Kuasa Hukum Jan Purdy Rajagukguk Minta Semua Oknum Terlibat Korupsi PTPN XIII Diseret ke Meja Hijau

KalbarOnline, Pontianak – Kuasa Hukum Jan Purdy Rajagukguk, Sinar Bintang Aritonang meminta agar semua oknum pejabat tinggi yang ditengarai terlibat dalam korupsi PTPN XIII segera diperiksa dan diseret ke meja hijau. Bukan malah mempolisikan kliennya, Jan Purdy Rajagukguk, yang notabene telah berjuang membantu negara untuk mengungkap adanya mega korupsi di tubuh perusahaan pelat merah itu.

“Ada apa dengan semua ini? Bahkan pejabat dan mantan pejabat tinggi PTPN XIII anteng-anteng saja. Bahkan ada yang naik jabatan,” kata Sinar Bintang, Jumat (02/09/2022).

Padahal, lanjut Sinar Bintang, korupsi yang berhasil dilaporkan kliennya di tubuh PTPN XIII itu tak main-main angkanya, yakni mencapai Rp 7,3 triliun.

Ia pun menerangkan, dari sekian banyak kasus dugaan korupsi yang telah dilaporkan kliennya itu, tak satupun dari oknum pejabat tingginya yang dipidana. Hal itu bisa dilihat dari putusan pengadilan pada kasus Kembayan II, yang hanya menghukum orang-orang kecil. Sementara nama-nama besar yang disebut masih bebas berkeliaran.

Kepada wartawan, Sinar Bintang pun kemudian menceritakan kilas balik bagaimana kliennya, Jan Purdy Rajagukguk, yang juga menjabat selaku Manager Kebun Parindu itu akhirnya dicopot dan dipolisikan oleh oknum berinisial SPM.

Yakni bermula saat Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir yang dalam sejumlah pemberitaan menyatakan, bahwa telah terjadi korupsi di PTPN I sampai dengan XIV, dengan potensi kerugian sebesar Rp 43 triliun. 

Selanjutnya, setelah mendengar pernyataan Menteri BUMN itu, kliennya bersama Direktur PTPN XIII sebelumnya, Alexander Maha pun mendapat kepercayaan diri untuk mengungkap mega korupsi di PTPN XIII–dengan harapan apa yang dilakukan kliennya bersama Alexander Maha mendapat dukungan penuh oleh pemerintah dan penegak hukum.

“Alexander Maha kemudian memberikan surat kuasa khusus kepada klien saya untuk melaporkan dugaan mega korupsi di PTPN XIII ke Polda dan Kejati Kalbar,” terangnya.

Sinar Bintang menyatakan, beberapa dugaan korupsi yang dilaporkan ke penegak hukum di Kalbar, yakni pertama terkait dugaan korupsi pekerjaan penanaman baru kelapa sawit di wilayah Kembayan II, Kabupaten Sanggau. 

Dimana dari penanaman kelapa sawit tanaman baru seluas 1.150 hektare itu–sampai saat ini diduga satu pohon kelapa sawit pun tidak ada yang bisa dipanen, sehingga tidak memberikan kontribusi kepada PTPN XIII. Padahal dana yang sudah digelontorkan sebesar lebih dari Rp 52 miliar.

“Total dana yang dikucurkan ini belum termasuk bunga kredit investasinya,” kata dia.

Modus yang sama juga ditengarai dilakukan pada proyek pengembangan kebun di lingkup PTPN XIII–selain Kembayan II, Sanggau–juga di kebun Ngabang II, Kabupaten Landak, kebun Tajati, Pandawa, Muara, Komam di Kalimantan Timur serta kebun Pamukan di Kalimantan Selatan.

Baca Juga :  Divonis Bebas oleh Pengadilan, Joni Kembali Ditangkap Polda Kalbar

Adapun modus operandinya, yakni dengan menyerobot hutan lindung dan areal-areal HGU kebun-kebun swasta lain, pemalsuan dokumen pembelian lahan dari masyarakat (pembebasan lahan), kebijakan jual beli bibit secara ilegal yang diduga masuk kantong pribadi oknum–dengan cara-cara diduga bibit afkir ditanam di lapangan milik PTPN XIII sedangkan bibit yang bagus dijual keluar. 

Selain itu juga terdapat pemalsuan laporan-laporan berita acara penutupan kontrak. Misalnya terdapat kontrak sudah ditutup dan diduga uang sudah dibayarkan ke pihak vendor, akan tetapi fisik pekerjaan di lapangan belum ada. 

Tak hanya itu, lanjut Sinar Bintang, terjadi pula penurunan nilai aset (impairment) terhadap aset-aset kebun pengembangan PTPN XIII. Seperti yang diketahui aset PTPN XIII sebagian besar adalah aset biologis (aset tanaman) dan semestinya dikecualikan dari perlakukan impairment. 

Akan tetapi, impairment investasi tanaman gagal yang terjadi adalah sebagai berikut, total investasi tanaman untuk lima kebun antara lain, kebun Kembayan II, kebun Ngabang II, kebun Pamukan, kebun Muara Poman dan kebun Tajati dengan luas lahan sebesar Rp 2,8 ribu hektare dengan dana yang dikucurkan sebesar Rp 855 miliar lebih, yang mulai dibangun pada 2008 sampai dengan 2016.

