929 KK di Kalbar Terima 17 SK Hutan Sosial dari Pusat, KLHK: untuk Pemulihan Kawasan

KalbarOnline, Pontianak – Pemerintah Pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyerahkan 17 Surat Keputusan atau SK Hutan Sosial kepada 929 Kepala Keluarga (KK) di Provinsi Kalbar.

SK Hutan Sosial yang diserahkan tersebut tersebar di Kabupaten Sintang, Kapuas Hulu dan Sanggau, Provinsi Kalbar. Total luas arealnya mencapai 15.031 hektare.

“Tujuannya yang jelas untuk pemulihan kawasan,” kata Sekretaris Ditjen Pengelolaan DAS dan Rehabilitasi Hutan KLHK Sri Handayaningsih, saat Penyerahan SK Hutan Sosial, di Balai Petitih Kantor Gubernur Kalbar, Kamis 3 Februari 2022.

Sri Handayaningsih menjelaskan, SK Hutan Sosial ini diberikan kepada masyarakat untuk memberikan akses pengelolaan lahan yang tidak produktif, supaya menjadi produktif.

Baca Juga :  Hadiri Milad ke-6 POM Kalbar, Ini Harapan Sekda Harisson

“Dari yang kritis menjadi tidak kritis, menambah tutupan lahan, memitigasi bencana, dan yang enting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” kata Handayaningsih.

Masyarakat yang menerima SK Hutan Sosial ini, kata Handayaningsih, tidak dibiarkan atau dibebaskan begitu saja dalam menggunakan kawasan tersebut.

“Tetapi kita berikan tanggungjawab. Kita monitor terus, bagaimana mereka memanfaatkannya. Tentunya nanti ada pendamping. Kita harap ini bisa jadi nilai tambah bagi masyarakat,” ucap Handayaningsih.

Baca Juga :  Mengenal Lebih Dekat ‘Tundang’, Kesenian Asli Kalimantan Barat

Ia menambahkan, kalau setelah 35 tahun pemanfaatan tidak menghasilkan tutupan lahan yang bagus dan tidak berkontribusi nyata terhadap lingkungan dan ekonomi, maka SK Hutan Sosial-nya akan dicabut.

“Skema pengelolaannya bebas, tetapi ada aturan main, yakni 50 persen wajib ditanam dengan tanaman kayu-kayuan karena itu nilainya konservasi,” jelas Handayaningsih.

Tanaman kayu-kayuan tersebut misalnya jengkol, petai, pinang atau durian yang merupakan salah satu komoditas unggulan di Kalbar.

“Hasil hutan bukan kayu itu memang yang paling direkomendasikan, dalam arti masyarakat memungut hasilnya, tapi bukan kayunya,” pungkas Handayaningsih.(*)

Comment