan Kekerasan Terhadap Wartawan

Terkait dengan kenaikan harga BBM, Sutarmidji mengaku tentu hal itu akan berdampak pada banyak sektor, terutama inflasi.

“Kita (Pemprov Kalbar) sudah menyiasati itu dengan melakukan 2 hal. Pertama, menyalurkan bantuan sembako untuk masyarakat yang betul-betul tak mampu. Kedua, kita melakukan operasi pasar. Saya selalu mengikuti komponen dalam menghitung inflasi yang harganya naik, sehingga kita lakukan operasi pasar,” katanya.

Untuk “operasi pasar” yang dilakukan, sedianya harus dilakukan di pasar. Bukan di kecamatan, kampung-kampung atau tempat lainnya.

“Harus di pasar. Karena tak akan berpengaruh, makanya harus di pasar. telor, kalau sampai di atas 3000, operasi pasar. Itu yang kita lakukan untuk mengantisipasi agar tak terjadi lonjakan inflasi. Sehingga Kalbar sampai hari ini Alhamdulillah, termasuk daerah dengan inflasi dalam kategori rendah,” ungkapnya.

Selain itu, Sutarmidji meminta kepada pihak Pertamina untuk bisa menjaga pasokan dan distribusi BBM-nya ke daerah-daerah.

“Saya minta pertamina, harus jaga distribusinya dan rantai distribusinya dijaga, terutama komponen-komponen yang menjadi penyumbang kenaikan harga di pasaran di tataran pengguna, seperti misalnya elpiji,” katanya.

Dia lalu mencontohkan, harga elpiji 3 kilogram yang normalnya hanya Rp 16.000, bisa menjadi Rp 25 ribu ketika dijual di Kapuas Hulu, karena alasan ongkos angkut.

“Saya sarankan waktu itu, bagaimana rantai distribusinya itu langsung ke BUMDes, jadi di desa-desa itu harus tersedia. Jadi kalau ada kelangkaan elpiji di satu desa, kita bisa langsung tunjuk saja pemasaran di desa itu. Sehingga kalau pemerintah mau mengadakan subsidi angkutannya pun bisa lebih mudah,” katanya.

Menurut Sutarmidji, pelibatan BUMDes sebagai mata rantai pasok dan distribusi bisa lebih menghemat anggaran dan lebih tepat sasaran.

“Kalau sekarang kita subsidi, yang untung bukan masyarakat, sementara harga tak turun, subsidi diberikan kepada agen atau distributor, itu susah. kalau saya lebih kepada BUMDes-nya,” jelasnya.

Baca Juga :  Sutarmidji Minta PLN Percepat Listrik Masuk Desa

Namun demikian, kesemua kebijakan tersebut berada di tangan pemerintah pusat. Pemprov Kalbar hanya dapat mengusulkan, namun tidak dalam posisi menetapkan atau memutuskan.

“Pemerintah provinsi ini tidak pada pilihan, misalnya ada yang demo di kantor gubernur, mau mencak-mencak di situ pun yang nentukan harga minyak bukan saya. Karena itu pusat. Peran kita itu adalah lebih kepada meminimalisir dampak (kenaikan BBM),” kata dia.

Kembali soal distribusi BBM kepada masyarakat, Sutarmidji berharap agar Pertamina dapat mengatur atau memisahkan penjualan antara BBM subsidi dan BBM non subsidi di tiap-tiap SPBU.

“Saya sarankan kepada regulator maupun operator, apapun namanya, kalau harga BBM ini masih tetap tidak sama, yang tidak subsidi harusnya di SPBU tertentu, itu jual minyak tidak subsidi semua. Kalau masih satu, yang subsidi di situ, non subsidi di situ juga, ngontrolnya kan susah. Emangnya bisa dijamin?” katanya.

“Kemudian diatur lagi misalnya untuk angkutan pelabuhan, isi bahan bakar di satu SPBU (khusus). Sehingga kontrolnya gampang. Kalau ada yang coba-coba mau main-main tentu tak akan berani, spekulan tak akan berani. Karena masing-masing jaga,” tambahnya.

Terakhir, Sutarmidji turut mengharapkan adanya kolaborasi antara kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dengan kebijakan di internal Pertamina. Hal ini guna meminimalisir kecurangan serta dampak dari kenaikan BBM.

“Mudah-mudahan pertamina sebagai operator bisa melakukan itu. Tugas pemerintah daerah ini sekarang adalah mengurangi semaksimal mungkin dampak dari kenaikan BBM. Pilihan tak ada. Kalau dipaksakan terus, semakin besar belanja subsidi, maka sampai satu titik tertentu, negara tak mampu membangun, kegiatan ekonomi stagnan, tidak ada pertumbuhan, akibatnya orang miskin bertambah, masalah sosial bertambah,” pungkasnya. (Jau)

Comment