Rapid Antigen Tak Boleh Jadi Syarat Perjalanan

KalbarOnline.com – Pemerintah berencana menjadikan rapid test antigen sebagai pendamping reverse transcription- polymerase chain reaction (RT-PCR). Harapannya, proses contact tracing bisa mencakup lebih banyak orang.

”Selama ini (tracing, Red) hanya 5 sampai 10 orang. Ke depan yang dilacak hingga 30 orang,” ungkap Siti Nadia Tarmizi, juru bicara Kemenkes terkait vaksin Covid-19.

Nadia menegaskan, rapid test antigen digunakan untuk kepentingan epidemiologi. Karena itu, tidak boleh digunakan untuk syarat perjalanan. ”Kami akan memberikan surat kepada dinkes di 98 kabupaten/kota,” ungkapnya.

Sejauh ini, sudah ada 2 juta rapid test antigen yang disebar ke 34 provinsi. Kemenkes mendorong agar segera disalurkan ke puskesmas. Kemenkes juga mengalokasikan anggaran pengadaan 1,7 juta alat rapid test antigen. Rencananya, alat tes Covid-19 itu akan dibagikan untuk 98 kabupaten/kota di tujuh provinsi di Jawa dan Bali.

Dia menjelaskan, pencatatan orang yang reaktif dengan rapid test antigen akan sama dengan mereka yang melakukan swab PCR. Mereka akan terlapor sebagai kasus terkonfirmasi.Namun, Kemenkes akan memisahkan mana yang terkonfirmasi dengan swab PCR dan mana yang menggunakan rapid test antigen.

Mereka yang dites merupakan hasil tracing. Jika hasilnya positif, yang bersangkutan akan dimasukkan dalam kasus konfirmasi Covid-19. Sementara itu, yang nonreaktif akan diulang dalam waktu kurang dari 48 jam untuk memastikan positif atau negatif. Yang tidak bergejala atau bukan kontak erat, jika negatif, tak perlu diulang. Jika reaktif, harus diperiksa ulang dalam waktu kurang dari 48 jam.

Baca Juga :  Persediaan Obat Pasien Covid-19 Disiapkan Hingga Akhir Tahun

Nadia menekankan, seandainya laboratorium PCR dapat diakses dengan cepat, pelacakan kontak dan penegakan diagnosis dilakukan melalui tes molekuler. Rapid test digunakan untuk skrining. Lalu, konfirmasi tetap menggunakan tes molekuler.

Alat rapid test antigen yang digunakan tidak bisa sembarangan. Harus ada izin dari Kementerian Kesehatan. Selain itu, harus ada dalam list WHO, FDA, atau otoritas pengawasan obat di Eropa. Kalau tidak memiliki rekomendasi dari tiga lembaga pengawasan obat internasional itu, alat rapid test antigen harus memiliki sensitivitas lebih dari 80 persen. ”Serta mendapatkan rekomendasi litbangkes atau badan independen lain yang ditetapkan Kemenkes,” tutur Nadia. Dia menambahkan, langkah itu dimaksudkan untuk menjaga kualitas alat rapid test antigen.

Selain itu, ada kriteria fasilitas kesehatan dan petugas pemeriksaan. ”Pemeriksaan ini bisa di bandara atau stasiun, tapi ada penilaian risiko. Seperti sirkulasi,” ucapnya. Tenaga medis dalam dua hari ini sedang dilatih. TNI dan Polri diajak kerja sama. Babinsa diberi pelatihan untuk menjadi pelacak atau tracer. Kemenkes telah mengatur jaminan mutu hingga jaminan pengelolaan limbah.

Baca juga: Jokowi: Pedagang Pasar bisa Jadi Sasaran Vaksinasi Covid-19 Berikutnya

Kemenkes juga mendorong penambahan laboratorium PCR. Sejauh ini, baru ada 620 laboratorium di seluruh Indonesia. ”Kami upayakan pelacakan dan karantina kurang dari 72 jam dari kasus terkonfirmasi,” bebernya. Jika hal itu diterapkan, akan terlihat lonjakan kasus. Namun, yang ditemukan hanya mereka yang bergejala ringan atau tanpa gejala. Sebab, deteksi dilakukan sejak dini. Dengan begitu, mereka bisa melakukan isolasi mandiri. Di desa-desa akan didirikan pos pemantauan.

Baca Juga :  Kebijakan Larangan Ekspor Bijih Bauksit Bakal Tingkatkan Pertumbuhan Ekonomi Negara dan Daerah

Sementara itu, Pengurus Pusat Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PP Peraboi) meminta para pasien kanker padat dimasukkan dalam prioritas penerima vaksin Covid-19. Pertimbangannya, pasien kanker padat termasuk dalam kategori berisiko atau rentan tertular Covid-19.

Di sejumlah rumah sakit, pasien kanker yang dinyatakan positif Covid-19 cukup banyak. Ketua Umum PP Peraboi dr Walta Gautama SpB(K)Onk mengatakan, saat ini vaksinasi difokuskan dahulu pada para tenaga kesehatan. Nah, di antara tenaga kesehatan itu, ada yang terkena kanker. Jadi, menurut dia, kebijakan memasukkan para pasien kanker ke kelompok prioritas vaksinasi Covid-19 bukan hanya untuk masyarakat umum. Tetapi juga para perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya.

Sekjen PP Peraboi M. Yadi Permana menyampaikan rekomendasi dari organisasi mereka. Antara lain, pasien dengan kanker padat seperti kanker payudara dan kanker kulit direkomendasikan untuk mendapatkan vaksinasi Covid-19. ’’Selama tidak ada komponen dalam vaksin yang menjadi kontraindikasi,’’ katanya.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment