Satu Kali Donor Plasma Konvalesen Bisa Selamatkan Tiga Nyawa

Satu Kali Donor Plasma Konvalesen Bisa Selamatkan Tiga Nyawa

KalbarOnline, Nasional – Tingkat kesembuhan pasien Covid-19 yang menjalani terapi plasma konvalesen terbilang tinggi. Rumah Sakit Umum Daerah dr Saiful Anwar (biasa disingkat RSSA) Malang, Jawa Timur, telah meneliti dan membuktikan hal itu. Sejak April lalu tim RSSA Malang melakukan penelitian terkait terapi plasma konvalesen. Sebulan lalu penelitian tersebut selesai.

Ketua tim peneliti terapi plasma konvalesen Dr Putu Moda Arsana SpPD K-EMD FINASIM menjelaskan, selama penelitian berlangsung, ada 48 pasien positif Covid-19 yang diberi terapi dengan donor plasma konvalesen.

Hasilnya, untuk pasien dengan gejala berat, tingkat keberhasilan sembuhnya mencapai 90 persen. Sedangkan untuk pasien yang kritis, tingkat keberhasilannya adalah 50 persen.

Putu mengatakan, karena penelitian telah rampung dan hasilnya bagus, terapi plasma konvalesen akan dijadikan standar pelayanan. Sayangnya, hingga kini RSSA masih kesulitan untuk mendapatkan pendonor plasma.

“Sekarang permintaan sangat banyak. Kami bahkan tidak bisa memenuhi permintaan,” ungkapnya seperti dilansir dari Jawa Pos Radar Malang.

Salah satu penyebabnya adalah calon pendonor harus memenuhi berbagai kriteria. Antara lain harus dinyatakan sembuh dan negatif Covid-19, memiliki golongan darah yang cocok dengan resipien atau penerima donor, serta punya antibodi yang tinggi. Dokter yang juga ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) itu menjelaskan, antibodi yang tinggi ini biasanya dimiliki seseorang yang saat terkonfirmasi positif Covid-19 memiliki gejala yang sedang.

“Untuk pasien yang dulunya gejalanya ringan ya bisa saja donor, tapi antibodinya sedikit,” ujar dia.

Putu menerangkan, selama penelitian berlangsung, kebanyakan pendonor plasma konvalesen datang dari tenaga kesehatan. Karena itu, pihaknya berharap masyarakat yang telah sembuh dari Covid-19 mau mendonorkan antibodinya melalui donor plasma konvalesen.

“Sesuai penelitian tim RSSA, pasien yang mendonorkan plasmanya, antibodinya akan lebih lama bertahan dalam tubuh. Jadi, perlindungan pada virus makin bagus,” jelas dia.

Hal itu sama dengan donor darah. Setelah seseorang mendonorkan darah, tubuhnya akan memproduksi darah lagi.

Donor plasma konvalesen tidak hanya bisa dilakukan di RSSA Malang, tapi juga Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Malang. Senada dengan yang dikatakan Putu, hingga saat ini PMI Kota Malang juga masih kesulitan untuk mendapatkan pendonor plasma.

Baca Juga :  Kapolri Bertahap Siapkan Layanan SIM dan SKCK Online

Kasi Pengelolaan Donor Unit Transfusi Darah (UTD) PMI Kota Malang Agus Tri Prasetyo menyatakan, kebanyakan pasien yang telah sembuh dari Covid-19 merasa trauma untuk kembali dilakukan swab test saat akan berdonor.

“Mereka takut hasilnya positif lagi,” ucapnya. Selain PMI Kota Malang, daerah lain di Jawa Timur yang bisa melayani donor plasma adalah Surabaya, Sidoarjo, dan Lumajang.

“Sementara daerah-daerah itu yang diizinkan karena memiliki sertifikat BPOM,” terangnya.

Sudah ada beberapa orang yang bergerak menyebarluaskan kesadaran untuk mendonorkan plasma konvalesen. Salah satunya adalah Komunitas Pendonor Plasma Darah Konvalesen di Kota Malang yang didirikan Ariani, Andre Wicaksono, dan tujuh orang lain pada 23 Desember 2020.

“Berawal dari keresahan saya dan kawan-kawan. Terapi ini ampuh, tapi kok belum banyak orang yang kenal dan pendonor yang terinfo,” ujar Ariani dilansir dari Jawa Pos.

Dokter spesialis anak di RSSA tersebut memulai dengan menyiapkan tiga contact person. Dia memulai kampanye di media sosial dan website untuk mendorong penyintas Covid-19 bergabung menjadi pendonor. Para pendonor itu dia beri gelar Plasmahero.

Respons yang didapatkan cukup menggembirakan. Saat ini, kata Ariani, ada lima sampai sepuluh orang per hari dari seluruh Indonesia yang mengontak Komunitas Plasmahero ini. Ariani dan timnya membantu menghubungkan mereka pada unit PMI yang menerima donor plasma.

“Karena tidak semua unit PMI bisa menerima donor plasma. Kemudian, karakter PMI di berbagai daerah berbeda-beda. Ada yang terbuka untuk umum, ada yang hanya menerima donor baru jika ada request dari rumah sakit,” jelas Ariani.

Berdasar panduan resmi dari Unit Donor Darah (UDD) Palang Merah Indonesia (PMI) Pusat, donor plasma adalah pengambilan darah plasma dari penyintas Covid-19. Kemudian, plasma itu diberikan sebagai terapi kepada pasien Covid-19 yang sedang dirawat.

Syarat untuk bisa donor plasma konvalesen adalah sudah dinyatakan sembuh dari Covid-19 yang dibuktikan dengan hasil swab/PCR. Kemudian, kondisi badan harus sehat. Pendonor juga harus bebas gejala setelah 14 hari sembuh dari Covid-19.

Baca Juga :  Kapolri Mutasi Tujuh Kapolda, Irjen Remigius Sigid Tukar Posisi dengan Irjen Suryanbodo Asmoro

Berat badan pendonor tidak boleh kurang dari 55 kg, berusia 18–60 tahun, dan disarankan laki-laki. Perempuan juga bisa menjadi pendonor asalkan belum pernah hamil. Para penyintas yang memenuhi syarat itu bisa menghubungi UDD PMI untuk mengatur jadwal pengambilan plasma darah.

Ariani menjelaskan, ibu hamil tidak bisa mendonorkan plasma karena dikhawatirkan mengandung antibodi anti-HLA dan anti-HPA dalam tubuhnya.

“Kemudian, pendonor tidak boleh memiliki penyakit-penyakit yang berat,” katanya.

Satu pendonor biasanya dapat memberikan 600–800 cc plasma darah, bergantung berat badannya. Satu kantong darah berisi 200 cc. Artinya, satu pendonor bisa menghasilkan tiga hingga empat kantong. Rata-rata, satu pasien Covid-19 membutuhkan satu hingga dua kantong.

“Jadi, satu kali donor bisa menyelamatkan sampai tiga nyawa,” jelasnya.

Plasma pendonor lantas diberikan kepada pasien penderita Covid-19 dengan gejala sedang hingga berat sesuai rekomendasi dokter.

Bed Occupancy Rate

Kenaikan kasus menjadi momok dalam penanganan Covid-19. Apalagi, angka keterpakaian tempat tidur di beberapa daerah cukup tinggi. Kesulitan mencari tempat tidur tak jarang ditemui keluarga pasien Covid-19.

“Setiap ada libur panjang, satu sampai dua minggu ke depan ada lonjakan kasus,” ujar Dirjen Yankes Kemenkes Abdul Kadir.

Kadir menjelaskan, 30 persen kasus aktif akan membutuhkan perawatan di rumah sakit. Sebanyak 30 persen ini terdiri atas 25 persen perawatan isolasi dan sisanya ICU.

“Kalau dilihat secara keseluruhan, ketersediaan tempat tidur di Indonesia jika dibandingkan dengan jumlah pasien yang masuk, masih ada space,” ungkapnya.

Sebab, banyak bed occupancy rate (BOR) di wilayah yang masih berkisar 60 persen. Namun, jika melihat zona merah, jumlahnya mengkhawatirkan. Karena itu, dia meminta rumah sakit di wilayah zona merah menambah bed perawatan Covid-19.

Khusus untuk DKI Jakarta, ada 61 rumah sakit yang belum memberikan layanan bagi pasien Covid-19. Karena itu, Kemenkes mengeluarkan surat edaran agar seluruh rumah sakit bisa memberikan layanan kesehatan bagi pasien Covid-19.

“Kalau penambahan bed ini belum memungkinkan, akan kami bangun rumah sakit lapangan,” tandasnya.

Comment