FABA: Racun di Indonesia, Bahan Strategis di Luar Negeri

FABA: Racun di Indonesia, Bahan Strategis di Luar Negeri

KalbarOnline, Pontianak – Debu sisa pembakaran batubara yang banyak dipergunakan di PLTU ternyata sudah menjadi bahan strategis di kebanyakan negara, baik sebagai pencampur untuk konstruksi maupun sebagai subtitusi dari berbagai material termasuk pengganti semen. Bahkan FABA, sebutannya sangat diunggukan karena bermanfaan luas.

Webinar Nasional mengenai pemanfaatan FABA untuk meningkatkan perekonomian, Jumat (9/4/2021) digelar PWI Jaya bekerja sama dengan Masyarakat Komputasi Indonesia. Terungkap, bahwa FABA (Fly Ash Bottam Ash) ini antara lain bisa dimanfaatkan untuk infrastruktur, dicampur aspal untuk jalan, dicapur semen, atau bahkan sebagai pengganti semen.

Pemerintah Indonesia bahkan sudah mengeluarkan regulasi berupa Peraturan Pemerintah yang memperbolehkan pemanfaatan FABA.

Sri Andini, praktisi dari Bukit Pembangkit Inovatif menjelaskan, PP No. 22/tahun 2021 menandai bahwa FABA bukanlah termasuk limbah B3 (Bahan Beracun Berbahaya).

Karena itu Sri Andini mengharapkan tidak ada lagi aturan yang tidak sejalan dengan PP 22/tahun 2021 itu. Dia mengungkapkan pemanfaatan FABA menjadi sangat strategis karena pada umumnya Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang memanfaatkan batu bara, pada umumnya terdapat di daerah terpencil, sehingga pemanfaatan FABA untuk kepentingan konstruksi sangat bermanfaat.

“Katakanlah untuk bahan bata, sebagai campuran semen, aspal untuk infrastruktur,” katanya.

Sri Andini, mengatakan jauh sebelum diterbitkannya PP 22/21 dia sudah mengambil inisiatif untuk melakukan penelitian tentang maanfaat FABA bagi kehidupan. Dan hasilnya memang luarbiasa. Dia mencontohkan, menanam tumbuhan dilahan FABA ternyata sangat subur.

Baca Juga :  Wali Kota Edi Kamtono Pantau Situasi Malam Tahun Baru di Pontianak

“Bahkan saya pernah membuat kolam ikan dari FABA. Hasilknya ikan sehat dan gemuk-gemuk,” katanya.

Karena itu dia mengharapkan tidak ada lagi aturan-aturan yang mempersulit pemanfaatan FABA di Indonesia, termasuk peraturan di Daerah.

“Ini PP 22/2021 sudah sangat baik, karena FABA ini manfaatnya sangat banyak dan ternyata ramah lingkungan,” ucapnya.

Peneliti dari Institut Teknologi Surabaya Dr. Eng. Januarti Jaya Ekapatri mengungkapkan ada hal yang ironis dalam pemanfaatan limbah Batubara di Indonesia. Selama ini limbah batu bara masuk dalam katagori limbah berbahaya, sementara di Jepang, China, Eropa dan kebanyakan negara di dunia limbah batu justru sangat bermanfaat sebagi bahan pengganti semen untuk keperluan infrastruktur, baik jalan maupun bangunan. Banyak sekali pemanfaatan FABA.

Demikian kesimpulan Webinar mengenai  pemanfaatan FABA bagi perekonomian nasional, diselenggarakan PWI Jaya Jumat (9/4) tadi, menghadirkan para penelitili lingkungan, praktisi dan diikuti kalangan wartawan dan masyarakat.

“Di Jepang pemanfaatan FABA (sebutan untuk limbah batu bara. Red) sudah sangat lama dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan infrastruktur, sementara di Indonesia ini dianggap limbah berbahaya. Sebaliknya, Mie Instan kita yang sangat digemari itu, di Jepang masih diragukan,” kata Peneliti Institut Teknologi Surabaya Dr. Eng. Januarti Jaya Ekaputri.

The Queen Of Limbah, demikian dia dijuluki karena ketekunannya dalam meneliti limbah mengatakan dibanyakan negara pemanfaatan FABA (Fly Ash Buttom Ash) sangat memasyarakat dan sudah berlangsung sangat lama. Sementara di Indonesia memperlakukannya sebagai Bahan Beracun Berbahaya (B-3).

Baca Juga :  Yuk Bisa Yuk! PLN Sulap Limbah Batu Bara Jadi Pujasera

Namun, kendati terlambat Indonesia bersyukur karena pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 telah mengeluarkan limbah debu dari pembakaran batu bara ini dikeluarkan dari katagori limbah B-3.

“PP ini sudah tepat dikeluarkan, karena FABA ini sangat bermanfaat baik sebagai bahan baku konstruksi maupun sebagai subtitusi,” kata Januarti, yang pada 2017 mendapat anugerah sebagai peneliti terbaik Indonesia.

Dia juga mengungkapkan, penelitian terhadap tikus yang sengaja diberi makanan bercampur FABA, ternyata hasilnya tikus tidak mati dan tubunya justru bertambah beras secara signifikan.

“Karena itu PP 22/21 sangat tepat,” kata dia.

Ketua Masyarakat Komputasi Indonesia, Wiluyo Kusdwiharto mengungkapkan di negara maju pemanfaatan FABA dikebnyakan negara, kataklanlah Eropa, Jepang dan RRC sudah sangat maju antara lain untuk pekerasan jalan, bahkan sebagai bahan campurannya mencapai 70 persen. Selain itu juga digunakan untuk pupuk dan bata dan vaving blok.

Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari, mengungkapkan banyak masyarakat yang awam terhadap FABA dan pemanfaatannya, namun setelah didalami ini menjadi isu yang sangat menarik.

“Ini issu sexy, apalagi trend pemanfaatan batubara semakin meningkat sejalan dengan pembangunan PLTU dimana-mana,” ujarnya. (*)

Comment