RI Telat Dapatkan Vaksin Pfizer

KalbarOnline.com – Setelah mendatangkan 1,2 juta vaksin Covid-19 dari Sinovac, pemerintah terus berburu mendapatkan vaksin dari produsen lain. Namun, usaha itu terbentur persediaan serta ’’perebutan’’ dengan negara lain.

Ketua Satgas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan kondisi ’’perebutan’’ vaksin di dunia. Untuk memberikan herd immunity, setidaknya 5,5 miliar penduduk dunia harus divaksin Covid-19. Jika dalam sekali penyuntikan membutuhkan 2 dosis, diperlukan 11 miliar dosis vaksin. ’’Pada kajian yang saya terima, kapasitas produksi vaksin dunia hanya 6,4 miliar (dosis, Red),’’ ujarnya kemarin.

Persoalannya, 6,4 miliar kapasitas vaksin itu tidak hanya dibuat untuk vaksin Covid-19. Tetapi juga untuk memproduksi vaksin yang rutin dilakukan selama ini. Misalnya, vaksin polio dan TBC. Diperkirakan, selama ini produksi vaksin Covid-19 juga sangat kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan dunia. ’’Adanya ketimpangan ini membuat negara maju melakukan pemesanan lebih awal,’’ kata Budi.

Langkah itu pula yang dilakukan Indonesia. Pemerintah menjajaki produsen-produsen vaksin. Namun, menurut Budi, yang didatangi tidak sembarangan. Semuanya merupakan perusahaan vaksin yang direkomendasikan Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan sudah melalui uji klinis tahap III pada Agustus lalu.

Dia menyadari ada risiko bahwa vaksin yang sudah dipesan Indonesia tidak lolos persetujuan emergency use authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) maupun otoritas lain di dunia. Budi menyatakan bahwa belum ada pembayaran untuk vaksin yang dipesan. Hanya vaksin Covid-19 dari Sinovac yang tiba dari Tiongkok beberapa hari lalu yang telah lunas.

Budi membeberkan data vaksin yang sudah mendapatkan EUA. Salah satunya Pfizer yang mendapatkan izin itu dari otoritas di Inggris dan Kanada. Nah, banyak negara maju yang ingin mendapatkannya. ’’Kalau (Indonesia) mau dapat, ya 2022 atau 2023,’’ katanya.

Merujuk data yang dimiliki Budi, pada 24 November sudah 4,12 miliar dosis vaksin yang dipesan negara maju di dunia. Itu memicu kemarahan WHO dan organisasi dunia lainnya. ’’Negara maju sudah memesan vaksin untuk rakyat mereka dan tidak membagikan untuk negara miskin,’’ ujarnya.

Baca Juga :  Pandemi Datang, Waktunya Menikah, Bisa Irit Pengeluaran

Baca juga: Sri Mulyani Beber Syarat Penerima Vaksin yang Dibiayai Pemerintah

Sementara itu, Sekjen Kemenkes Oscar Primadi menuturkan, anggaran vaksinasi untuk 2021 sudah disusun. Besarannya mencapai Rp 17 triliun. ’’Ini untuk vaksin program yang di luar vaksin mandiri,’’ ungkapnya.

Indonesia, kata dia, tergabung dalam Access to Covid-19 Tools Accelerator (Covax). Dengan fasilitas dari WHO itu, diharapkan Indonesia mendapatkan vaksin yang aman dan gratis. ’’Dialokasikan untuk 20 persen populasi,’’ ujarnya. Hanya biaya dari pelabuhan atau bandara ke tujuan yang harus ditanggung pemerintah.

Vaksin Sinovac

Legislatif meminta pemerintah sebaiknya menunda pembelian 1,8 juta vaksin Sinovac awal 2021 mendatang. Wakil Ketua IX DPR Ansory Siregar menilai, pengadaan pada 1,2 juta vaksin sebelumnya cacat prosedur. ’’Mohon pimpinan mengeluarkan (pernyataan) kepada pemerintah agar menunggu izin dari BPOM, baru didatangkan vaksin tersebut,’’ ujar Ansory dalam rapat paripurna DPR kemarin.

Baca juga: Penderita Alergi Serius Disarankan Tidak Divaksin Covid-19

Dia khawatir vaksin tersebut belum memenuhi persetujuan penggunaan izin darurat atau emergency use authorization (EUA). Padahal, jumlah yang tersedia mencapai 1,2 juta vaksin.

Ansory mengingatkan, sebelum membeli dalam jumlah besar, pemerintah seharusnya memastikan izin dari BPOM. ’’Karena telanjur 1,2 juta vaksin sudah datang, tolong yang 1,8 juta dosis vaksin yang akan datang pada Januari sebelum ada izin dari BPOM, tunggulah,’’ pintanya.

Meski tak secara gamblang meminta pemutusan kerja sama, Ansory menyebut kebijakan yang diambil beberapa negara lain. Di antaranya, Turki dan Brasil yang akhirnya menghentikan kerja sama pembelian vaksin Sinovac untuk sementara.

Baca Juga :  Optimalkan Lelang Eksekusi, bank bjb Kolaborasi dengan DJKN Kemenkeu

Sementara itu, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Reisa Broto Asmoro menyatakan, vaksin Sinovac tidak akan langsung digunakan. Pelaksanaan vaksinasi masih menunggu hasil akhir uji klinis fase III dan uji dari BPOM.

Baca juga: Orang dengan Riwayat Alergi Diminta Tak Divaksin Covid-19 Lebih Dulu

Menurut dia, hal itu juga telah ditegaskan Kepala BPOM Penny Lukito. Izin penggunaan darurat akan diberikan dengan tetap mengedepankan prinsip keamanan dan khasiat yang terbukti efektif membangun kekebalan tubuh terhadap virus penyebab Covid-19. ’’Selain itu, kedatangan vaksin ini penting sebagai salah satu upaya persiapan kegiatan vaksinasi masif nanti,’’ ujar Reisa kemarin.

Persiapan tersebut mulai tempat penyimpanan vaksin yang bersuhu dingin, tenaga vaksinator, hingga penerapan teknologi tinggi untuk mengawasi distribusi vaksin itu sampai ke seluruh Indonesia. ’’Sehingga bisa dipastikan semua akan siap sebelum program vaksinasi dimulai secara bertahap,’’ paparnya.

Saat vaksin siap, lanjut dia, yang sudah masuk daftar penerima akan mulai divaksinasi. Untuk tahap pertama, vaksin diberikan kepada pekerja dengan risiko tinggi terhadap Covid-19. Yakni, tenaga kesehatan dan aparat yang membantu penelusuran hingga perawatan pasien Covid 19.

Sementara itu, masyarakat yang menunggu vaksin harus tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan. ’’Sekali lagi saya tekankan, vaksin memang sangat bermanfaat sebagai pelindungan spesifik. Tapi bukan satu-satunya cara pencegahan,’’ sambung mantan Puteri Indonesia Lingkungan 2010 tersebut.

Disiplin memakai masker, menjaga jarak aman, serta mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir (3M) wajib ditegakkan. Hal itu juga harus ditambah dengan upaya peningkatan testing, tracing, dan treatment (3T).

’’Nah, perlu diingat juga, sekalipun memakai masker, saat berada di kerumunan risiko tertular tetap ada. Jadi, hindari kerumunan, apalagi menciptakan kerumunan,’’ tegasnya.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment