Hary Agung Tjahyadi, PTT di Pedalaman Kalbar, Dokter Teladan Hingga Kadis Kesehatan (2-habis)

Hary Agung Tjahyadi, mulai dari Pegawai Tidak Tetap (PTT) di pedalaman Kalbar, dokter teladan hingga Kepala Dinas Kesehatan. Posisi Kepala Dinas Kesehatan Kalbar yang diemban Hary Agung sebenarnya hanya buah manis dari perjuangan panjangnya merintis karir dirantau orang, dari pedalaman Kalbar.

KalbarOnline, PontianakApa yang diraih Hary Agung Tjahyadi saat ini tidak hadir dengan begitu saja. Melainkan ada cerita panjang dan berkelok-kelok yang telah ia lewati. Pengalaman telah menjadi guru terbaik yang mengajarkan banyak hal pada Hary Agung hingga pada akhirnya ia mendapatkan amanah sebagai Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar).

Nama Hary Agung Tjahyadi bagi masyarakat umum di Kalbar tentu tidak sefamiliar tokoh-tokoh lainnya. Tetapi bagi insan kesehatan, sosoknya tidak lagi asing.

Posisi Kepala Dinas Kesehatan Kalbar yang diemban Hary Agung sebenarnya hanya buah manis dari perjuangan panjangnya merintis karir dirantau orang, dari pedalaman Kalbar.

Hary Agung menyelesaikan tugas Kementerian Kesehatan sebagai dokter gigi Pegawai Tidak Tetap (PTT) di Puskesmas Sandai pada tahun 1997. Pintu karir Hary Agung di pemerintahan semakin terbuka.

Di tahun yang sama, bermodalkan kepercayaan diri, doa orangtua dan istri, Hary Agung mengikuti seleksi Aparatur Sipil Negara (ASN). Bagai gayung bersambut, Hary Agung dinyatakan lulus.

“Saya bertugas sebagai ASN pertamakali di Puskesmas Telaga Biru Siantan sebagai dokter gigi sekitar 6 tahun merangkap sebagai Kepala Puskesmas,” cerita Hary.

Selanjutnya, Hary pindah ke Puskesmas Alianyang Kota Pontianak dan bertugas selama 4 tahun. “Jadi total saya bertugas di Puskesmas selama 13 tahun,” kata Hary.

Berbagai prestasi ditorehkannya selama 13 tahun bertugas di Puskesmas. Di antaranya mewakili Kalbar sebagai Dokter Teladan Nasional.

“Waktu dapat penghargaan dokter teladan itu Pak Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) yang menyerahkan di Istana Negara, kalau tidak salah itu tahun 2005 atau 2006,” kenang Hary.

Selain itu, Puskesmas Alianyang yang dipimpinnya berhasil mendapatkan penghargaan pelayanan prima dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) pada 2005 yang diserahkan Presiden RI.

“Itu menginisiasi Puskesmas lainnya untuk mendapatkan penghargaan pelayanan prima,” kata Hary.

Kerja keras memang tidak menghianati hasil. Setelah melanglangbuana bertugas di Puskesmas selama 13 tahun, barulah Hary bertugas di Dinkes Provinsi Kalbar sebagai staf pada 2007.

Dari staf, Hary menjadi Kepala Seksi (Kasi) Pelayanan Kesehatan Khusus dan Bencana. Kemudian Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Keluarga dan menjadi Sekretaris Dinkes Kalbar selama 4 tahun.

Lantaran jabatan Kepala Dinkes Kalbar saat itu lowong, Hary sempat menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinkes selama 6 bulan.

Setelah Gubernur melantik Kepala Dinkes Kalbar definitif, Hary kembali menjadi Sekretaris Dinkes Kalbar.

Pada Agustus 2020 Gubernur melantik Hary menjadi Kepala Biro (Kabiro) Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah (Setda) Kalbar.

Kemudian pada awal Maret 2022 Hary dilantik menjadi Kepala Dinkes Kalbar menggantikan Harisson yang menjadi Sekda Kalbar sekarang.

“Dalam kerja yang menarik bagi saya, kita diterima masyarakat itu dengan baik. Selama kita memiliki niat baik dan berbuat baik,” kata Hary.

Baca Juga :  Sutarmidji Sebut KPH Berpotensi Ubah Status Desa di Kalbar Jadi Desa Mandiri

Ia menilai, tugasnya tidak mungkin bisa dijalankan tanpa bantuan masyarakat. “Corong kesehatan justru akan lebih mudah masuk jika melalui masyarakat sendiri. Orang kesehatan harus memegang ilmu komunikasi yang kuat,” pesan Hary.

Tak Ingin Euforia

Hary Agung tak ingin larut dalam euforia, pasca dilantik Gubernur Sutarmidji sebagai Kepala Dinas Kesehatan pada 1 Maret 2022 menggantikan Harisson yang diangkat menjadi Sekretaris Daerah (Sekda), dia langsung tancap gas. Memberikan dan menunjukan kinerja terbaik.

Mengingat, jabatan yang diembannya itu merupakan posisi sentral dan penting, terlebih dalam penanganan pandemi Covid-19 saat ini.

Hary Agung mengamini bahwa penanganan Covid-19 masih jadi fokus utama Dinas Kesehatan. Meskipun kata Hary Agung, dalam pencegahan dan penanganan Covid-19 tak bisa hanya dikerjakan oleh tenaga kesehatan semata.

Perlu kerjasama semua pihak, terutama dalam Satgas Covid-19 yang terdiri dari lintas sektor di dalamnya.

“Saya pikir upaya ke depan adalah memperkuat peran Dinkes dalam Satgas tersebut,” kata Hary Agung.

Terpenting mempercepat cakupan Vaksinasi Covid-19. Terlebih ini merupakan arahan Gubernur Sutarmidji di setiap kesempatan. Cakupan Vaksinasi Covid-19 perlu terus digenjot.

“Harus ada percepatan-percepatan, sekarang bukan hanya vaksinasi dosis pertama saja yang harus 70 persen, tapi juga vaksinasi dosis kedua harus kita kejar 70 persen ke atas. Karena masih ada sekitar 10 kabupaten/kota yang belum 70 persen untuk vaksinasi dosis kedua,” kata Hary Agung.

Kemudian percepatan cakupan vaksinasi bagi warga lanjut usia (lansia). Seperti diketahui, target vaksinasi Covid-19 yang menyasar lansia yang ditetapkan Pemerintah Pusat yakni 60 persen. Termasuk vaksinasi booster untuk semua sasaran.

“Vaksinasi ini adalah upaya-upaya untuk menekan jumlah hospitalisasi dan menekan jumlah angka kematian. Ini penting, jumlah hospitalisasi harus kita tekan, caranya dengan gencarkan vaksinasi,” kata Hary Agung.

Untuk mempercepat cakupan vaksinasi Covid-19 saat ini, menurutnya diperlukan pendekatan keluarga dan kearifan lokal dari level paling terkecil yakni di tingkat RT/RW, Dusun, dan Desa/Kelurahan.

Hal ini mengingat, cakupan vaksinasi Covid-19 daerah di Kalbar untuk dosis pertama saat ini rata-rata sudah berada di atas 70 persen. Sehingga diakuinya cukup sulit untuk mencari sasaran. Belum lagi dihadapkan pada kelompok masyarakat yang kontra dan sulit memahami pentingnya vaksinasi Covid-19.

“Ini perlu didorong. Strateginya dengan pendekatan keluarga. Entry point-nya bisa masuk dari kelompok terkecil yakni RT/RW, tapi memang harus pendekatan keluarga,” kata Hary Agung.

Kemudian dengan kearifan lokal. Menurutnya, strategi ini diperlukan, lantaran setiap daerah memiliki situasi dan kondisi yang berbeda. Demikian tantangan dan masalahnya yang berbeda pula. Sehingga cara-cara yang dilakukan juga mungkin berbeda. Sehingga masing-masing kabupaten/kota harus punya cara berbeda bagaimana mengajak masyarakat untuk mau divaksin.

“Local wisdom (kearifan lokal) ini bisa mengajak peran tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat. Tokoh ini dilibatkan dalam Satgas Covid-19 dalam rangka penguatan. Satgas Covid-19 itukan ada di level RT, dusun, desa/kelurahan. Nah dilibatkan,” kata Hary Agung.

Baca Juga :  Satu Pengunjung Warkop di Sintang Ditemukan Positif Dalam Razia Penegakan Prokes

“Local wisdom ini tidak bisa digeneralisir, masing-masing daerah punya cara berbeda. Belum tentu diberikan iming-iming sembako atau paket masyarakat akan datang untuk divaksin, tapi kalau ada tokoh berpengaruh yang mengajak mereka, itu yang lebih efektif,” kata Hary Agung.

Tak hanya itu, Satgas Covid-19 dikatakan juga perlu maksimalkan implementasi aplikasi PeduliLindungi. Serta pelaksanaan tracing dan testing secara berkesinambungan sebagai upaya deteksi dini.

“Ke depannya implementasi penggunaan PeduliLindungi harus dengan sanksi. Kan aturan sudah dibuat, ada Pergub dan aturan lainnya. Jadi kami bersama Satgas Covid-19 provinsi maupun kabupaten/kota akan memaksimalkan ini,” tambahnya.

Stunting

Tak hanya Covid-19, penanganan stunting di Kalbar juga bakal menjadi perhatian ke depan. Dalam penanganan stunting, diperlukan dua intervensi, yakni intervensi spesifik dan intervensi sensitif. Intervensi spesifik dilakukan oleh tenaga kesehatan. Sedangkan intervensi sensitif yang memegang peran ialah dari sektor lain.

“Ini (intervensi sensitif) perannya 70 persen bahkan dalam upaya penurunan angka stunting. Ini yang perlu kami optimalkan, bagaimana sektor-sektor di luar kesehatan juga berperan dalam penurunan stunting secara terencana dan sistematis bersama-sama,” kata Hary.

Sedangkan intervensi spesifik dijelaskan dia berkaitan dengan upaya ke arah medis. Seperti asupan gizi pada anak dan lain sebagainya.

“Tapi intervensi sensitif itu punya dampak yang (lebih) besar terhadap gizi masyarakat seperti ketersediaan air bersih, sanitasi, ketersediaan pangan. Itu punya andil besar dalam peningkatan gizi masyarakat,” jelas Hary.

Selain intervensi sensitif dan spesifik, melibatkan masyarakat dalam setiap program juga sangat penting. Hal ini akan menjadi perhatian pihaknya. Sebab, jika masyarakat dilibatkan dalam suatu program, maka masyarakat akan merasa memiliki program tersebut.

“Jadi ini hal yang penting bagaimana satu program bisa berkelanjutan kalau melibatkan masyarakat. Ini pengalaman saya mulai dari puskesmas. Peran masyarakat itu banyak, bisa kelompok masyarakat, atau melalui tokoh-tokoh masyarakat atau organisasi masyarakat,” kata Hary Agung.

IPM

Selanjutnya untuk mendukung program gubernur dalam peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), di dunia kesehatan ada yang namanya SPM. Dalam setiap urusan memang selalu ada standar pelayanan minimal.

Khusus di bidang kesehatan ada 12 jenis SPM. Mulai dari kesehatan ibu hamil, pelayanan kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan bayi baru lahir, pelayanan kesehatan balita, pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar, pelayanan kesehatan pada usia produktif dan pelayanan kesehatan pada usia lanjut.

Termasuk juga pelayanan kesehatan penderita hipertensi, pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus, pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat, pelayanan kesehatan orang terduga tuberculosis dan pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi HIV.

“Kalau SPM ini dilakukan, baik provinsi, kabupaten/kota termasuk menyediakan pembiayaan dalam hal ini sarana dan prasarananya ini akan berdampak pada peningkatan IPM. Jadi daya ungkitnya besar, maka perlu ditopang oleh pemerintah daerah kabupaten/kota masing-masing,” pungkas Hary Agung.

Comment