Polemik HGU PT BGA Group Berpotensi Jadi Masalah Besar, Kades Pengatapan Raya: Pertumpahan Darah Bisa Saja Terjadi

KalbarOnline, Ketapang – Bila tidak segera diselesaikan, polemik Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) Bumitama Gunajaya Agro (PT BGA Group) berpotensi menjadi masalah besar.

“Masyarakat pasti bergerak mempertahankan haknya,” kata Kepala Desa (Kades) Pengatapan Raya Toro, kemarin.

Polemik ini muncul lantaran Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyebutkan kalau Sertifikat HGU PT BGA Group itu berbentuk horizontal.

Dengan bentuk seperti itu, rumah dan tanah warga, sekolah, serta tempat ibadah masuk Sertifikat HGU PT BGA Group.

Toro bersama Kades dan tokoh masyarakat di 12 desa yang terlahap Sertifikat HGU PT BGA Group versi BPN itu sudah menggelar Rapat Koordinasi (Rakor).

Pada Agustus 2021 lalu mereka juga sudah berkoordinasi ke BPN Kabupaten Ketapang. Namun hanya mendapat jawaban kalau masalah tersebut bukan wewenangnya, melainkan BPN Pusat.

Toro mengungkapkan, pihaknya sudah mengirim surat ke Bappeda Ketapang pada November 2021 lalu, supaya bersedia memfasilitasi pertemuan warga dengan pihak terkait termasuk BPN.

Tetapi sampai sekarang, surat yang ditandatangi 12 Kades itu belum mendapat balasan dari Bappeda Ketapang.

Lantaran belum juga mendapat niat baik dari Bappeda untuk menyelesaikan masalah Sertifikat HGU PT BGA Group itu, warga pun melayangkan surat audensi ke DPRD Ketapang.

“Jadi kami masih mencoba mencari solusi agar hak milik kami tidak dirampas. Kalau tidak diselesaikan, maka kami serahkan kepada masyarakat untuk menyelesaikan masing-masing,” ucap Toro.

Ia pun menceritakan, sebelum menjadi Kades Pengatapan Raya pada 2016 lalu, memang sudah mewakili masyarakat mengurus persoalan dengan PT Benua Indah Grup (BIG).

Baca Juga :  Geruduk BPN Ketapang, Warga 12 Desa Minta Presiden Usut Oknum Penerbit Peta HGU Horizontal Tahun 1991

Pada saat itu, menurut Toro, akses jalan dan semua perekonomian masyarakat lumpuh karena PT BIG tidak lagi beroperasional.

“Kami sudah seringkali ikut menawarkan kepada investor agar bersedia membeli PT BIG yang sudah tidak beroperasi, tetapi semua mundur,” cerita Toro.

Akhirnya Toro bertemu dengan dengan Kamsen dari PT BGA Group. “Kami berbincang-bincang agar mau membeli bekas PT BIG,” katanya.

Awalnya PT BGA Group agak berat membeli PT BIG, karena nilai harga lelangnya cukup besar, sementara kondisi perkebunannya sudah hancur dan banyak masalah sosial.

“Tetapi karena mereka PT BGA Group ini membawa misi kemanusian, akhirnya mau membeli PT BIG,” kata Toro.

Saat itu kondisi masyarakat sangat susah. Mereka seperti tinggal di kampung mati karena tidak ada perputaran uang, perekonomian lumpuh.

“Mungkin kalau tidak dibeli PT BGA Grup, kampung kami sudah menjadi hutan lagi,” ucap Toro.

Ia mengikuti proses perjuangan memulihkan kondisi masyarakat ini, termasuk proses lelang PT BIG di Pengadilan Negeri (PN) Ketapang.

“Pada saat itu peserta lelangnya tunggal, hanya BGA Grup, perusahaan lain tidak ada mau ikut,” ungkap Toro.

Saat proses lelang, Toro dan beberapa perwakilan masyarakat juga ikut mengawal survei ke lapangan.

Termasuk bersama BPN dan instansi terkait mengecek wilayah Sertifikat HGU PT BIG yang diagunkan ke Bank Mandiri. Hasilnya tidak ada masalah hingga BGA Grup menang lelang.

Baca Juga :  Datangi DPRD, Warga Bukit Penai Silat Hilir Pertanyakan Kejelasan HGU PT RAP

Namun, lanjut Toro, ketika ada program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), ternyata masyarakat tidak bisa sertifikat tanahnya.

Toro dan warga lainnya terkejut mengetahui alasan mereka tidak membuat sertifikat tanah lantaran tanahnya masuk HGU PT BGA Grup, tidak sesuai dengan pengecekan dan pengukuran saat lelang.

“Jadi rumah dan tanah kami, sekolah, tempat ibadah dan lainnya banyak dikatakan masuk dalam HGU BGA Grup,” kata Toro.

“Tentu kami tidak akan tinggal diam dan terima ini, karena harusnya HGU tersebut sesuai posisi saat pengecekan ketika lelang,” tegas Toro.

Ia bersama warga lainnya mengaku tidak peduli berurusan dengan siapapun, baik itu perusahaan, BPN atau instansi lainnya, jika hak  mereka dirampas, harus ada yang bertanggungjawab.

Toro dan warga lainnya tidak akan terima jika HGU PT BGA Grup itu yang dikatakan beralih dari vertikal menjadi horizontal. “Itu merampas hak kami,” katanya.

Karena disebut beralih menjadi horizontal itu, kata Toro, Makam Tantemak sekarang dikatakan masuk HGU PT BGA Group. “Itu kan aneh,” ucap Toro.

“Kami heran kenapa tiba-tiba HGU PT BGA Group itu masuk hingga ke rumah dan tanah kami, bahkan ada yang sudah bersertifikat,” ucap Toro.

Jika hak masyarakat dirampas ini dibiarkan, bukan mustahil muncul keributan besar. “Saya pikir, pertumpahan darah bisa saja terjadi, karena semua yang mereka miliki dirampas paksa begitu saja,” tutup Toro. (Adi LC)

Comment