Boeing 737-500 Yang Jatuh Berusia 26 Tahun, Sriwijaya Air Beli Second

KalbarOnline.com – Pesawat Sriwijaya Air PK-CLC yang jatuh di perairan Pulau Lancang, Kepulauan Seribu, adalah produksi The Boeing Company. Model 737-500 Classic series. Penyempurnaan dari 737-300 dan 737-400. Memiliki daya jelajah yang lebih panjang dengan lebih sedikit penumpang. Kapasitasnya 140 orang.

Selain itu, Boeing 737-500 menggunakan dua mesin jet CFM56-3.

Mesin itu diklaim lebih irit bahan bakar hingga 25 persen dibanding model 737-200 yang menggunakan mesin jet Pratt & Whitney (P&W) 200.

Boeing 737-500 diluncurkan pada 1987 dan terbang perdana 30 Juni 1989. Untuk mendapatkan sertifikasi laik terbang, pesawat prototipenya mengudara hingga 375 jam. Southwest Airlines menjadi pelanggan pertama dengan memesan 20 unit.

Pesawat asal pabrikan Amerika Serikat itu naik daun pada 2012. Penjualannya meningkat 40 persen saat itu. Seiring dengan Boeing memensiunkan seri 737-200 di pasaran. Pada tahun itu pula, Sriwijaya Air mendatangkan 12 unit Boeing 737-500. Menggantikan pesawat Boeing 737-200 yang purnaterbang dengan jumlah yang sama. Semuanya dibeli bekas dari maskapai Continental, AS.

Berdasar data Planespotters, PK-CLC yang terdaftar dengan kode registrasi PK-CLC termasuk salah satu dari rombongan 12 pesawat second tersebut. Pesawat itu memiliki manufacturer serial number 27323 dan terbang perdana pada 13 Mei 1994. Artinya, 737-500 PK-CLC saat ini sudah berusia lebih dari 26 tahun.

Baca Juga :  Hari Pertama Arus Balik Libur Natal, 125 Ribu Kendaraan Menuju Jakarta

Wakil Ketua Ikatan Pilot Indonesia (IPI) Capt Rama VPN Noya membenarkan bahwa Boeing 757-500 diproduksi pada 1994. Meski begitu, pesawat yang digunakan dalam kondisi baik, masih layak, dan tidak ketinggalan teknologi. ”Selama melakukan routine maintenance, maka pesawat tersebut masih laik terbang dan safe,” katanya.

Selain itu, Rama menyebut bahwa pesawat jenis B737 series masih banyak digunakan di negara-negara seluruh dunia. ”Itu baru saja dipakai untuk penerbangan CGK-PNK-CGK dan akan dipakai ke PNK lagi,” ujarnya kepada Jawa Pos Sabtu malam.

Pengamat penerbangan Alvin Lie juga setuju dengan Rama. Menurut dia, sebenarnya usia pesawat tidak terlalu dikhawatirkan. Selama perawatan bagus, pesawat tetap laik terbang. Alvin justru curiga ada faktor kesalahan loading cargo. Sebab, pesawat kehilangan ketinggian secara tiba-tiba. Juga terdapat manuver yang janggal sebelum lost contact. Alvin mengatakan, perlu dipertanyakan berapa bobot kargo yang diangkut ataukah ada barang berbahaya (DG, dangerous goods) yang diangkut. ”Kalau ada DG yang diangkut, apakah kemasan dan handling-nya sesuai standar,” kata Alvin.

Menurut dia, insiden tersebut mirip dengan kecelakaan pesawat National Air Cargo 102 yang lepas landas dari Bagram Airbase di Afghanistan. Penempatan kargo berupa kendaraan militer yang tidak tepat membuat kendaraan tersebut terdorong ke belakang saat pesawat berada pada fase take off. Karena kargo yang berat di belakang, akhirnya pesawat tak mampu mendaki dengan benar dan kemudian mengalami stall.

Baca Juga :  Rabu Besok Jokowi Disuntik Vaksin Kedua, Kemudian Lantik Kapolri

Menurut Alvin, patut dipertanyakan apakah kargo sudah sesuai dengan keseimbangan center gravity dari pesawat dan terikat erat. ”Saya khawatir ada kargo yang letaknya bergeser ke belakang saat pesawat mengalami turbulensi. Jadi berat di ekor, cenderung mendongak. Rentan stall. Ini semua load master yang mampu jawab,” kata Alvin.

Sementara itu, Ketua Umum IPI Capt Iwan Setyawan meminta semua pihak untuk menahan diri dan tidak menebarkan spekulasi soal penyebab jatuhnya Sriwijaya Air PK-CLC. Dalam pernyataan resminya kemarin, Iwan berharap KNKT bisa melakukan investigasi dengan baik tanpa intervensi kepentingan-kepentingan lain.

Selama investigasi berlangsung, pengumpulan, pencatatan, dan analisis semua informasi yang relevan, termasuk pernyataan dari para saksi, diharapkan tidak diungkapkan secara detail.

Baca juga: Pesawat Sriwijaya Air Hilang Kontak setelah 4 Menit Terbang

Hal itu dilakukan untuk menghindari salah tafsir atas peristiwa yang terjadi. Iwan mengatakan, publikasi informasi yang terlalu dini dapat membahayakan keselamatan penerbangan. Terutama apabila informasi tersebut tidak memiliki konteks keseluruhan dari data investigasi faktual yang dapat dipertanggungjawabkan.

”Kami berharap tidak adanya catatan ataupun pernyataan apa pun terhadap kecelakaan ini, selain untuk kepentingan investigasi oleh KNKT,” jelas Iwan.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment