Mereka Membesarkan Anak Macan

KalbarOnline.com – Dari Barat, mereka beramai-ramai mengecam kudeta militer Myanmar. Mulai Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, Uni Eropa, sampai presiden Amerika Serikat yang baru dilantik, Joe Biden.

Padahal, mereka juga yang sedikit banyak membuat Tatmadaw –sebutan militer Myanmar– bisa tetap sekuat sekarang meski mulai melonggarkan kekuasaan pada 2011.

Ibarat membesarkan anak macan, kini beranjak dewasa dan tak bisa dikontrol lagi.

Mengutip The Diplomat, sejak 2014, misalnya, Akademi Pertahanan Inggris menjadi mentor dalam kursus singkat untuk Tatmadaw.

’’Materinya menyangkut undang-undang kemanusiaan, perekrutan tentara anak, dan kontrol demokratis angkatan bersenjata,’’ tulis Ben Dunant di The Diplomat yang dilansir pada 2017.

Para petinggi Tatmadaw juga secara bergantian diundang untuk mengikuti pendidikan di markas Akademi Pertahanan Inggris di Oxfordshire. Di sela-selanya mereka dijamu piknik atau main golf.

Baca Juga :  Sidang Aung San Suu Kyi Digelar Senyap Tanpa Dihadiri Pengacaranya

Baca juga: Kudeta Militer, Myanmar Status Darurat Setahun

Meski tidak seterbuka Inggris, AS juga mendekati Tatmadaw. Dalam sebuah pertemuan pada Juni 2012, Menteri Pertahanan AS (kala itu) Leon Panetta mengumumkan rencana Washington DC merajut kerja sama militer dengan Tatmadaw. Relasi militer itu sejatinya sudah terjalin lama sebelum AS menjatuhkan sanksi pada 1990.

Pada 2017 itu pula, Jenderal Min Aung Hlaing yang kini menjadi otak kudeta pernah diundang ke Jerman dan mendapat seremoni penghormatan militer setiba di sana. Sebelum sampai ke Jerman, dia singgah di Austria dan juga mendapat sambutan hangat.

Baca juga: Kudeta Myanmar, Ratusan Legislator Senasib dengan Aung San Suu Kyi

Setahun sebelumnya, Min Aung Hlaing juga punya kesempatan berpidato di hadapan Komite Militer Uni Eropa di Brussel, Belgia, sebelum kemudian mengunjungi Italia.

Baca Juga :  Waspada! Sindikat Mafia Human Trafficking Berkedok Penyalur Pekerja Migran Bergerilya di Kalimantan

Jauh sebelumnya, Tatmadaw juga pernah belajar ke Indonesia. Mengutip jurnal yang ditulis Ulf Sundhaussen, akademisi di Universitas Queensland, Australia, bertajuk Indonesia’s New Order: A Model for Myanmar, pada Desember 1993 SLORC mengirim delegasi ke Jakarta. SLORC adalah State Law and Order Restoration Council, nama resmi junta militer Myanmar (saat itu masih bernama Burma) ketika mengambil alih kekuasaan pada 1988 di bawah pimpinan Jenderal Saw Maung.

Delegasi itu, tulis Sundhaussen, dipimpin Letjen Khin Nyunt, sekretaris pertama SLORC. ’’Menurut Menteri Luar Negeri Indonesia Ali Alatas, para tamu dari Burma itu menyampaikan secara terbuka bahwa tujuan utama mereka adalah mempelajari dwifungsi (baik pertahanan maupun politik) Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI, waktu itu, Red),’’ tulis Sundhaussen dalam artikel jurnal yang dimuat di jstor.org.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment