Pekerja RI Dilarang Masuk Taiwan

KalbarOnline.com – Pekerja migran Indonesia (PMI) yang ingin bekerja di Taiwan harus memilih negara tujuan baru. Sebab, pemerintah Taiwan memutuskan menolak masuknya PMI. Alasannya, Indonesia masih menjadi negara dengan jumlah pasien positif Covid-19 yang tinggi. Taiwan juga meragukan akurasi hasil tes Covid-19 yang diadakan di Indonesia.

Pusat Komando Sentral Epidemi (CECC) Taiwan Rabu lalu (16/12) memaparkan bahwa keputusan mereka untuk mencabut larangan atau justru terus memperpanjangnya bergantung situasi di Indonesia. ’’Persebaran virus (Covid-19) di Indonesia belum mereda. Pekan lalu negara tersebut melaporkan sekitar 6 ribu kasus per hari,’’ ujar Kepala CECC Chen Shih-chung seperti dikutip Focus Taiwan.

Pada 30 November lalu, Taiwan mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan sementara masuknya pekerja migran dari negara-negara Asia Tenggara. Aturan itu berlaku mulai 4 hingga 17 Desember. Keputusan tersebut keluar gara-gara jumlah pekerja migran asal Indonesia yang positif Covid-19 ketika tiba di Taiwan terus naik. Dari 132 kasus penularan Covid-19 dari luar, sebanyak 76 kasus disebut berasal dari pekerja Indonesia. Seharusnya pekerja migran asal Asia Tenggara sudah boleh masuk Taiwan lagi mulai hari ini. Namun, khusus PMI, larangannya diperpanjang.

Mengapa Taiwan meragukan hasil tes Covid-19 di Indonesia? Chen mengungkapkan, pada Oktober lalu, ada 11 pekerja Indonesia yang positif Covid-19 di Taiwan. Padahal, dua di antaranya memiliki surat keterangan negatif Covid-19 dari Indonesia yang dikeluarkan tiga hari sebelum ke Taiwan. Lalu, pada November, kasus serupa terulang. Sebanyak 42 dari 81 pekerja Indonesia yang tiba positif Covid-19. Mereka juga punya surat keterangan negatif yang didapat tiga hari sebelum terbang.

Masalah tersebut terulang lagi pada 1−15 Desember. Pada rentang waktu tersebut, ada 40 kasus positif dari Indonesia. Ironisnya, sebanyak 32 di antaranya memegang surat pernyataan bebas Covid-19 yang dikeluarkan tiga hari sebelum penerbangan. ’’Kredibilitas hasil tes Covid-19 yang dikeluarkan Indonesia memburuk seiring berjalannya waktu,’’ tegas Chen. Pria yang menjabat menteri kesehatan dan kesejahteraan Taiwan itu mengaku tidak tahu masalahnya di mana. Yang jelas, hasil tes Covid-19 di Indonesia kian tidak akurat.

Baca juga: Soal Masuk Jakarta Pakai Rapid Test Antigen, Belum Ada Aturan Rinci

Kantor Perwakilan CECC di Indonesia dan Kementerian Luar Negeri Taiwan sudah berkomunikasi dengan otoritas di Indonesia terkait masalah tersebut. Taiwan meminta Indonesia meningkatkan akurasi tesnya. Namun, belum ada tindak lanjut dari pemerintah Indonesia. CECC bahkan menawarkan melakukan pendampingan untuk tes Covid-19 di Indonesia. ’’Tapi, mereka (otoritas di Indonesia, Red) merasa sudah melakukan pekerjaan dengan baik. Belum ada kata sepakat,’’ terang Chen. Sampai Indonesia memperbaiki cara pengujiannya, Taiwan akan terus menangguhkan masuknya PMI.

Baca Juga :  Kemenkes dan BPKP Sepakati Harga Tertinggi Rapid Test Antigen

Ada sekitar 250 ribu pekerja migran Indonesia di Taiwan. Mayoritas bekerja sebagai pekerja domestik atau pembantu rumah tangga. Untuk mengatasi masalah kekurangan tenaga kerja migran, pemerintah Taiwan menawarkan subsidi pada penduduk yang mau memakai pekerja lokal. Mereka juga bisa menggantinya dengan pekerja asal Vietnam, Filipina, ataupun Thailand. Syaratnya hanya melakukan sertifikasi ulang pada usulan kontrak kerjanya.

Baca juga: Sebut Tes Covid-19 Tak Akurat, Taiwan Larang Pekerja Migran Indonesia

Taiwan selama ini memang dikenal sebagai negara yang mampu menekan angka penularan Covid-19. Dilansir Taiwan News, sejak virus SARS-CoV-2 kali pertama muncul, Taiwan telah melakukan tes Covid-19 pada 116.235 penduduk dan sebanyak 114.168 negatif. Dari 742 kasus positif di negara tersebut, sebanyak 650 adalah kasus impor atau berasal dari luar negeri. Hingga kemarin, hanya 7 orang yang meninggal karena Covid-19. Sebanyak 611 pasien sudah sembuh dan keluar dari rumah sakit. Hanya 124 pasien yang masih dirawat.

