Sukses Vaksinasi, Pemda Dijanjikan Dana Insentif Tambahan

KalbarOnline.com – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mewanti-wanti rumah sakit (RS) agar mengalokasikan tempat tidur bagi pasien Covid-19 minimal 40 persen.

Sebab, mayoritas RS belum optimal mengalokasikan bed untuk pasien Covid-19. Akibatnya, banyak pasien yang tidak tertampung di RS. Padahal, menteri kesehatan sudah membuat surat edaran yang mengamanatkan alokasi bed untuk pasien Covid-19 sebesar 40 persen. ’’Ini tugas saya, termasuk juga akan memantau apakah RS-RS menaati surat edaran itu,’’ ujarnya saat mengunjungi RSUD Bung Karno Kota Surakarta, Jawa Tengah, kemarin (29/1). Rumah sakit yang tidak patuh diancam diberi sanksi tegas. Namun, Muhadjir tidak memerinci jenis sanksinya.

Program vaksinasi Covid-19 membutuhkan peran aktif pemerintah daerah (pemda). Untuk memantik semangat pemda, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian memberikan iming-iming khusus. Pemda yang dianggap sukses melaksanakan vaksinasi akan diusulkan untuk mendapat dana insentif daerah (DID).

Tito menuturkan, kecepatan menjadi kunci dalam program vaksinasi untuk memunculkan kekebalan kelompok atau herd immunity.

Mendagri juga meminta para kepala daerah membuat terobosan dalam pendistribusian vaksin. Tujuannya, dapat dilaksanakan dengan cepat, lancar, dan aman, terutama menyangkut cold chain atau rantai dingin.

Dia menginstruksikan agar pemda berkoordinasi dengan TNI/Polri untuk membantu aspek pengamanan dan penyaluran. Tito juga mengimbau para kepala daerah melaksanakan refocusing dan realokasi anggaran untuk kepentingan Covid-19. Mereka bisa menggunakan mata anggaran kesehatan atau anggaran belanja tak terduga (BTT). Termasuk anggaran dukungan untuk program vaksinasi.

Sementara itu, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) terus memantau proses distribusi vaksin. Mulai keluar dari industri farmasi hingga vaksinasi kepada masyarakat. Penerapan cara distribusi obat yang baik (CDOB) harus dilakukan di sepanjang jalur distribusi. Apalagi, vaksin bersifat thermolabile atau membutuhkan penjagaan rantai dingin pada suhu 2 hingga 8 derajat Celsius. ”Dalam pengelolaan vaksin, hal yang paling kritikal adalah bangunan dan fasilitas yang digunakan dalam operasional mengingat vaksin merupakan produk rantai dingin yang harus dipertahankan,” kata Kepala BPOM Penny K. Lukito kemarin (29/1).

Baca Juga :  Disuntik Vaksin Covid-19 dari Pfizer-BioNTech, Ini Kata PM Singapura

Untuk vaksin Covid-19 dari Sinovac, pendistribusian dilakukan PT Bio Farma ke IFP provinsi. Lalu, dari IFP provinsi didistribusikan ke fasilitas pelayanan kesehatan melalui IFP kabupaten/kota. ”BPOM secara proaktif memperkuat proses pengawasan distribusi vaksin melalui unit pelaksana teknis (UPT),” bebernya. Pengawasan mutu vaksin tersebut dilakukan di sarana industri, distributor, instalasi farmasi provinsi, instalasi farmasi kabupaten, hingga sarana pelayanan kesehatan.

Di sisi lain, Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla menyampaikan dukungan terhadap rencana vaksin mandiri. Menurut dia, vaksin mandiri dapat membantu mempercepat program vaksinasi pemerintah. Mengejar target vaksinasi selesai dalam waktu setahun tidak mudah tanpa bantuan swasta. Sebab, setidaknya harus ada satu juta orang yang disuntik vaksin setiap hari. ’’Kita mendukung upaya vaksinasi secara mandiri atau gotong royong,’’ katanya di Jakarta kemarin (29/1).

Dia menjelaskan, yang dimaksud vaksin mandiri adalah vaksinasi oleh perusahaan untuk karyawan. Selain membantu percepatan target vaksinasi nasional, skema itu memiliki dampak lain. Yaitu, perusahaan tersebut segera kembali bekerja dengan normal dan turut berkontribusi dalam pemulihan ekonomi nasional.

Baca juga: Donor Plasma Konvalesen Masih Rendah

Hasil penelitian Lowy Institute ini bisa mencoreng upaya penanganan Covid-19 di Indonesia. Lembaga riset asal Australia itu meneliti respons negara-negara dalam menangani pandemi. Hasilnya, dari 98 negara dan teritorial yang diteliti Lowy Institute, Indonesia hanya duduk di posisi ke-85.

Di antara negara-negara Asia Tenggara, Indonesia bahkan berada di posisi paling bawah atau paling buruk.

Dilansir Inquirer, Lowy Institute mengompilasi dan mengevaluasi data untuk indeks kinerja Covid-19 berdasar enam indikator. Yaitu, angka penularan, kematian, kasus per satu juta penduduk, kematian per satu juta penduduk, kasus yang dikonfirmasi dan proporsinya terhadap tes yang dilakukan, serta tes per seribu penduduk.

Baca Juga :  Cerita Perjuangan Mewujudkan Generasi Emas dari Timor Tengah Selatan

Baca juga: BPOM: KIPI Tak Berbahaya dan Sembuh Sendiri

Periode pengamatan dilakukan mulai kasus ke-100 dari tiap-tiap negara atau teritorial sampai 9 Januari 2021.

Hasilnya, Selandia Baru duduk di posisi pertama dengan total nilai 94,4. Disusul Vietnam 90,8; Taiwan 86,4; dan Thailand dengan skor 84,2. Singapura berada di posisi ke-13 dan Malaysia di urutan ke-16. Negara yang duduk di urutan terakhir adalah Brasil. Sementara itu, AS berada di posisi ke-94, unggul satu angka dari Iran.

Tiongkok tidak masuk ranking karena data pengujian Covid-19 yang bisa diakses publik sangat terbatas. ’’Analisis menunjukkan bahwa meski virus korona muncul kali pertama di Tiongkok, justru negara-negara Asia-Pasifik yang rata-rata terbukti sukses menangani pandemi,’’ bunyi pernyataan Lowy Institute di website mereka. Eropa dan AS justru kewalahan menghadapi Covid-19.

Tingkat perkembangan ekonomi maupun perbedaan sistem politik antarnegara ternyata hanya memiliki dampak kecil pada keberhasilan penanganan Covid-19. Padahal, selama ini dua hal itu dianggap memiliki peran penting. Faktor terbesar yang menyumbang keberhasilan adalah populasi yang lebih kecil, masyarakat yang kompak, serta institusi pemerintahan yang cakap.

Selandia Baru jelas memiliki semua faktor tersebut. Populasinya hanya 5 juta jiwa dan wilayahnya dikelilingi laut. Hingga kemarin (29/1) hanya ada 2.305 kasus Covid-19 dan 25 kematian di Selandia Baru.

Lowy Institute adalah lembaga penelitian independen yang dibentuk Frank Lowy pada April 2003. Lembaga yang berbasis di Sydney, New South Wales, Australia, tersebut berfokus pada kebijakan-kebijakan internasional. Ia menerbitkan jajak pendapat, hasil penelitian, dan ranking terkait berbagai masalah hubungan internasional. Utamanya terkait dengan Australia dan wilayah Asia-Pasifik. Sejak berdiri, semua perdana menteri dan menteri luar negeri Australia pernah menjadi pembicara di acara Lowy Institute.

Comment