Ahli Singapura Sebut Vaksinasi Seolah Berlomba dengan Mutasi Covid-19

KalbarOnline.com – Dunia kini sedang mengalami lonjakan kasus Covid-19 akibat mutasi virus Korona strain baru yang banyak bermunculan. Dari mulai Inggris, Afrika Selatan, dan Jepang, semuanya dinyatakan lebih mudah menular.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Bioinformatics Institute (BII), yang merupakan bagian dari Agency for Science, Technology and Research (A * Star) Dr Sebastian Maurer-Stroh, tak perlu ada kekhawatiran yang berlebihan atas mutasi yang diawali di Inggris. Menurutnya karakter virus memang bisa bermutasi berkali-kali.

“Ketika lebih tinggi penularannya, itu akan digantikan oleh varian lain cepat atau lambat. Begitulah cara kerja virus,” ujarnya.

Baca juga: Tertular Covid-19 Secara Lokal, Perempuan Singapura Batal ke Vietnam

Dia mengatakan ada mutasi lain yang menyebar cepat seperti mutasi D614G yang telah menyebar secara global, mutasi lainnya terkait dengan wabah di Melbourne (S477N), mutasi Afrika Selatan (dengan E484K), dan mutasi A222V yang menyebabkan lonjakan selama liburan musim panas Eropa, tetapi sekarang digantikan oleh jenis lainnya. Faktanya karena dominasi mutasi D614G, klade G, atau keluarga virus, sekarang menyumbang hampir semua infeksi, menggantikan virus lainnya termasuk yang berasal dari Tiongkok.

Baca Juga :  Meroket Lagi, Kasus Baru Covid-19 Tambah 12.568 Orang

Akibatnya, mutasi yang lebih baru menjadikan D614G sebagai basis dan kemudian berubah dengan cara yang berbeda, semakin jauh di masa mendatang. Dan, varian baru dapat dihasilkan dari mutasi pada lebih dari satu bagian virus.

Baca juga: Hanya Manjur 50,4 Persen, Singapura Masih Tunda Pakai Vaksin Sinovac

Dalam setahun terakhir, virus Korona telah mengalami ribuan mutasi, mayoritas dengan sedikit atau bahkan tidak ada efek pada pandemi yang sedang berlangsung. Dr Maurer-Stroh mengatakan yang lebih penting bukanlah apakah mutasi virus menyebar lebih mudah, tetapi langkah-langkah untuk menghentikan penyebaran.

Pendapat Ahli Singapura

Associate Professor Alex Cook dari NUS Saw Swee Hock School of Public Health mengatakan varian tersebut 50 persen lebih mudah menular. Maka solusinya adalah manajemen langkah-langkah pembatasan.

“Jika benar, ini akan menjadi kekhawatiran, karena varian yang sama jika terdapat di Singapura, berpotensi dapat menjadi epidemi baru,” katanya seperti dilansir dari Straits Times, Senin (18/1).

Prof Cook mengatakan jika faktor penularan naik menjadi 1,5, maka bisa terjadi perlombaan adu cepat antara peluncuran vaksin dan pertumbuhan eksponensial epidemi. Atau pengetatan langkah-langkah yang mirip dengan apa yang sedang dialami Inggris sekarang.

Baca Juga :  Xi Jinping Sindir Halus AS, Minta Hindari Mentalitas Perang Dingin

“Kita melihat semacam ada perlombaan atau saling susul antara vaksinasi dan mutasi virus untuk menjadi epidemi. Makanya lakukan segera pembatasan seperti yang dilakukan di Inggris sekarang,” kata Prof Cook.

Sementara rekannya, Associate Professor Hsu Li Yang, seorang ahli penyakit menular melalui pelatihan, setuju bahwa ada yang perlu dikhawatirkan. Tak satu pun dari tindakan saat ini mencegah penularan Covid-19 yang 100 persen efektif.

Ahli penyakit menular senior di Rumah Sakit Universitas Nasional (NUH) Singapura, Profesor Dale Fisher, setuju dengan Dr Maurer-Stroh. Artinya, Singapura perlu menjaga kewaspadaan.

Profesor Ooi Eng Eong dari Duke-NUS Medical School, yang mengembangkan kandidat vaksin Lunar-Cov19 Arcturus Therapeutics di Singapura mengatakan mutasi ini tidak akan memengaruhi vaksin mRNA. “Sangat tidak mungkin Sars-CoV-2 dapat berevolusi sedemikian rupa sehingga memengaruhi kekebalan dari vaksinasi RNA,” kata Prof Ooi.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment