Lempar Atap Pabrik dengan Batu, 4 IRT dan 2 Bayi Ditahan Kejaksaan

KalbarOnline.com – Empat ibu rumah tangga (IRT) ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Praya, Lombok Tengah. Mereka dituduh merusak gudang pabrik tembakau di Desa Wajageseng, Kecamatan Kopang. Ironisnya, dua balita masing-masing berusia 1 tahun dan 1,5 tahun terpaksa ikut menginap bersama ibu mereka di dalam tahanan.

Empat IRT itu adalah Nurul Hidayah, Martini, Fatimah, dan Hultiah. Semuanya warga Dusun Eat Nyiur, Desa Wajageseng. Informasi yang dihimpun Jawa Pos dan Lombok Post, empat IRT tersebut dilaporkan pimpinan UD Mawar Putra Muh. Suwardi. Mereka diduga melempari atap pabrik dengan batu. Aksi pelemparan itu adalah bentuk protes kepada pemilik pabrik. Sebab, aktivitas di pabrik itu disebut menghasilkan bau yang mengganggu warga.

Kasus tersebut ditangani Polres Lombok Tengah (Loteng) pada 26 Desember 2020. Saat proses pemeriksaan, tidak ada penahanan. Penyidik Polres Loteng melimpahkan berkas kasus itu ke Kejari Loteng pada 16 Februari 2021. Pada saat itulah, kejaksaan memutuskan menahan empat IRT tersebut. Mereka dijerat dengan pasal 170 KUHP ayat 1 dengan ancaman pidana 5–7 tahun penjara. Saat menjalani masa penahanan, keempat IRT dibesuk keluarga mereka. Ketika itu, dua IRT menyusui anaknya yang masih balita. Peristiwa tersebut lantas menyebar di media sosial dengan narasi dua balita ikut ditahan.

Kasus itu akhirnya terdengar Gubernur NTB Zulkieflimansyah. Sabtu siang (20/2), orang nomor satu di Bumi Gora itu datang ke Rutan Praya. “Keadaan dan kondisi empat ibu ini sehat dan baik-baik saja. Begitu juga dengan anak-anaknya, mereka tak kekurangan satu apa pun, apalagi teman-teman di lapas sangat membantu,” tulis gubernur di akun media sosial Facebook Bang Zul Zulkieflimansyah. “Insya Allah, Senin (22/2) penahanan ibu-ibu ini akan ditangguhkan. Mohon doanya. Amiin,” lanjut Bang Zul, sapaan karib gubernur.

Penahanan empat IRT itu mendapat simpati dari para advokat. Sebanyak 50 advokat siap turun tangan memberikan bantuan hukum. “Di mana rasa keadilan dan kemanusiaan pihak-pihak yang menyeret empat IRT dan dua balitanya itu,” tegas anggota tim kuasa hukum Apriadi Abdi Negara dalam rilis yang diterima Lombok Post, Sabtu (20/2). Dia mengatakan, sebelum berkas perkara dilimpahkan ke pengadilan pada 24 Februari, tim kuasa hukum mengajukan penangguhan penahanan.

Baca Juga :  PP Pemuda Muhammadiyah Desak Jokowi Berlakukan Operasi Militer

Ikhsan Ramdani, anggota tim kuasa hukum lainnya, mengungkapkan bahwa setelah tim melakukan investigasi dan olah tempat kejadian perkara (TKP), tidak ditemukan kerusakan pada pabrik seperti tuduhan yang dimaksud. “Saya tidak habis pikir, apa pertimbangan polisi dan jaksa memproses hukum IRT itu,” tegasnya.

Penjelasan Pelapor

Pihak pabrik tembakau UD Mawar angkat bicara. Mereka menekankan bahwa yang dilaporkan atas perusakan itu hanya satu IRT. ’’Yakni, Hultiah atau sebagaimana bukti video yang dipegang pelapor. Hanya, dalam perkembangannya muncul tiga IRT ditambah dua balita. Kami merasa kaget,” ujar pimpinan UD Mawar Putra Muh. Suwardi kepada Lombok Post kemarin (21/2). Menurut dia, perempuan 40 tahun tersebut sering melemparkan batu ke pabrik. Diperkirakan sejak 2019. Pihak pabrik kemudian meminta Bhabinkamtibmas menegur dan menindak tegas. Kendati demikian, aksi itu tetap dilakukan.

Kemudian, pihak pabrik meminta bantuan Polsek Kopang. Alhasil, dilakukan mediasi. Namun, tidak ada titik temu. Puncaknya 26 Desember 2020, Hultiah kembali melakukan pelemparan batu hingga pihak pabrik melayangkan laporan ke Polres Loteng. ’’Seperti itu ceritanya,” kata Suwardi yang didampingi anaknya, Wahyudi, di lokasi pabrik sekaligus rumah di Dusun Peseng, Desa Wajageseng, Kecamatan Kopang.

Suwardi merasa bingung dan kaget karena tiba-tiba di media sosial ada narasi bahwa empat IRT dan dua balita ditahan di Rutan Praya. Dia mengaku tidak mau memperpanjang persoalan itu. Pihaknya memastikan mencabut laporan dan memaafkan terduga pelaku. Namun, dengan catatan, terduga pelaku tidak mengulangi perbuatannya. Sebab, batu yang dilempar hingga mengenai atap pabrik yang terbuat dari seng tersebut mengganggu kenyamanan dan keamanan karyawan. ’’Intinya, kami siap berdamai. Senin (hari ini) kami mencabut laporan,” sambung Wahyudi.

Penjelasan Polisi dan Jaksa

Baca Juga :  ICW Kecam MA yang Tolak PK KPK dalam Perkara SKL BLBI

Kabidhumas Polda NTB Kombespol Artanto menegaskan, selama proses hukum yang dilakukan Polres Loteng, tidak pernah ada penahanan. Artanto memaparkan, Polres Loteng telah menjalankan proses hukum sesuai prosedur. Mereka telah melaksanakan lebih dari dua kali mediasi. Namun, tidak ada titik temu. ’’Kemudian, penyidik melanjutkan proses sesuai prosedur hukum,” jelasnya. Polres Loteng melanjutkan laporan menjadi berkas perkara. Setelah dinyatakan lengkap (P21), berkas tersebut dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Loteng. ’’Jadi, saya tegaskan kembali bahwa tidak ada penahanan selama proses hukum yang dilakukan Polres Loteng,” tegasnya.

Sementara itu, kejaksaan membenarkan menahan empat IRT. Tetapi, membantah menahan dua balita. ”Kalau pemberitaan yang menyatakan kami menahan balita, itu salah besar. Itu hoaks,” kata Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan kepada Lombok Post kemarin. Dia menjelaskan, saat pelimpahan tahap kedua, jaksa menanyakan kepada empat IRT itu apakah mereka melakukan perusakan. ”Empat IRT itu menjawab berbelit-belit. Malah tidak mengakui perbuatannya,” ujarnya.

Lalu, empat IRT tersebut memberikan pernyataan, jika kasus itu berlanjut, mereka akan membawa massa 100 orang ke Kejari Loteng. Meski ada tekanan dari IRT itu, jaksa tetap memproses berkas hasil penyidikan dari polisi. ”Jaksa tetap menjalankan tugas dengan baik,” tutur Dedi. Dia juga menerangkan, saat pelimpahan tahap kedua, tidak ada satu pun pihak keluarga empat IRT tersebut yang datang. Dengan begitu, tidak ada orang yang menjadi penjamin penangguhan penahanan. ”Karena dianggap berbelit-belit, tidak ada penjamin, serta mengintervensi jaksa saat ditanya, jaksa menahan mereka,” tegasnya.

Baca juga: Ketahui 4 Dampak Pandemi yang Jadi Tantangan Ibu Rumah Tangga

Menurut Dedi, berkas sudah dikirim ke pengadilan pada Rabu (17/2). Selanjutnya, sesuai surat hakim PN Praya Nomor: 37/Pid.B/2021/PN Praya tertanggal 17 Februari, penahanan empat IRT tersebut paling lama 30 hari. ”Mulai 17 Februari hingga 18 Maret 2021,” jelasnya. Rencananya, para terdakwa disidang pada 24 Februari.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment