Ria Norsan: Stunting Bukan Hanya Soal Berat dan Panjang Badan Balita, Tapi..

KalbarOnline, Sambas – Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Ria Norsan, memberikan arahan langsung kepada Tim Pencegahan Stunting Kabupaten Sambas, di Kantor Bupati Sambas, Rabu (22/06/2022).

Wagub Kalbar selaku Ketua Tim Pencegahan Stunting Provinsi Kalimantan Barat, dalam kesempatan itu menjelaskan, bahwa angka stunting di Kabupaten Sambas berada di urutan ke-4 dengan persentase angka 22,6 persen, sedangkan persentase angka stunting Provinsi Kalbar sebesar 29,8 persen, dimana target angka rata-rata nasional sebesar 24,4 persen.

Wagub menekankan, bawa stunting bukan hanya dilihat dari balita yang tidak cukup berat atau panjang badannya ketika lahir. Stunting bisa terjadi karena kurangnya gizi dan tidak adanya asupan Air Susu Ibu (ASI) yang cukup.

Baca Juga :  Tekan Stunting, Dinkes Melawi Gelar Gerakan Nasional Aksi Bergizi

“Misal, waktu lahir beratnya 2,5 kg dan panjang badan 48 cm, termasuk kategori normal. Namun, seiring berjalannya waktu, stunting bisa terjadi karena kurangnya gizi dan tidak mendapatkan Air Susu Ibu yang cukup,” jelas Ria Norsan.

Kegiatan ini turut dihadiri Wakil Bupati Sambas, Fahrur Rofi, Anggota DPRD Komisi V Provinsi Kalbar, Juliarti Djuhardi Alwi serta jajaran Forkopimda Kabupaten Sambas.

Lebih lanjut, Norsan juga meminta kepada seluruh stakeholder di Kabupaten Sambas untuk bersama-sama melakukan pergerakan di lapangan, sebagai upaya penurunan angka stunting.

“Dengan melibatkan PKK dan menghidupkan kembali Posyandu, akan mengetahui tumbuh kembang balita. Tidak hanya pada balita saja, penanganan stunting juga perlu memperhatikan pasangan suami istri (pasutri) yang akan menikah,” kata dia.

Baca Juga :  Gabsis U-15 Optimis Wakili Kalbar

“Kemudian, setelah menikah maupun di masa kehamilan, diharapkan untuk  selalu melakukan pemeriksaan,” tutur Norsan menambahkan.

Selanjutnya, kepada Tim Penanganan Stunting Kabupaten Sambas turut diharapkan dapat berkomunikasi dengan masyarakat sesuai dengan bahasa lokal di desa maupun perkotaan.

“Tidak semua masyarakat di daerah atau pedesaan mengerti Bahasa Indonesia seperti kata “stunting”. Upayakan dari sisi bahasa bisa dipahami mereka agar cepat dimengerti dan gerakan penanganan stunting bisa berhasil di daerah mereka,” tutup Norsan. (Jau)

Comment