Sementara itu, keputusan Taiwan tersebut direspons cepat oleh Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI). Kepala BP2MI Benny Rhamdani mengaku telah memanggil perwakilan Taiwan di Indonesia, Taipei Economic and Trade Office. ’’Kami mencoba mengklarifikasi informasi tersebut. Mudah-mudahan ini bukan politis, tapi benar-benar medis,’’ ujarnya kemarin (17/12).

Baca juga: Liku-Liku Pekerja Migran Indonesia di Taiwan Selesaikan Kuliah

Sebab, menurut Benny, belum diketahui secara pasti sumber penularan dari para PMI tersebut. Apakah dari dalam negeri atau ketika berada di sana. Terlebih, sebelum keberangkatan, para PMI wajib menjalani tes swab PCR guna memastikan kondisi mereka. ’’Itu diperiksa di bandara sebelum keberangkatan dan saat mereka datang di sana,’’ ungkapnya.

Benny menekankan, BP2MI mengeluarkan surat edaran (SE) mengenai kewajiban tes PCR itu sejak 9 September. Jauh sebelum otoritas Taiwan mengeluarkan ketentuan untuk swab PCR. SE itu pun telah disosialisasikan kepada perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI). Karena itu, pihaknya membentuk tim khusus untuk mengusut masalah tersebut. ’’Kami sampaikan kepada Taiwan, kami tidak main-main. Indonesia serius menangani Covid-19 karena keselamatan PMI adalah yang utama,’’ tegasnya.

Baca Juga :  Dorong Ekosistem Kendaraan Listrik Terus Tumbuh di Indonesia, PLN Kolaborasi dengan Periklindo Gelar Pameran PEVS 2023

Baca juga: Covid-19 Tambah 6.120 Kasus, Jatim Catat Kematian Harian Tertinggi

Meski begitu, Benny tak menutup kemungkinan ada kecurangan dari pemberangkatan. Karena itu, tim juga akan mengusut tuntas potensi tersebut. Selain itu, SE mengenai kewajiban PCR bakal direvisi. Dia akan menyertakan sanksi bagi P3MI yang tidak melaksanakan protokol kesehatan, termasuk tes swab sebelum berangkat. BP2MI akan mengusulkan pencabutan surat izin usaha perdagangan (SIUP) bagi yang melanggar.

Sementara itu, Direktur Pembinaan Penempatan dan Pelindungan Tenaga Kerja Luar Negeri (PTKLN) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Eva Trisiana sangat menyayangkan kebijakan Taiwan tersebut. Kendati begitu, pemerintah dapat memahaminya. Kemenaker telah mengambil langkah-langkah sebagai tindak lanjut. Pertama, pihaknya telah berkomunikasi dengan TETO. Kemudian, Kemenaker melakukan penelusuran atau investigasi terhadap P3MI yang telah menempatkan PMI yang dinyatakan positif Covid-19 oleh otoritas Taiwan. ’’Investigasi dilakukan dengan melibatkan BP2MI dan Kementerian Kesehatan,’’ ujarnya. Hal itu dilakukan untuk memastikan apakah penempatan P3MI telah sesuai dengan pedoman.

Sebagaimana informasi, pemerintah telah menerbitkan Kepmenaker No 294 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Penempatan PMI pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru. Salah satu poin di dalamnya mengatur kewajiban setiap calon PMI melakukan tes PCR di sarana kesehatan (sarkes) yang dirujuk Kementerian Kesehatan. ’’Jika terbukti P3MI tidak melakukan penempatan sesuai dengan pedoman, sudah tentu kami akan kenakan sanksi sesuai dengan aturan,’’ tegasnya.

Namun, lanjut dia, otoritas Taiwan selama ini memang tidak terlalu kaku dalam mensyaratkan pekerja asing yang akan bekerja di sana. Tidak ada kewajiban melakukan tes PCR sebelum keberangkatan. Tes PCR akan dilakukan setelah mereka berada di Taiwan. Karena itu, PMI mungkin tertular Covid-19 dalam perjalanan di pesawat. ’’Kami apresiasi jika Taiwan juga mensyaratkan tes PCR bagi siapa pun yang akan masuk ke wilayah mereka,’’ ungkapnya.

Eva berharap kebijakan penangguhan itu dapat segera dicabut setelah kedua pihak melakukan langkah-langkah pembenahan. Kemenaker juga akan mengingatkan kembali kepada P3MI agar benar-benar taat dan menerapkan pedoman penempatan sesuai dengan Kepmenaker 294/2020.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment