Mendagri Tito Akui Kurang Sreg dengan Imbauan 3M, Ini Alasannya

KalbarOnline.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengaku tidak nyaman dengan imbauan protokol kesehatan yakni 3M yang meliputi memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Tito ingin ditambahkan menjadi 4M dengan 1 tambahan imbauan yakni menghindari kerumunan.

Mendagri menyampaikan pesannya itu dalam acara penghargaan Innovative Government Awards (IGA) 2020 di Jakarta pada Jumat, 18 Desember 2020 kemarin.

“Saya sering komplain, mohon maaf, dengan bahasa 3M. Saya enggak ‘sreg’ betul. Maunya 4M, memang harusnya 4M,” ujar Tito dikutip Antara, Sabtu (18/12/2020).

Mantan Kapolri ini menilai imbauan menghindari kerumunan itu sering terlupaka banyak pihak. Padahal yang paling berbahaya dalam masa pandemi COVID-19 saat ini adalah terjadinya kerumunan.

“Ini nih yang paling bahaya ini nih, ya kerumunan ini. Jadi, harus menghindari kerumunan,” kata Tito.

Baca Juga :  Ibu Mantan Wamenlu jadi Korban Mafia Tanah, Dino Patti Beberkan ‘Cara Kerja’ Komplotan

Tito mengatakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sudah mulai menggunakan terminologi 4M itu.

Menurut dia, para pegawai Kemendagri tidak lupa untuk menghindari kerumunan dalam setiap aktivitas mereka di luar rumah.

Apalagi, dalam beberapa hari terakhir, kata Tito, yang paling banyak terjadi adalah kerumunan massa, salah satunya kerumunan kegiatan demonstrasi.

Menurut Tito, Kemendagri sudah mulai mempraktikkan upaya mematuhi aturan 4M itu pada saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020..

Salah satu upaya mematuhi aturan 4M yang dilakukan Kemendagri adalah dengan mengganti aturan kampanye yang tadinya banyak dilakukan dengan massa yang banyak, menjadi rapat terbatas dengan maksimal 50 orang.

Baca Juga :  Sempat Masuk ICU dan Mengira Akan Meninggal, Ini Cerita Artis Iis Sugianto Saat Terpapar Covid-19

Mendagri berpendapat, aturan yang sama sebetulnya bisa diterapkan pada kegiatan penyampaian pendapat di muka umum atau demonstrasi.

Hal itu, kata dia, agar aparat penegak hukum bisa mencegah terjadinya penularan COVID-19 secara besar-besaran dan tenaga pelacak (tracer) mampu melakukan pelacakan orang yang mengikuti aktivitas penyampaian pendapat tersebut (contact tracing) apabila ada yang dinyatakan positif COVID-19.

“Demo tetap bisa dilaksanakan, tapi harus adaptif dengan situasi pandemi. Demo yang sampai ribuan orang itu jadi ‘superspreader’, COVID-19 menyebarnya jadi sangat besar sekali. Bagaimana dia mau ‘contact tracing’ orang yang positif, virusnya pindah-pindah ke orang-orang yang lain. Kalau menurut saya, batasi saja 50 orang,” kata Tito. [rif]

Comment