Amnesty: Pemerintah Wajib Upayakan Vaksinasi dengan Sukarela

KalbarOnline.com – Amnesty International Indonesia menilai, ancaman pidana bagi penolak vaksinasi Covid-19 yang dapat dijatuhi hukuman penjara paling lama satu tahun atau denda maksimal 100 juta rupiah merupakan pelanggaran HAM. Amnesty menegaskan, pemerintah harus menjamin hak setiap orang untuk memberikan persetujuan dan tanpa paksaan sedikitpun sebelum dilakukan vaksinasi.

Pernyataan ini menanggapi argumentasi Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Hiariej yang menyatakan, penolak vaksinasi Covid-19 dapat dijatuhi hukuman penjara paling lama satu tahun atau denda maksimal 100 juta rupiah.

“Pemerintah wajib mengupayakan proses vaksinasi dilakukan secara sukarela. Pemaksaan vaksinasi dengan ancaman pidana pemenjaraan dan denda merupakan pelanggaran hak asasi manusia,” kata peneliti Amnesty International Indonesia Ari Pramuditya dalam keterangannya, Jumat (15/1).

Ari menyampaikan, pemerintah memang bisa membuat vaksinasi Covid-19 sebagai persyaratan, misalnya untuk pendidikan atau penggunaan kendaraan umum sebagai langkah khusus untuk mencegah penyebaran Covid-19. Namun penting diingat kebijakan tersebut harus sesuai dengan hukum dan standar hak asasi manusia international.

Baca Juga :  Bio Farma Akan Produksi 4,7 Juta Dosis Vaksin Covid-19

“Amnesty menentang keras pendekatan pidana, terutama hukuman penjara, terhadap orang-orang yang menolak vaksinasi,” tegas Ari.

Alih-alih menakuti masyarakat dengan sanksi pidana, sambung Ari, pemerintah seharusnya fokus menyebarkan informasi yang transparan, lengkap dan akurat terkait vaksin.

Menurutnya, manfaat ilmiah dari vaksin harus dijelaskan dan disebarkan dengan cara yang mudah dimengerti oleh semua orang, dalam bahasa pahami dan format yang dapat mudah diakses, guna meningkatkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap vaksin.

“Amnesty mengingatkan, bahwa hak untuk tidak diberikan perawatan medis tanpa persetujuan telah tercermin dalam Pasal 7 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) serta Deklarasi Universal tentang Bioetika dan Hak Asasi Manusia yang intinya menyatakan bahwa intervensi medis hanya boleh dilakukan dengan persetujuan sebelumnya dan tanpa paksaan berdasarkan informasi yang memadai. Selain itu persetujuan tersebut harus dinyatakan dan dapat ditarik kembali kapan saja dan dengan alasan apa pun,” tegas Ari.

Baca Juga :  Hasil Uji Akhir Vaksin Pfizer, Tingkat Kemanjuran Mencapai 95 Persen

Baca juga: Anies Buka Pencanangan Vaksinasi Covid-19, Tiga Kelompok Dipilih

Sebagaimana diketahui, Wamenkumham Edward Hiariej mengatakan bahwa orang yang menolak vaksinasi Covid-19 dapat dianggap melanggar Pasal 93 Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Pasal 93 tersebut mengatakan, “Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment