Geruduk BPN Ketapang, Warga 12 Desa Minta Presiden Usut Oknum Penerbit Peta HGU Horizontal Tahun 1991

KalbarOnline, Ketapang Terkait polemik HGU PT BGA Group, masyarakat dari 12 desa yang ada di tiga Kecamatan yakni, Sungai Melayu, Pemahan danTumbang Titi bersama Front Perjuangan Rakyat Ketapang (FPRK) kembali menggelar aksi damai di depan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ketapang, Senin, 28 Maret 2022.

Mereka menyampaikan beberapa tuntutan di antaranya meminta Presiden Joko Widodo mengusut dugaan adanya oknum di Kantor BPN yang menerbitkan peta horizontal tahun 1991 untuk sertifikat hak guna usaha (HGU) perusahaan perkebunan sawit BGA Group.

Pasalnya, peta horizontal yang dimaksud tersebut juga mencakup lahan milik pribadi termasuk perumahan masyarakat. Bahkan fasilitas umum seperti sekolah, rumah ibadah, pemakaman hingga jalan raya juga masuk dalam HGU peta itu. Sehingga penerbitan HGU tersebut dinilai sangat merugikan bahkan merampas hak masyarakat.

“Kepada Pak Bupati, Gubernur maupun Bapak Presiden, tolong berikan keadilan kepada kami,” ucap Kepala Desa Karya Mukti, Kecamatan Sungai Melayu Rayak saat berorasi di depan Kantor BPN Ketapang.

Menurutnya, persoalan ini sudah berlarut-larut cukup lama dan belum terselesaikan. Ia menegaskan, persoalan ini apakah harus menunggu rakyat marah dan berbuat anarkis karena sudah hilang kesabaran.

Kemudian rakyat ditangkap dan dihukum, padahal sebenarnya menjadi korban kebijakan oknum BPN yang merugikan masyarakat.

“Kalau memang harus begitu, tangkap kami dan penjarakan karena rumah tangga kami juga sudah dirampas, masuk dalam HGU itu. Tapi kami tidak akan takut, tembak saja kami. Lebih baik mati berkalang tanah dari pada harus dijajah bangsa sendiri,” tegasnya.

Sementara Ketua FPRK Isa Anshari mengatakan, aksi yang dilakukan pihaknya itu menyikapi terjadinya tumpang tindih antara peta HGU horizontal tahun 1991 versi BPN dengan sertifikat hak milik (SHM) warga.

Baca Juga :  Gelar Aksi Damai 717, FPRK Sampaikan 13 Tuntutan

Kemudian fasilitas pendidikan, kesehatan, rumah ibadah, pemakaman, kebun warga, jalan raya dan lainnya.

Pada aksi tersebut, Isa membacakan tuntutan masyarakat 12 desa dari tiga Kecamatan yakni Tumbang Titi, Pemahan dan Sungai Melayu Rayak di antaranya sebagai berikut:

  1. Menuntut Presiden Jokowi menindak tegas Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN yang bertanggungjawab terhadap penerbitan peta HGU horizontal tersebut yang diduga fiktif.
  2. Menuntut pertanggungjawaban Kementerian ATR/BPN, kenapa dalam satu HGU ada dua peta berbeda. Satu peta HGU tersebut yang disebut peta horizontal masuk dalam SHM warga, fasilitas pendidikan, kesehatan dan fasilitas umum lainnya.
  3. Menuntut aparat penegak hukum memproses hukum BPN dan pihak yang terlibat, jika ditemukan ada unsur kesengajaan dalam penerbitan peta HGU horizontal tersebut.

Selain itu, Isa menyebut kalau pihaknya juga menuntut BPN Pusat dan BPN Kanwil Provinsi Kalimantan Barat. Serta BPN Kabupaten Ketapang membuat surat pernyataan menghapus peta HGU horizontal tahun 1991 yang diduga fiktif.

“Kemudian menyatakan juga bahwa FPRK dan masyarakat 12 desa dilibatkan oleh TIM ATR/BPN untuk mengecek ke lapangan. Tujuannya agar penyelesaian permasalahan berjalan objektif, transparan dan tidak merugikan masyaraka khususnya di 12 desa ini,” kata Isa.

Sementara Kepala Kantor BPN Ketapang Banu Subekti membacakan surat pernyataan yang dibuatnya di hadapan peserta aksi.

Surat Pernyataan itu menurut Banu sehubungan adanya permasalahan penerbitan HGU eks Benua Indah Group (BIG) yang sekarang menjadi HGU Bumitama Gunajaya Agro (BGA Grup) yang diduga 12 Desa masuk di dalamnya.

Baca Juga :  BGA Group Komitmen Lestarikan Lingkungan, Ini Klarifikasi Kades Sungai Kelik Soal Isu Kuburan Digusur

Terdapat beberapa poin dalam surat pernyataan itu di antaranya sebagai berikut:

  1. Kami (BPN Ketapang) turut mendorong dan menyampaikan kepada Kementerian ATR/BPN sehingg permasalahan tersebut menjadi terang dan dapat segera diselesaikan.
  2. BPN Ketapang akan meyampaikan kepada Kementerian ATR/BPN agar melibatkan pihak FPRK dan masyarakat 12 desa dalam rangka penelitian dan pengecekan di lapangan.
  3. BPN Ketapang akan secara transparan dan aktif dalam menyampaikan informasi kepada FPRK dan masyarakat 12 Desa terkait perkembangan penyelesaian permasalahan tersebut.

“Demikian Surat Pernyataan ini dibuat tanpa ada paksaan dan tekanan dari pihak lain,” kata Banu.

Banu Subekti menambahkan, pihaknya memohon waktu untuk penyelesaiannya karena terkait kewenangannya terbatas. Lantaran kewenangan Hak Guna Usaha (HGU) pada Kementerian ATR/BPN di Jakarta.

“Jadi tadi kalau diminta menyatakan bahwa peta HGU 1991 harus dihapus tentu itu bukan kewenangan kami. Tapi kewenangan tim yang dibentuk oleh Pak Menteri. Kalau tadi tetap saya diminta membuat pernyataan begitu, tak ada gunanya. Malah nanti secara perdata maupun pidana jadi pelanggaran bagi saya karena menyalahi aturan,” jelasnya.

Sebab itu ia mengajak semua pihak untuk sama-sama menunggu karena tim dari Jakarta juga akan segera turun pada pekan ini. Pihaknya juga ingin permasalahan ini cepat terang benderang, ada putusan dan cepat selesai.

“Tadi kami sampaikan juga bahwa dalam SK Tim itu diberi waktu paling lama dua bulan. Terhadap aksi hari ini kita ucapkan terimakasih kepada semua karena berlangsung secara baik dan kondusif,” pungkas Banu. (Adi LC)

Comment