“Dana sebesar itu termasuk total investasi tanaman dan bunga kredit investasi. Jika dihitung unit cost pembangunan kebun kelapa sawit per hektar PTPN XIII sebesar Rp 299 miliar lebih atau sekitar lima kali lipat dari unit cost pembangunan kelapa sawit pada umumnya,” ungkapnya. 

Sinar Bintang menyatakan, setelah dilakukan penilaian aset oleh Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP), nilai aset pada 2018 untuk lima kebun tersebut hanya tinggal sebesar Rp 159 miliar lebih. 

Ia melanjutkan, akibat dari diduga tindakan korupsi dan masalah manajemen dalam kegiatan pembangunan kebun kelapa sawit, telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 695 miliar lebih. 

Sementara untuk kegiatan replanting tanaman kelapa sawit kebun existing juga diduga mengalami kegagalan investasi yang diperkirakan seluas kurang lebih 10 ribu hektar dengan kerugian diduga diperkirakan Rp 500 miliar.

Tak berhenti sampai disitu, kasus dugaan korupsi lain yang dilaporkan kliennya adalah dugaan terjadinya mark up dalam kegiatan rehabilitasi dan peningkatan PKS di lingkup PTPN XIII yang diduga nilainya sama seperti investasi pembangunan PKS baru, senilai kurang lebih Rp 70 miliar per PKS, dengan total nilai kurang lebih Rp 560 miliar. Diantaranya PKS Ngabang, Parindu, Kembayan, Gunung Meliau Rimba Belian di Kalbar. 

“Ini dugaan korupsi PTPN XIII yang ada di Kalbar. Belum termasuk yang ada di Kalimantan Selatan dan Timur,” tambah Sinar Bintang. 

Baca Juga :  Bupati Melawi: Pertanggungjawabkan Dana Hibah Sesuai Ketentuan

Dugaan korupsi lain yang dilaporkan Jan Purdy Rajagukguk, yakni soal dugaan eksploitasi minyak kotor (miko). Modus operandinya, kata dia, yakni dengan cara vendor diperintahkan oleh PTPN XIII untuk membersihkan kolam limbah I, II dan III di lokasi PKS Gunung Meliau, Parindu dan PKS Ngabang yang kandungan minyaknya sudah sangat rendah. Namun untuk bisa mendapatkan pekerjaan itu, vendor diminta harus membayar Rp 350 juta.

“Padahal semestinya PTPN XIII sendirilah yang harus membayar vendor terkait pekerjaan pembersihan kolam limbah tersebut, berdasarkan jam kerja alat berat yang dipergunakan untuk membersihkan kolam,” terangnya.

“Ada apa sesungguhnya yang terjadi sehingga vendor mau mengeluarkan uang yang banyak hanya untuk mendapatkan pekerjaan membersihkan kolam yang sudah tidak ada minyaknya,” ujarnya.

Ia menduga, telah terjadi kongkalikong adalah vendor dengan oknum PTPN XIII, yang sengaja mengucurkan CPO dari tangki timbun maupun deoiling pond langsung ke kolam limbah yang akhirnya ditampung oleh vendor dan disedot ke mobil tangki milik vendor yang telah disiapkan sebelumnya.

“Diduga jumlah minyak yang dikucurkan sepuluh kali lipat dari nilai uang yang disetorkan kepada PTPN XIII, sehingga diduga kerugian perusahaan untuk setiap kontrak sebesar Rp 3,1 miliar lebih. Dan ini terjadi berulang-ulang. Pertanyaannya apa yang dibersihkan?” kata dia.

Lebih lanjut, dari sekian laporan-laporan itu lah kemudian menyebabkan kliennya, Jan Purdy Rajagukguk dilaporkan ke polisi oleh oknum berinisial SPM. Dimana Jan Purdy Rajagukguk dilaporkan ke Polsek Tayan Hulu, pada 2020 lalu, dengan dugaan melakukan pencemaran nama baik, pasal 310 juncto pasal 311 KUHP. 

Namun setelah menjalani proses hukum hingga persidangan, maka pada tanggal 2 Desember 2021, Pengadilan Negeri (PN) Sanggau menyatakan kliennya diputus bebas murni. 

“Putusan PN Sanggau dikuatkan lagi dengan putusan Mahkamah Agung yang menguatkan putusan sebelumnya,” tegas Sinar. 

“Adapun putusannya adalah menyatakah terdakwa Jan Purdy Rajagukguk tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan, membebaskan terdakwa oleh karena itu dari semua dakwaan penuntutan umum, memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya,” paparnya membacakan isi putusan.

Sinar Bintang menduga, kalau laporan polisi yang dilakukan oleh oknum berinisial SPM ini sudah diatur. Sehingga akibat laporan itu, kliennya dicopot dari jabatannya sebagai Manager Kebun Parindu. 

Ia pun berharap, dengan adanya putusan MA yang menguatkan putusan PN Sanggau, maka Management PTPN XIII bisa mentaati putusan tersebut dengan memulihkan hak-hak kliennya dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya–termasuk mengembalikan posisi Jan Purdy Rajagukguk sebagai Manager Kebun Parindu. (Jau)

Comment