Bencana Banjir dan Kekeringan, Basuki: Perbaiki Manajemen Pengairan

KalbarOnline.com – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengatakan, bencana banjir di beberapa daerah karena manajemen pengairan di tempat tersebut tidak dikelola dengan baik.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, sama denga bencana banjir yang terjadi akibat curah hujan yang deras, permasalahan yang sama juga terjadi jika tempat atau daerah mengalami kekurangan atau kekeringan air.

“Jadi, kalau kekeringan atau justru kebanjiran, pasti manajemen airnya ini ada yang tidak baik,” ujarnya dalam Penelitian bertajuk “Study of Clean Water Consumption Patterns during Covid-19 Pandemic”, Kamis (11/2).

Basuki memaparkan, secara hidrologis bahkan dalam kitab suci, Tuhan menyediakan air dalam jumlah yang tetap. Artinya, tidak lebih ataupun kurang.

“Kalau hidrologis, umumnya dalilnya air itu tetap. Di dalam Alquran pun disampaikan, Aku turunkan air dalam jumlah yang tepat,” ucapnya.

Basuki menegaskan, jika ada daerah atau kawasan yang mengalami kelebihan hingga menimbulkan bencana banjir ataupun kekurangan air di suatu tempat artinya ada manajemen air yang keliru.

Dalam webinar, Indonesia Water Institute (IWI) meluncurkan hasil penelitian tentang pola penggunaan air bersih oleh masyarakat selama masa pandemi Covid-19.

Baca Juga :  Kapolri Larang Cakada Diproses Hukum Selama Pilkada, Ini Alasannya

Hasil kajian IWI, menurut Basuki, ini akan menjadi masukan yang berharga bagi Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian PUPR, dalam upaya meningkatkan ketahanan air nasional.

Penelitian yang dilakukan IWI dimulai sejak 15 Oktober hingga 12 November 2020, melibatkan 1.296 responden di seluruh Indonesia. Survei dilakukan secara daring (online) oleh IWI. Ir. Firdaus Ali, MSc, PhD, Chairman dan Founder IWI, dalam pemaparan hasil penelitian ini membeberkan sejumlah temuan penting.

Pertama, ditemukan adanya perubahan pola penggunaan air bersih selama masa pandemi. Terdapat peningkatan kebutuhan air bersih sebanyak 2 hingga 3 kali keadaan normal (sebelum Pandemi Covid 19). Peningkatan kebutuhan ini berhubungan dengan penerapan protokol kesehatan selama masa pandemi.

Kedua, air bersih tidak hanya digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, tapi juga untuk air minum di beberapa daerah yang tidak terjangkau oleh air minum dalam kemasan (AMDK). Di daerah yang terjangkau oleh air minum dalam kemasan, masyarakat cenderung memilih air minum dalam kemasan sebagai alternatif sumber air minum.

Berikutnya, selama masa pandemi, pengeluaran rumah tangga mengalami peningkatan hingga 7% dari kondisi normal. Bila hal ini terus berlangsung, tidak hanya krisis air yang akan terjadi, tapi juga sulit untuk mengatasi pandemi Covid-19. Tambahan pengeluaran rumah tangga tersebut semakin memberatkan karena kondisi perekonomian Indonesia yang belum sepenuhnya pulih.

Baca Juga :  Bamsoet: Herbal Anti Korona Indonesia Tidak Kalah dari Herbal Tiongkok

Banyak anggota masyarakat yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi Covid-19.
Temuan IWI ini makin memperlihatkan pentingnya memutakhirkan infrastruktur air bersih di Indonesia agar terhindar dari krisis air bersih yang lebih dalam lagi.

“Pentingnya pembenahan infrastruktur air bersih ini diperlukan terutama karena Indonesia belum sampai pada puncak pandemi Covid-19,” kata Firdaus Ali.

Pandemi Covid-19 menghasilkan perilaku baru masyarakat, terutama yang berkaitan dengan protokol kesehatan yakni, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Pemerintah harus mampu menyediakan air bersih untuk masyarakat agar protokol kesehatan (mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir) bisa dijalankan dengan benar.

Ketersediaan air bersih juga berkaitan dengan isu stunting, yang saat ini menjadi perhatian serius Pemerintah. “Bila air bersih yang cukup tidak tersedia, cita-cita menciptakan SDM Indonesia Unggul akan sulit dicapai,” ujar Firdaus Ali.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment