Biden Berbicara dengan Putin, Tetap Tolak Sejumlah Kebijakan Rusia

KalbarOnline.com – Setelah serangkaian percakapan dengan kepala negara asing, Presiden Amerika Serikat Joe Biden akhirnya berkomunikasi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Presiden ke-46 AS itu masih mempertahankan sikapnya yang menentang banyak aksi Kremlin. Namun, dia juga berharap bisa menciptakan keseimbangan di politik global.

Pada Selasa (26/1) waktu AS, Jubir Kepresidenan Jen Psaki mengumumkan kabar percakapan tersebut. Menurut dia, percakapan antara Biden dan Putin berjalan sesuai dengan rencana awal. ”Niatnya (Biden, Red) adalah menegaskan bahwa AS akan bertindak tegas untuk membela kepentingan nasional,” ujar Psaki dalam pengarahan media harian menurut CNN.

Percakapan pemimpin dua negara adidaya itu dimulai dengan baik. Mereka membicarakan isu perjanjian New START. Perjanjian yang tercipta pada era Barack Obama tersebut seharusnya membatasi jumlah rudal nuklir yang bisa disiagakan kedua negara. Donald Trump menolak untuk memperpanjang perjanjian yang bakal kedaluwarsa pada awal Februari tersebut.

Tak lama, Biden mulai mengungkit isu-isu global yang bersinggungan dengan AS. Mulai invasi di Ukraina, peretasan penyedia jasa sekuritas siber SolarWinds, intervensi pemilu AS, sayembara untuk membunuh tentara AS di Afghanistan, sampai insiden pemberian racun untuk Alexei Navalny.

Baca Juga :  Vaksin Covid-19 Moderna Asal AS Diklaim Manjur Nyaris 95 Persen

”Saya percaya bahwa kita bisa sepakat dalam isu New START. Di sisi lain, tetap mengambil sikap tegas terhadap perilaku mereka yang keterlaluan,” kata Biden.

Putin memang bukan rekan sejawat biasa. Biden sering mengkritik politikus 68 tahun tersebut saat kampanye. Putin juga menjadi salah seorang yang terakhir mengucapkan selamat atas kemenangan Biden.

Karena itu, Biden memilih menunda saat menerima permintaan percakapan telepon dari Rusia. Dia meminta pendapat dari tim ahli dan berkonsolidasi dengan pemimpin Eropa sebelum berdialog dengan Putin.

Kubu Moskow, rupanya, tidak ingin ribut di awal pemerintahan Biden. Pemerintah Rusia melaporkan bahwa percakapan keduanya berjalan tanpa kendala. ”Isu paling utama adalah normalisasi hubungan. Percakapan mereka dilakukan dengan jujur dan profesional,” tulis pemerintah Rusia menurut BBC.

Selain Rusia, rezim pemerintahan baru AS ingin segera menanggapi isu Timur Tengah. Pelaksana Tugas (Plt) Dubes AS untuk PBB Richard Mills menjelaskan bahwa pihaknya akan kembali mengeluarkan resolusi dukungan untuk Palestina. Termasuk memulihkan bantuan dana yang biasanya disalurkan melalui badan di bawah naungan PBB. ”Kami mendukung terwujudnya negara Palestina sama dengan dukungan kami kepada Israel,” ungkapnya dalam pertemuan virtual.

Baca Juga :  Joe Biden Hentikan Proyek Tembok Pembatas AS-Meksiko Era Donald Trump

Di sisi lain, Biden juga tidak ingin menganulir langkah pendahulunya. Di antaranya, pengakuan Israel sebagai negara Yahudi dan pemindahan Kedubes AS ke Jerusalem. Mills bahkan menyampaikan apresiasi Biden kepada Trump yang bisa menormalkan hubungan Israel dengan negara seperti Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko. Namun, Mills juga menegaskan bahwa tujuan akhir yang ingin mereka capai adalah kedaulatan kedua negara.

Dari Gedung Capitol, pemakzulan Donald Trump nyaris terhenti sebelum bisa masuk ke persidangan. Muncul mosi dari senator Rand Paul asal Kentucky yang menolak surat dari Dewan Perwakilan AS. Menurut dia, pemakzulan itu inkonstitusional karena Trump bukan lagi presiden.

”Argumen Anda sudah dibantah banyak pakar. Senat berwenang mengadili mantan pejabat,” tegas Chuck Schumer, pemimpin kelompok mayoritas Senat AS, menurut The Guardian.

Mosi tersebut mendapatkan 45 dukungan. Namun, 55 senator lain, termasuk lima politikus Republik, menolaknya sehingga proposal Paul gagal. Republik yang berbeda pendapat, antara lain, Susan Collins, Lisa Murkowski, Mitt Romney, Ben Sasse, dan Pat Toomey.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment